Mengenang Karya dan Pengaruh Besar Syaikh Yusuf Al-Qaradhawi

26 September 2022, 22:18.

Berita 3535 (26 September 2022)

QATAR – Dunia Islam telah kehilangan seorang ulama sunni berpengaruh, Syaikh Yusuf Al-Qaradhawi yang telah meninggal dunia hari ini, Senin, 26 September 2022, di usia 96 tahun.

Syaikh al Qaradhawi–yang lahir di Mesir pada tanggal 9 September 1926–sejak kecil dididik dalam suasana agamis.

Ketika berusia 5 tahun, beliau dididik menghafal al-Qur’an secara intensif oleh pamannya. Al-Qaradawi juga belajar di kuttab Syaikh Hamid Abu Zuwail.

Sebelum usianya mencapai 10 tahun, ia telah dikaruniakan oleh Allah menamatkan hafalan al-Qur’an sepenuhnya, bersama pelajaran hukum-hukum tajwid seperti kitab al-Tuhfah.

Setelah menamatkan pendidikan di Ma’had Thantha dan Ma’had Tsanawi, Qaradhawi terus melanjutkan ke Universitas al-Azhar, Fakultas Ushuluddin lulus tahun 1952–1953 dengan predikat terbaik. Beliau kemudian melanjutkan jurusan bahasa Arab selama 2 tahun, lulus dengan peringat pertama di antara 500 mahasiswa.

Berikutnya, beliau melanjutkan studinya ke Lembaga Tinggi Riset dan Penelitian Masalah-masalah Islam dan Perkembangannya selama 3 tahun. Tahun 1960 Yusuf al-Qaradhawi memasuki pascasarjana (Dirasah al-Ulya) di Universitas al-Azhar, Kairo, memilih jurusan Tafsir Hadist atau jurusan Akidah-Filsafat.

Setelah itu, beliau melanjutkan program doktor dan menulis disertasi berjudul Fiqh az-Zakat (Fiqih Zakat) yang selesai dalam 2 tahun, terlambat dari yang direncanakan semula karena sejak tahun 1968–1970 dipenjara rezim militer Mesir karena dituduh mendukung gerakan Ikhwanul Muslimin.

Setelah keluar dari tahanan, Qaradhawi hijrah ke Doha, Qatar, dan di sana bersama teman-teman seangkatannya mendirikan Ma’had-Din (Institusi Agama).

Madrasah inilah yang menjadi cikal bakal lahirnya Fakultas Syariah Qatar yang kemudian berkembang menjadi Universitas Qatar dengan beberapa fakultas. Di Universitar Qatar, Syaikh al-Qaradawi duduk sebagai Dekan Fakultas Syariah.

Syaikh Qaradhawi juga merupakan pendiri Persatuan Ulama Muslim Internasional (IUMS).

Link: https://twitter.com/alqaradawy/status/1574344096843698177

Syaikh Al-Qaradhawi, Pemikiran dan Karyanya

Syaikh Al-Qaradhawi adalah seorang tokoh aktivis yang sering memberikan gagasan-gagasan yang meluruskan hala-tuju gerakan kebangkitan Islam pada jalan tengah dan mencakupi hampir semua permasalahan umat. Tulisan beliau dalam persoalan ini menyeluruh, mendalam, dan bersesuaian dengan realitas zaman.

Al-Qaradhawi dalam masalah ini telah menulis beberapa buah buku yang terkenal; Al-Sahwah al-Islamiah Bayn al-Juhud wa al-Tatarruf, Al-Sahwah al-Islamiah bayn al-Ikhtilaf al-Mashru’ wa al-Tafaruq al Madzmum, dan Al-Sahwah al-Islamiah wa Humum al-Watan al-Arabi. (profil Yusuf al-Qaradawi, digilib.uinsby.ac.id)

Selain dikenal alim, ia sangat dikenal luas oleh umat Islam dunia sebagai pemikir, intelektual, faqih, pakar kajian hadits, sekaligus mufassir. Ia pernah menjadi Ketua Persatuan Ulama Internasional (IUMS).

