Belasan Warga Uyghur di Guma Meninggal Akibat Keracunan Disinfektan
4 October 2022, 04:17.
TURKISTAN TIMUR (RFA) – Sedikitnya 13 warga Uyghur meninggal akibat keracunan disinfektan yang disemprotkan di rumah mereka pekan lalu, yang digunakan rezim komunis untuk “mengekang” penyebaran virus corona di sebuah daerah di Xinjiang, kata penduduk dan pejabat setempat.
Warga Uyghur yang meninggal semuanya adalah penduduk daerah Guma (dalam bahasa Cina, Pishan), prefektur Hotan (Hetian). Disinyalir mereka termasuk di antara ribuan orang di Turkistan Timur (Xinjiang) yang dilaporkan telah diracuni disinfektan, menurut komentar online di media sosial.
Banyak video yang dibagikan secara online menunjukkan, pihak berwenang menyemprot dinding bagian dalam, furnitur, tempat tidur, serta isi lemari es di rumah-rumah warga di wilayah tersebut. Mereka mengatakan, pesawat penyemprot juga sering mengudara sejak kebijakan lockdown diterapkan.
Radio Free Asia (RFA) mengonfirmasikan bahwa sedikitnya 12 belas orang dari sebuah desa di kabupaten itu telah meninggal akibat keracunan disinfektan Covid.
“Saya diberitahu, jumlahnya sekira 12 atau 13 [yang meninggal],” kata seorang pejabat lokal yang bertanggung jawab mengawasi 10 RT di sebuah desa di kabupaten Guma. “Itu terjadi pada 20 September,” lanjutnya.
Pejabat itu, yang menolak disebutkan namanya, mengatakan kepada RFA bahwa seorang warga bernama Ibrahim dari desa itu meninggal akibat keracunan disinfektan. Dia mengatakan salah satu kerabatnya sendiri, istri dari salah satu sepupunya, juga telah meninggal.
“Namanya Atihan. Dia adalah seorang ibu rumah tangga berusia antara 45 dan 50 tahun,” terangnya. Lima orang dari keluarga Uyghur lainnya kehilangan nyawa mereka setelah penyemprotan berat, kata pejabat itu.
“Seorang wanita bernama Atahaji meninggal bersama putrinya, dua cucu dan satu menantu,” jelasnya.
“Pemerintah menyemprotkan disinfektan di atap dan di pekarangan setiap rumah. Akibatnya, semua warga pingsan, dan tidak ada seorang pun dari pemerintah yang membawa mereka ke rumah sakit,” kata seorang warga Uyghur dari daerah yang terkena dampak di Guma.
Pria itu, yang meminta namanya dirahasiakan untuk alasan keamanan, mengatakan bahwa polisi menahan putranya yang berusia 24 tahun karena dia menolak membiarkan pihak berwenang masuk ke dalam rumah mereka untuk melakukan penyemprotan.
“Inilah yang dialami masyarakat,” sebut pria itu. “Tidak ada yang bisa dimakan, dan seluruh komunitas telah dilumpuhkan oleh [pihak berwenang] yang menyemprotkan apa yang disebut disinfektan. Kami semua tidak tahu apa yang akan terjadi besok ketika kami bangun.”
Penyemprotan dari Udara
Operator hotline layanan informasi di Hotan tidak menyangkal akan kematian akibat semprotan disinfektan, tetapi menyarankan RFA untuk menghubungi Pusat Komando Epidemi untuk info lebih terperinci.
Seorang staf dari pusat tersebut mengonfirmasikan bahwa ada insiden warga Uyghur yang sakit karena keracunan disinfektan di rumah sakit setempat. Akan tetapi, ketika ditanya tentang jumlah korban tewas akibat keracunan, dia dengan marah menjawab, “Jangan ajukan pertanyaan seperti itu.”
RFA kemudian berbicara dengan staf lain di pusat tersebut yang mengatakan dia harus memeriksa dengan supervisor sebelum memberikan info lengkapnya, tetapi kemudian mengonfirmasikan bahwa insiden keracunan benar terjadi di daerah Guma.
Sementara staf ketiga menyarankan RFA pergi ke Kantor Layanan Informasi pusat untuk mengetahui jumlah penduduk yang meninggal akibat penyemprotan.
Warga Guma lainnya menyalahkan kematian tersebut akibat semprotan disinfektan udara dengan pesawat selama sembilan hari sebelumnya di Hotan. Sementara warga Hotan kedua mengatakan, pesawat terbang di atas daerah itu sejak lockdown dimulai.
Memet Imin, seorang peneliti medis Uyghur yang berbasis di New York, mengatakan bahwa ada berbagai jenis disinfektan yang digunakan saat ini, meskipun tidak jelas jenis disinfektan apa yang digunakan otoritas di Guma.
“Ada penelitian bahwa penggunaan disinfektan COVID-19 yang berlebihan dan dalam jangka panjang dapat berbahaya bagi kesehatan,” terangnya. “Banyak penelitian ilmiah telah dilakukan mengenai hal ini.”
“Oleh karena itu, bila konsentrasi beberapa disinfektan sudah melebihi batas tertentu, dapat menyebabkan beberapa luka pada kulit, mata, saluran pernapasan, sistem saraf dan saluran pencernaan, bahkan dalam beberapa kasus dapat menyebabkan penyakit serius,” lanjutnya.
Beberapa wilayah Xinjiang telah diberlakukan lockdown ketat sejak awal Agustus di bawah kebijakan “nol Covid” Cina, yang memaksa warga Uyghur untuk bergantung kepada pejabat lokal dalam mendapat bantuan makanan maupun obat-obatan. RFA sebelumnya telah melaporkan kematian akibat kelaparan atau kurangnya akses ke obat-obatan di Ghulja.
Kebijakan lockdown yang berlebihan itu memperburuk kondisi warga Uyghur dan minoritas Turki lainnya di Xinjiang, yang telah menjadi sasaran tindak kekerasan oleh otoritas Cina sejak tahun 2017. Termasuk penahanan massal di kamp-kamp konsentrasi serta berbagai pelanggaran hak asasi manusia yang serius.
Sebuah laporan yang dikeluarkan pada akhir Agustus oleh Kantor Komisaris Tinggi HAM PBB mengatakan, penindasan di Xinjiang “dapat digolongkan sebagai kejahatan internasional, khususnya kejahatan terhadap kemanusiaan.” (RFA)
Berikan Infaq terbaik Anda. Klik di sini.