Polisi Bangladesh Pukuli Sejumlah Muhajirin Rohingya, Termasuk Muslimah Lansia
12 May 2022, 19:55.

Personel militer Bangladesh memeriksa kendaraan yang ditumpangi Muhajirin Rohingya di jalan yang menghubungkan kamp pengungsi ke kota wisata terdekat Cox’s Bazar, Bangladesh, 23 Agustus 2018. Foto: AP/Altaf Qadri
BANGLADESH (HRW) – Pada tanggal 7 Mei 2022, seorang nenek berusia 62 tahun bersama sesama Muhajirin Rohingya lainnya dihentikan polisi Bangladesh ketika dalam perjalanan kembali ke tempat penampungan di kamp Kutupalong setelah mengambil jatah bantuan makanan.
“Para petugas polisi tiba-tiba menjadi marah dan mulai memukuli kami dengan tongkat bambu,” ujar nenek itu.
“Beberapa orang terluka. Saya terluka di bagian pinggang. Akhirnya saya bisa melarikan diri, meski harus kehilangan jatah bantuan dan kartu identitas saya,” jelasnya.
Human Rights Watch berbicara dengan lima Muhajirin Rohingya yang dipukuli oleh para petugas di pos pemeriksaan kamp selama beberapa hari terakhir.
Di dua kamp pengungsian, pihak berwenang Bangladesh telah menerapkan sistem perizinan yang kejam kepada para Muhajirin, meski hanya untuk bergerak di dalam wilayah kamp.
Beberapa Muhajirin bahkan sampai menyamakannya dengan kondisi penindasan yang mereka hadapi di Myanmar.
Bangladesh dilaporkan berencana untuk menerapkan kebijakan tersebut di semua kamp.
Tindakan represif itu menyusul penahanan sementara 656 Muhajirin Rohingya pada tanggal 4 dan 5 Mei, karena mereka merayakan hari raya Idulfitri di luar kamp.
Tanpa memandang bahwa sudah berbulan-bulan lamanya para Muhajirin mengalami berbagai pembatasan atas kebebasan untuk bergerak, bekerja, dan belajar.
“Kami tinggal di kamp-kamp yang dikelilingi pagar kawat berduri, tanpa ada peluang untuk merayakan (Idulfitri), jadi kami pergi [ke pantai terdekat] untuk merayakan Idulfitri,” kata seorang Muhajirin Rohingya.
“Akan tetapi, mereka menahan kami dan menarik biaya kepada kami masing-masing 200-500 BDT (sekira 35-85 ribu rupiah) untuk transportasi kembali ke kamp.”
Dua Muhajirin Rohingya mengatakan, polisi memukuli mereka ketika mereka mencoba mendapatkan obat untuk penyakit kritis orang tua mereka.
“Ibuku menderita ‘penyakit kuning’ [hepatitis C],” salah satu Muhajirin memberi tahu, “kemarin saya dihentikan oleh polisi bersenjata ketika saya pergi ke pos pemeriksaan Lambasia dengan catatan medis dan resepnya. Satu-satunya cara untuk membeli obat adalah pergi ke apotek di luar kamp, tetapi mereka tidak mengizinkan saya untuk pergi. Polisi memukuli saya, dan saya lari ketakutan.”
Tindakan aparat ini tampaknya merupakan bagian dari upaya pihak berwenang Bangladesh untuk memaksa pengungsi pindah ke pulau terpencil rawan bencana, Bhasan Char.
Para negara donatur, termasuk Amerika Serikat, Inggris, dan Uni Eropa, harus mendesak Bangladesh untuk mencabut berbagai kebijakan yang tak manusiawi ini. (HRW)
Berikan Infaq terbaik Anda. Klik di sini.