Perhatian Dunia Mengalir Deras ke Ukraina, Yaman Kian Ditinggalkan; Gencatan Senjata Tak Hadirkan Perbaikan Ekonomi
28 September 2022, 20:10.

Sumber: Ahram Online
YAMAN (Ahram Online) – Gencatan senjata yang tengah berlangsung sejak bulan April adalah yang terpanjang dalam tujuh tahun lebih perang yang telah menghancurkan Yaman. Gencatan senjata berhasil mengurangi pertempuran hingga 60 persen.
Akan tetapi, gencatan senjata tidak mampu menghentikan kondisi kemanusiaan yang semakin memburuk, dengan 24 juta lebih dari 30 juta penduduk Yaman menghadapi risiko kelaparan.
Organisasi kemanusiaan dan badan bantuan PBB terpaksa mengurangi operasional mereka di Yaman karena kurangnya dana. Banyak janji internasional sebelumnya untuk membantu para korban konflik di Yaman yang tak terpenuhi.
“Sepertinya dunia telah meninggalkan Yaman,” sebagaimana dikatakan seorang pekerja kemanusiaan global di Beirut.
“Anda melihat miliaran uang mengalir ke perang Ukraina yang dimulai beberapa bulan lalu, sementara setelah delapan tahun perang yang melibatkan banyak pihak lokal dan regional, Yaman tidak mendapat perhatian lagi.”
“Meskipun banyak bantuan ke Ukraina diberikan dalam bentuk senjata destruktif yang memperparah situasi kemanusiaan, dukungan global tidak sebanding dengan krisis Yaman, terutama dalam bantuan kemanusiaan dan penerimaan pengungsi.”
Pekan lalu, Kepala Kemanusiaan PBB Martin Griffiths mengatakan kepada Dewan Keamanan bahwa setelah tujuh tahun lebih perang di Yaman, sekira 19 juta orang–60% penduduk Yaman–sangat rawan pangan, dengan 538.000 anak-anak mengalami kekurangan gizi akut.
Direktur Eksekutif World Food Program (WFP) PBB, David Beasley, mengatakan kepada Dewan Keamanan PBB bahwa perang Ukraina telah memicu inflasi di Yaman, negara miskin yang 90 persen bergantung pada impor pangan.
WFP berharap bisa memberikan bantuan kepada sekira 18 juta warga Yaman, tetapi biayanya telah meningkat hingga 30 persen tahun ini menjadi 2,6 miliar dolar.
Akibatnya, mereka terpaksa untuk mengurangi porsi bantuan sehingga warga Yaman bulan ini hanya mendapatkan dua pertiga dari jatah mereka sebelumnya, jelas Beasley.
Beberapa minggu terakhir, bencana kelaparan Yaman juga terus diangkat dalam pidato dan pernyataan Presiden Rusia, Vladimir Putin, saat ia mengungkap “kemunafikan Barat”.
Menurut Putin, Barat mengklaim kesepakatan ekspor gandum Ukraina dengan Rusia dimaksudkan untuk menyediakan makanan darurat bagi negara-negara miskin seperti Yaman.
Akan tetapi, ia dan pejabat Rusia lainnya mengatakan bahwa hampir semua pengiriman dari Ukraina pergi ke wilayah Eropa, bukan ke Yaman maupun Somalia.
“Putin mungkin tidak peduli dengan warga Yaman yang sekarat karena kekurangan gizi, dan tujuan utamanya untuk menyerang Barat. Sayangnya, dia benar tentang fakta bahwa Barat tidak memikirkan anak-anak yang sekarat karena kekurangan makanan, atau warga Yaman yang tidak bersalah terbunuh dengan senjata dari Barat maupun Iran yang dikirim ke negara yang dilanda perang itu,” ucap seorang petugas kemanusiaan yang berbasis di Beirut.
PBB berharap memperbarui gencatan senjata setiap dua bulan, dengan tujuan utama untuk menciptakan suasana kondusif dalam mengakhiri perang melalui penyelesaian politik.
Akan tetapi, belum ada upaya untuk memulai dialog serius guna mengakhiri konflik. Sementara rakyat sipil Yaman terus menderita di bawah bencana pangan dan kesehatan terburuk di dunia.
Mary O’ Keefe menulis di situs Organization for World Peace pekan ini bahwa dua pertiga dari semua proyek besar PBB di negara itu terpaksa dikurangi atau bahkan ditutup seluruhnya akibat kekurangan dana.
“Delapan juta orang yang kesusahan juga melihat jatah makanan mereka dipotong setengahnya di awal tahun, dengan pengurangan lebih lanjut akan terjadi,” tulisnya.
Perang telah menghancurkan ekonomi Yaman, dan aktor eksternal yang berfokus pada aktivitas militer juga mengesampingkan krisis ekonomi tersebut.
“Yang memperburuk kondisi adalah krisis ekonomi yang dihadapi negara ini. Ketika makanan tersedia, sering kali sudah tidak terjangkau bagi mereka yang paling membutuhkannya. Menurut Bank Dunia, ekonomi Yaman telah menyusut sekira 8,5 persen pada tahun 2020, dan bertambah dua persen lagi pada tahun 2021.”
“Faktor-faktor ini telah mengakibatkan kenaikan besar-besaran dalam biaya komoditas sehari-hari, dengan harga roti enam kali lipat lebih mahal dari biasanya. Bahkan kalaupun makanan tersedia, itu masih di luar jangkauan banyak warga Yaman,” tulis O’Keefe.
Kelompok-kelompok yang bertikai berikut pendukung eksternalnya saling menyalahkan satu sama lain atas kondisi kemanusiaan yang memburuk di Yaman.
Gencatan senjata telah membuat penerbangan komersial dari ibu kota Sanaa, yang dikendalikan oleh milisi syiah Houthi, bisa berlangsung kembali, serta pengiriman bahan bakar melalui Pelabuhan Hudayda ke daerah Yaman yang dikuasai Houthi, juga mengalir lebih banyak. Akan tetapi, milisi Houthi yang didukung Iran, tidak mau terlibat dalam proses politik yang serius kecuali semua pembatasan dicabut.
Sementara itu, pemerintah yang diakui secara internasional menuduh Houthi menggunakan gencatan senjata untuk melakukan konsolidasi dan tidak ingin mengakhiri konflik yang membawa kesulitan yang panjang bagi rakyat Yaman.
Pada akhir bulan lalu, 15 kelompok HAM mendesak Houthi untuk segera membuka jalan vital di sekitar Taiz, kota terbesar ketiga Yaman, dan memulihkan kebebasan bergerak bagi semua warga sipil untuk mencegah kerusakan lebih lanjut dari krisis kemanusiaan yang sudah parah di Taiz. Akan tetapi, hingga sekarang Houthi tetap bersikeras bergeming atas kondisi tersebut. (Ahram Online)
Berikan Infaq terbaik Anda. Klik di sini.