Jelang Kongres Partai Komunis Cina, Larangan Perjalanan Diberlakukan di Wilayah Xinjiang
6 October 2022, 19:55.

Warga Uyghur mengenakan masker wajah saat mereka berjalan di sepanjang jalan Aksu di wilayah Xinjiang barat laut Cina, 18 Maret 2021. Foto: Associated Press
TURKISTAN TIMUR (RFA) – Rezim komunis Cina telah memberlakukan larangan perjalanan di wilayah Xinjiang untuk lebih mencegah penyebaran wabah virus Covid, yang diumumkan pada hari Selasa (4/10/2022), hanya beberapa pekan menjelang pertemuan para petinggi rezim di Beijing akhir bulan ini.
Di bawah aturan tersebut, warga tidak dapat meninggalkan Xinjiang kecuali bila benar-benar diperlukan. Kereta api dan bus yang ditujukan untuk ke luar wilayah tersebut berhenti beroperasi, dan jumlah penerbangan berkurang secara drastis. Orang-orang juga tidak diperbolehkan mengemudikan kendaraannya sendiri ke luar Xinjiang.
Larangan itu muncul setelah diberlakukannya kebijakan lockdown ketat di Xinjiang dari awal Agustus hingga September, yang membuat warga Uyghur dan minoritas Turki lainnya tak bisa mengakses makanan dan obat-obatan. Sejumlah warga dilaporkan meninggal karena kelaparan maupun penyakit yang tidak terobati.
“Pihak berwenang sekarang akan menekan momentum penyebaran wabah sesegera mungkin dan menciptakan lingkungan yang kondusif bagi keberhasilan penyelenggaraan Kongres Nasional ke-20 Partai Komunis Cina (PKC),” klaim Liu Sushe, wakil ketua pemerintah Xinjiang, pada konferensi pers hari Selasa (4/10/2022).
Kongres tersebut adalah pertemuan politik utama yang diadakan setiap lima tahun di Beijing untuk menentukan kepemimpinan dan kebijakan Cina di masa depan. Tahun ini, kongres akan dimulai pada tanggal 16 Oktober. Selama pertemuan itu, Presiden Xi Jinping diyakini akan mendapat jabatan periode ketiga yang belum pernah terjadi sebelumnya.
‘Kontrol yang Sangat Ketat’
Banyak penduduk Xinjiang menyatakan kemarahannya atas pembatasan perjalanan tersebut; terlebih setelah lockdown ketat yang telah menghalangi mereka untuk mendapat makanan dan obat-obatan, hingga menyebabkan sejumlah kematian.
“Orang-orang di Yining, Kuerle, dan Shihezi telah di-lockdown selama lebih dari 60 hari, dan apakah mereka [pejabat] telah meminta maaf?” tanya salah satu warganet di media sosial Cina.
Tak hanya itu, warga Uyghur di beberapa daerah yang di-lockdown telah menjadi sasaran penyemprotan disinfektan di dalam dan di luar rumah mereka, yang membuat beberapa orang sakit, bahkan kehilangan nyawa.
Campaign for Uyghurs (CFU) yang berbasis di Washington, DC menyatakan keprihatinan atas lockdown total di Turkistan Timur (sebutan mereka untuk Xinjiang) dan larangan perjalanan di wilayah tersebut.
“Pembatasan baru yang diberlakukan oleh PKC terhadap warga Uyghur di Turkistan Timur hanya akan memenuhi ambisi rezim untuk menghancurkan Uyghur dan warga etnis Turki,” sebut Rushan Abbas, direktur eksekutif CFU pada hari Rabu (5/10/2022).
“Cina harus mengizinkan penyelidikan independen dan menghentikan penguncian otoriter mereka yang telah membuat orang-orang Uyghur kehilangan nyawa.”
Penguncian seluruh wilayah bukanlah tindakan yang proporsional, kata Dolkun Isa, presiden World Uyghur Congress (WUC) yang berbasis di Jerman.
“Pembatasan ini bertepatan dengan meningkatnya tekanan dan pengawasan internasional terhadap Cina, khususnya di PBB, di mana semakin banyak pemerintah mengambil sikap tegas terhadap genosida Cina kepada Uyghur dan laporan baru-baru ini oleh OHCHR [Kantor Komisaris Tinggi untuk HAM PBB], yang telah membuat Beijing semakin cemas,” jelasnya.
Laporan yang dikeluarkan pada akhir Agustus oleh OHCHR mengatakan, penindasan rezim komunis Cina di Turkistan Timur dapat digolongkan sebagai kejahatan internasional, khususnya kejahatan terhadap kemanusiaan.
“Lockdown baru-baru ini mungkin juga merupakan upaya bagi rezim Cina agar memiliki kontrol yang sangat ketat terhadap penduduk Uyghur menjelang Kongres Partai PKC,” kata Isa. (RFA)
Berikan Infaq terbaik Anda. Klik di sini.