Ia sering dijuluki “mujtahid” abad ini, khususnya terkait fatwa-fatwa kontemporer. Fatwa-fatwanya banyak dirujuk orang (Lihat karyanya, Fatawa Mu‘ashirah (Fatwa-Fatwa Kontemporer) dalam 3 Jilid).

Pemikirannya dipengaruhi oleh banyak ulama dan pemikir hebat, seperti: Syaikh Muhammad Abduh, Syaikh Sayyid Muhammad Rasyid Ridha, Syaikh Muhammad al-Ghazali, dan banyak lagi.

Murid-muridnya banyak yang menjadi pemikir dan ulama hebat. Di antaranya adalah Rasyid al-Ghannusyi dan Syaikh Prof. Dr. Wasfi Abu Zayd (pakar ‘Maqashid as-Syari‘ah’. Di antara karyanya adalah Ri‘ayat al-Maqaahid fi Manhaj al-Qaradhawi, Doha-Qatar, 2007).

Karya Syaikh al-Qaradhawi mencapai 200 karya, berupa buku ilmiah. Lain lagi dengan makalah dan artikelnya yang tersebar luas. Bahkan buku-bukunya diterjemahkan ke mana-mana. Termasuk di Indonesia pemikirannya dikaji luas, dipelajari dan dijadikan rujukan.

Di antara karyanya yang tersebar luas di Indonesia adalah: Fiqih Zakat (diterjemahkan oleh Prof. Dr. Salman Harun, Prof. Dr. Didin Hafidhuddin, dan Dr. Hasanuddin dengan judul ‘Hukum Zakat’. Diterbitkan oleh Litera AntarNusa pada 1988 dan cetakan ke-12 pada 2011).

Halal dan Haram, Fiqih Jihad, Fiqih Prioritas, Bagaimana Berinteraksi dengan Al-Quran, Ibadah dalam Islam, Bid’ah dalam Agama, Min Fiqh al-Dawlah al-Islamiah, (Fiqh Kenegaraan), Nahw Fiqh Taysir, (Ke Arah Fiqh yang Mudah).

Berikutnya Al-Fatwa bayn al-Indibat wa al-Tasayyub, Al-Fiqh al-Islami bayn al-Asalah wa al-Tajdid, Awamil al-Sa’ah wa al-Murunah fi al-Syari’ah al-Islamiah, Al-Ijtihad al-Mu’asir bayn al-Indibat wa al-Infira, dan masih banyak lagi.

Inilah fikih yang sangat dibutuhkan umat hari ini. Yaitu fikih yang tidak berkaitan dengan hukum syariat yang bersifat parsial, seperti: hukum bersuci (thaharah), najasah (membersihkan najis), ibadat, muamalat, hukum pernikahan, talak (cerai), menyusui (radha‘), dan sebagainya.

Akan tetapi, fikih yang banyak bermunculan dalam ayat-ayat Al-Qur’an yang maksudnya adalah: fikih (pemahaman yang mendalam) mengenai ayat-ayat (tanda kekuasaan Allah) dan fikih sunnah-sunnah-Nya di dalam alam, kehidupan dan masyarakat. (Lihat, Prof. Dr. Yusuf al-Qaradhawi, Awlawiyyat al-Harakah al-Islamiyyah fi al-Marhalah al-Qadimah (Kairo: Maktabah Wahbah, 1412/1992), 21-25).

Oleh karena itu, Syaikh al-Qaradhawi menegaskan bahwa ada ‘lima’ bentuk fikih yang dibutuhkan, yaitu: (1) Fiqh as-Sunan (memahami hukum-hukum Allah di alam), (2) Fiqh Maratib al-A‘mal (fikih tertib atau urutan amal), (3) Fiqh al-Ikhtilaf (fikih beda pendapat), (4) Fiqh al-Muwazanat (fikih timbang amal), dan (5) Fiqih al-Awlawiyyat (fikih prioritas).

Berkaitan dengan Fiqh al-Muwazanat, maka terdiri dari dua level, yaitu: Pertama, fiqh as-syar‘i (fikih syariat) yang berdiri di atas pemahaman yang mendalam terhadap teks-teks syariat dan tujuan utamanya (ini berkaitan pula dengan fiqh al-maqashid); Kedua, fiqh al-waqi‘ (fikih realitas), yang dibangun di atas studi realitas kehidupan secara mendalam dan meliputi segala lini ulasan dan pembahasannya. (Prof. Dr. al-Qaradhawi, Awlawiyyat al-Harakah al-Islamiyyah, 26).

