Kunjungi Rakhine, Perwakilan Muhajirin Rohingya: “Bukan Kamp, Kami Ingin Kembali ke Rumah Asal” 

11 May 2023, 10:07.

Muhajirin Rohingya dan pejabat pemerintah Bangladesh meninjau hunian sementara yang dibangun di Maungdaw, Rakhine, yang dibangun oleh pemerintah Myanmar untuk repatriasi para Muhajirin, 5 Mei 2023. Foto: Milik anggota delegasi Rohingya.

BANGLADESH (RFA) – Para Muhajirin Rohingya menegaskan bahwa mereka tidak akan kembali ke Myanmar tanpa diberi hak kewarganegaraan, pengakuan identitas Rohingya mereka, dan jaminan bahwa mereka dapat bermukim kembali di desa asal mereka.  

Hal itu disampaikan perwakilan Muhajirin dari kamp pengungsian Bangladesh yang dibawa ke negara bagian Rakhine, Myanmar, pada Jumat (5/5/2023) untuk melihat persiapan proyek repatriasi. 

Dua puluh Muhajirin Rohingya dan tujuh pejabat pemerintah Bangladesh melakukan perjalanan ke Kota Maungdaw di Rakhine utara, di mana junta Burma mengundang mereka untuk memeriksa persiapan dalam proyek memulangkan sebagian kecil dari 1 juta Muhajirin Rohingya yang berlindung di Bangladesh.  

Delegasi tersebut naik perahu pada pagi hari untuk menyeberangi Sungai Naf yang memisahkan distrik Cox’s Bazar di Bangladesh dengan Rakhine, dan kembali pada Jumat malam.  

Mereka sampai di Maungdaw sekira pukul 10 pagi dan mengunjungi kawasan Nagpura, Baulibazar, dan Kazirbil, di mana otoritas Myanmar telah membangun kamp darurat untuk menampung kembali Muhajirin yang dipulangkan ketika proyek ini dijalankan nanti.  

Beberapa delegasi Rohingya menyatakan keprihatinan tentang hunian sementara itu, yang berupa kamp-kamp yang dijaga oleh pasukan keamanan Myanmar.  

“Setelah bertahun-tahun, kami mendapat kesempatan untuk melihat tanah air kami. Kami mengunjungi Myanmar dan kami melihat kamp-kamp baru di sana,” kata Mohammad Selim.  

“Kami bertanya kepada mereka–mengapa kamp dan untuk siapa? Mereka menjawab itu untuk kami.”  

Selim mengatakan, Muhajirin Rohingya hanya ingin kembali ke rumah asal mereka, dan menambahkan bahwa kamp itu tidak akan menjadi tempat yang aman bagi mereka. 

“Kami bertanya kepada mereka, apa yang akan terjadi kepada kami jika kami tidak mendapatkan kewarganegaraan atau jika keselamatan kami tidak terjamin. Mereka menjawab, kami harus ambil kartu verifikasi nasional,” ujarnya.  

“Jika kami menerima kartu itu, itu berarti kami adalah tamu, padahal kami adalah tuan rumah, bukan tamu.”  

Dia menambahkan, jika etnis Rohingya tidak diberi kewarganegaraan, mereka tidak akan bisa memiliki tanah di Myanmar.  

“Kami telah menuntut agar mereka mengembalikan rumah dan tanah kami. Kami akan membangun rumah kami sendiri di tanah kami–jika kami tidak diberi kewarganegaraan dan rumah kami kembali, kami tidak akan mau dipulangkan,” tegasnya. 

Muhajirin Rohingya lainnya, Abu Sufian, menggemakan keprihatinan serupa.  

“Kami mengunjungi banyak desa di Maungdaw. Pemerintah Myanmar membangun banyak kamp pengungsian di desa-desa. Dalam keadaan seperti ini, saya tidak melihat keinginan untuk kembali ke sana,” sebutnya.   

Dewan militer Myanmar mengumumkan bahwa 750 bidang tanah di 15 desa di bagian utara kota Maungdaw telah disiapkan untuk repatriasi Rohingya.  

Diumumkan pula bahwa para Muhajirin yang kembali, akan diperiksa dan diterima sebelum ditempatkan sementara di kamp pengungsian selama dua bulan.  

Subia Khatun, saksi hidup lainnya atas pembantaian kejam militer tahun 2017, mengatakan bahwa dia mengunjungi desa lamanya.  

“Desa hijau saya telah diubah menjadi kamp yang dikelilingi benteng. Saya merasa tidak senang melihat rumah-rumah darurat. Kami tidak akan pergi ke kamp ini–kami ingin tinggal di desa kami,” ujar Khatun. (RFA)

Update Kabar Al-Aqsha dan Palestina via Twitter @sahabatalaqsha
Berikan Infaq terbaik Anda. Klik di sini.


Posting ini berada dalam kategori : Kabar Al-Aqsha & Palestina

« Sejak 2001, Sedikitnya 20 Wartawan Dibunuh Serdadu ‘Israel’ Tanpa Pertanggungjawaban
VIDEO – Disekap Rezim Komunis Cina, Anak-anak Uyghur Jadi Korban Cuci Otak   »