Kelompok HAM Desak Tindak Lanjut Segera Fakta Kejahatan terhadap Kemanusiaan di Xinjiang

28 September 2022, 20:09.
Warga berbaris di dalam “Pusat Layanan Pelatihan Pendidikan Keterampilan Kejuruan” Kota Artux–yang terungkap dalam dokumen yang bocor–yang merupakan kamp indoktrinasi paksa di Kawasan Industri Kunshan di Artux di wilayah Xinjiang, Tiongkok barat, 3 Desember 2018. Foto: AP

Warga berbaris di dalam “Pusat Layanan Pelatihan Pendidikan Keterampilan Kejuruan” Kota Artux–yang terungkap dalam dokumen yang bocor–yang merupakan kamp indoktrinasi paksa di Kawasan Industri Kunshan di Artux di wilayah Xinjiang, Tiongkok barat, 3 Desember 2018. Foto: AP

(VOA News) – Kelompok-kelompok HAM mendesak negara-negara lain untuk mengikuti jejak beberapa negara Barat yang meminta Dewan HAM PBB agar mengadakan debat mengenai kondisi di Xinjiang pada pertemuan dewan sesi berikutnya tahun 2023.

“Masyarakat internasional harus mengingat kewajibannya untuk mengakhiri kejahatan kejam seperti genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan,” tegas Dolkun Isa, presiden World Uyghur Congress (WUC).

Draf pengajuan debat yang dipresentasikan pada Senin (26/9/2022) itu disetujui oleh Amerika Serikat, Inggris, Kanada, Swedia, Denmark, Finlandia, Islandia dan Norwegia.

Lebih dari 60 organisasi Muhajirin Uyghur dari 20 negara menyambut baik draf resolusi tersebut. Dalam sebuah pernyataan bersama, kelompok-kelompok itu mengatakan mereka akan terus mendesak dilakukannya tindakan lebih lanjut menyusul laporan PBB bulan lalu yang menyimpulkan bahwa Beijing mungkin telah melakukan kejahatan kemanusiaan terhadap Uyghur dan etnis Muslim Turki lainnya di Xinjiang.

“Para pemerintah harus memanfaatkan kesempatan ini untuk segera menindaklanjuti kekejaman tersebut,” ucap Omer Kanat, direktur eksekutif Uyghur Human Rights Project (UHRP) yang berbasis di Washington.

Tanggapan Beijing 

Pada hari Selasa (27/9/2022), juru bicara Kementerian Luar Negeri Cina, Wang Wenbin mengatakan kepada pers di Beijing bahwa negara-negara Barat yang menandatangani rancangan tersebut menggunakan Dewan Hak Asasi Manusia PBB untuk mencampuri urusan dalam negeri Beijing.

Para pejabat Cina telah berulang kali mengatakan tuduhan pelanggaran hak asasi manusia di Xinjiang adalah kebohongan dan bahwa kebijakan Beijing ditujukan untuk memerangi terorisme, separatisme, radikalisasi, dan kekerasan.

Cina juga terus menggalang dukungan dari negara-negara yang memiliki hubungan ekonomi dengan mereka. Pekan lalu, 27 negara mendukung Beijing mengenai masalah ini dalam sebuah pernyataan kepada PBB.

Laporan Xinjiang PBB 

Tepat sebelum masa jabatan Michelle Bachelet berakhir sebagai komisaris tinggi PBB untuk HAM, dia merilis laporan yang sangat dinanti-nantikan mengenai pelanggaran HAM Cina di Xinjiang, yang meliputi penahanan sewenang-wenang terhadap kelompok minoritas Muslim termasuk Uyghur, sterilisasi dan kerja paksa, pemisahan keluarga, dan represi terhadap kebebasan beragama.

Rekomendasi dalam laporan tersebut di antaranya ialah meminta Cina untuk membebaskan individu yang telah ditahan secara sewenang-wenang di Xinjiang dan melakukan peninjauan menyeluruh terhadap kerangka hukum yang mengatur keamanan nasional, kontraterorisme, dan hak-hak minoritas di wilayah Xinjiang.

Komisi Penyelidikan

Majelis Umum PBB telah menjadi peluang bagi organisasi HAM untuk meminta komunitas internasional mengambil tindakan lebih lanjut terhadap Cina setelah dirilisnya laporan tersebut.

Di sela-sela Majelis Umum di New York pekan lalu, beberapa kelompok HAM dan diplomat bertemu serta mendesak dibentuknya komisi penyelidikan PBB atas pelanggaran HAM Cina di Xinjiang.

Lalu sejak hari Sabtu, puluhan Muhajirin Uyghur juga melakukan protes di luar gedung PBB di New York, menyerukan penyelidikan atas dugaan pelanggaran HAM di Xinjiang.

Bahkan Muhajirin Uyghur yang berhasil selamat dari kamp konsentrasi Cina melakukan mogok makan pada hari Ahad (25/9/2022), di depan Gedung Putih dan menuding Beijing telah menyebabkan bencana kelaparan yang berkelanjutan terhadap Uyghur dan etnis minoritas lainnya melalui kebijakan lockdown Covid-19 di Xinjiang.

Dua anggota parlemen AS, Anggota Kongres dari Partai Republik, Chris Smith, dan Anggota Kongres dari Partai Demokrat, Tom Suozzi, pada hari Jumat (23/9/2022) lalu mendesak pemerintah AS untuk menginisiasi resolusi dalam pembentukan komisi penyelidik PBB untuk pelanggaran HAM di Xinjiang.

“Langkah konkret pertama yang segera dilakukan adalah mengajukan resolusi. Kami hanya punya beberapa hari untuk menyelesaikannya di PBB,” jelas Smith, “bahkan itu tidak cukup.”

Draf resolusi yang diajukan di dalam Majelis Umum PBB itu mendapat tanggapan dari kelompok HAM.

“Langkah sederhana–yang belum pernah terjadi sebelumnya–pada sesi ke-51 Dewan Hak Asasi Manusia PBB menuju hukuman yang pantas bagi pemerintah Cina,” cuit Sophie Richardson, Direktur Human Rights Watch (HRW) untuk wilayah Cina.

Sesi ke-51 Dewan HAM PBB itu diadakan pada tanggal 12 September dan berakhir pada 7 Oktober. Pertemuan tersebut diperkirakan akan merumuskan rancangan resolusi untuk minggu depan. Ini adalah pertama kalinya rancangan resolusi dewan HAM PBB difokuskan pada Cina. (VOA News)

 

 

Update Kabar Al-Aqsha dan Palestina via Twitter @sahabatalaqsha
Berikan Infaq terbaik Anda. Klik di sini.


Posting ini berada dalam kategori : Kabar Al-Aqsha & Palestina

« PBB Tak Berdaya Selesaikan Urusan Palestina dan Myanmar, Malaysia Desak Hapus Hak Veto
Perhatian Dunia Mengalir Deras ke Ukraina, Yaman Kian Ditinggalkan; Gencatan Senjata Tak Hadirkan Perbaikan Ekonomi »