Dari sekilas tentang siapa sebenarnya Syaikh al-Qaradhawi di atas dapatlah ditegaskan bahwa beliau adalah seorang alim. Jika tidak, maka tidak mungkin beliau dipercaya menjadi Ketua Persatuan Ulama Islam Internasional (berdiri di London pada 2004).

Pandangan Syaikh Bin Baz 

Bahkan mantan Mufti Arab Saudi, Syaikh Abdul Aziz ibn Baz dalam buku Syaikh al-Qaradhawi yang berjudul al-Halal wa al-Haram memberikan komentar, penuh adab dan menunjukkan kelembutan seorang dai.

Beliau berkata:

“Sungguh, karya-karya Anda sangat dikenal di Dunia Islam. Juga diterima secara umum oleh masyarakat. Alangkah eloknya jika dalam delapan masalah ini (di antaranya: pakaian wanita dan pekerjaannya, tentang musik, mengenai foto, tentang rokok, masalah bersahabat dengan non-Muslim, dan lainnya) Anda rujuk kembali sehingga dapat diterima secara luas.”

Sebaliknya, dengan penuh adab seorang alim pula Syaikh Qaradhawi menyatakan bahwa mengakui keilmuan Syaikh Ibn Baz. Fatwa-fatwanya menjadi rujukan. Ilmunya mendalam.

Namun, begitu berbeda pandangan dalam hal-hal yang sifatnya furu‘iyyah (cabang agama) merupakan hal yang sudah terjadi sejak lama. Para sahabat, tabi’in dan ulama-ulama besar biasa berbeda pandangan. Namun begitu, tetap hati mereka tidak berpecah dan mereka biasa melaksanakan shalat di belakang sebagian yang lain (padahal lawan beda pendapat tadi).

Karena masalah beda pandangan ini adalah “barang lama” dan sejak dulu para ulama biasa berbeda pendapat, maka rasanya tidak mungkin menghilangkan sebab-sebab terjadinya beda pendapat. Para ulama sudah lama menegaskan sebab-sebab perbedaan pandangan, bahkan sudah ada yang menulis buku tentang itu, seperti kitab Raf‘u’l-Malam ‘an A’immati’l-A‘lam karya Imam Ibn Taimiyyah. (Lihat, Syaikh al-Qaradhawi, Fatawa Mu‘ashirah, (3/478).

Syaikh Ibn Baz sangat mengakui keilmuan Syaikh al-Qaradhawi. Begitu juga sebaliknya, Syaikh al-Qaradhawi amat menghormati Syaikh Ibn Baz dan mengakui keilmuan beliau.

Keduanya tidak saling menghina atau saling merendahkan. Inilah sifat dan sikap para ulama.

Karena itu, jika ada pernyataan bahwa Syaikh al-Qaradhawi bukan seorang alim adalah pandangan yang amat tendensius dan kurang adab.

Di sini kita harus mengingat kembali peringatan Allah dalam Al-Qur’an, yang artinya “Janganlah karena kebencianmu terhadap suatu kaum (individu, kelompok, harakah dan gerakan) menjadikanmu tak dapat berlaku adil. Bersikap adillah, karena keadilan itu mendekatkan kepada ketakwaan.” (QS 5:8). (Hidayatullah.com)

*Naskah ditulis oleh Qosim Nurseha Dzulhadi, Mahasiswa Program Doktor Ilmu Akidah & Filsafat Islam di Universitas Darussalam (UNIDA) Gontor

 

Update Kabar Al-Aqsha dan Palestina via Twitter @sahabatalaqsha
Berikan Infaq terbaik Anda. Klik di sini.


Posting ini berada dalam kategori : Kabar Al-Aqsha & Palestina

« Turkiye Serukan Anggota OKI untuk Bersatu Melawan Ketidakadilan terhadap Umat Islam
Sebelum Wafat, Syaikh Yusuf Al-Qaradhawi Melahirkan Karya Terbaru Fiqih Shalat dan Adab »