Pria Uyghur di Amerika Serikat Tuntut Cina Bebaskan Adik Perempuannya yang Ditahan di Xinjiang

27 January 2023, 19:07.
Sejumlah warga berbaris di kamp konsentrasi rezim komunis Cina di Kota Artux, Xinjiang, 3 Desember 2018. (VOA)

Sejumlah warga berbaris di kamp konsentrasi rezim komunis Cina di Kota Artux, Xinjiang, 3 Desember 2018. (AP via VOA)

(Radio Free Asia) – Seorang pria Uyghur yang menjadi insinyur di Amerika Serikat (AS) meminta rezim komunis Cina agar membebaskan adik perempuannya. Adiknya itu, Kamile Wayit (19), telah ditahan sejak Desember 2022. Sebabnya, ia memposting video di media sosial yang berkaitan dengan demonstrasi “kertas putih“ pada bulan November.

“Adikku, Kamile Wayit, yang berusia 19 tahun telah ditahan bulan lalu, pada 12 Desember,” kata Kewser Wayit, sang kakak, dalam video pendek di akun Twitter-nya pada 22 Januari.

“Dia adalah mahasiswa baru di perguruan tinggi jurusan pendidikan prasekolah di sebuah universitas di Provinsi Hebei, Cina. Namun, ketika dia pulang untuk liburan musim dingin, dia ditahan oleh polisi kota Artush,” katanya, sambil menggambarkan bahwa adiknya itu seorang perempuan yang peduli, berani, dan pintar.

“Dia tidak bersalah dan tidak melakukan kejahatan. Saya menuntut pihak berwenang Cina untuk segera membebaskannya dan membiarkan dia berbicara kepada saya,” katanya. “Saya tidak akan berhenti (menyampaikan tuntutan) sampai dia bebas.”

Kamile Wayit ditahan oleh aparat bersama puluhan anak muda di berbagai penjuru negeri Cina karena ikut dalam protes “kertas putih” pada akhir November 2022. Aksi protes dipicu oleh kebakaran fatal sebuah gedung apartemen di ibu kota Xinjiang, Urumqi. Saat itu demonstran memprotes kebijakan lockdown, pengawasan massal, dan kebijakan zero-Covid. Para pengunjuk rasa memegang lembaran kosong kertas ukuran A4 dan meminta Presiden Xi Jinping untuk mundur dan menyerukan pemilihan umum.

“Saya tidak tahu alasan penahanannya, tetapi bisa jadi karena salah satu postingannya di WeChat,” kata Kewser kepada Radio Free Asia dalam sebuah wawancara.

“Ketika terjadi protes di Cina setelah kebakaran Urumqi, dia mempostingnya. Kemudian polisi menelepon ayah saya terkait itu. Jadi, itu bisa terkait dengan postingannya atau bisa terkait dengan saya yang berada di luar negeri.”

Menderita

Kewser Wayit menggambarkan Kamile sebagai “sangat dewasa dan bijaksana”, meskipun usianya masih muda. Itulah contoh anak muda yang berasal dari pendidikan tradisional Uyghur dalam keluarga yang berpendidikan dan berbudaya.

“Dia telah membaca banyak buku tentang sejarah kami, tradisi kami, tentang budaya, agama, dan banyak hal lain yang tidak dapat dia lupakan,” kata Kewser.

“Apa yang coba dilakukan Cina sekarang, asimilasi paksa dan menghapus budaya kami, agama kami, benar-benar tidak sesuai dengan lingkungan tempat dia (dibesarkan).”

“Dia tidak melihat dirinya cocok di tempat ini, setelah melihat begitu banyak temannya berubah selama lima atau enam tahun terakhir.”

Kewser mengisahkan bahwa Kamile sangat menderita saat tinggal sendirian di asrama SMA Urumqi, sementara ayah tercintanya ditahan di kamp konsentrasi antara tahun 2017 dan 2019.

“Dia mengalami trauma dan depresi dalam dua tahun itu, terutama karena dia sendirian. Saya mengetahui bahwa hari-harinya sangat sulit, bahkan tidak bisa tidur di malam hari. Dia mengalami mimpi buruk dan tetap tidak stabil sampai hari ini.”

“Tetapi, karena dia masih sangat muda, seperti empat atau lima tahun, dia banyak berbicara dan akan menceritakan banyak hal kepada kami.”

Keluarga Menghilang

Kewser Wayit mengatakan banyak keluarga lain di kampung halamannya di Artush yang “diambil atau diculik” oleh aparat. Hal itu pernah diceritakan oleh sepupunya, Zulpikar Qudret, seorang mahasiswa ilmu komputer Universitas Jiaotong Shanghai. Sepupunya ini juga telah “hilang” ketika liburan musim panas 2022 karena “menggunakan perangkat lunak berita asing”. Hingga kini, dia masih di dalam tahanan.

Kadang Kewser seperti tidak ingin memikirkan apa yang dialami adik dan sepupunya di tahanan.

“Saya membayangkan apa yang telah dia alami selama 50 hari terakhir. Karena jika dia menjalani interogasi, Anda tahu, apa pun yang mereka lakukan dalam tahanan, itu menyakiti perasaan saya,” katanya.

Namun, Kewser mengatakan tidak akan tinggal diam.

“Saya telah diam selama hampir dua tahun, sementara orang-orang di sekitar saya juga kehilangan kerabatnya, dan kami tidak tahu harus berbuat apa. Barangkali jika saya berbicara, maka ibu atau saudara-sauara saya akan ditahan. Mereka (aparat) memang memasukkan ketakutan ke dalam diri kami untuk menghentikan kami berbicara.”

Menurut Kewser, kediktatoran selalu mengembangkan rasa takut. Orang-orang (Uyghur) di luar negeri pun diteror ketakutan karena rezim komunis Cina terus berupaya “mengekspor penindasan” jauh melampaui perbatasannya.

“Ini akan menjadi saat yang tepat untuk angkat bicara, karena Cina takut akan reputasi mereka dan mereka takut kepada kami para aktivis,” pungkasnya. (Radio Free Asia)

Update Kabar Al-Aqsha dan Palestina via Twitter @sahabatalaqsha
Berikan Infaq terbaik Anda. Klik di sini.


Posting ini berada dalam kategori : Kabar Al-Aqsha & Palestina

« Penjajah Zionis ‘Israel’ Bunuh Sembilan Warga Palestina di Jenin
Rezim Komunis Cina Jatuhkan Hukuman Penjara 20 Tahun untuk Wanita Uyghur yang Pernah Dukung Propagandanya »