Muhajirin Rohingya Tak Ingin Tertipu Iming-iming Manis Junta Militer Bengis
6 September 2023, 19:13.

Muhajirin Rohingya berkumpul dalam unjuk rasa memperingati 6 tahun hari genosida, di Ukhia, Bangladesh, pada 25 Agustus 2023. Foto: Tanbir Miraj/AFP
BANGLADESH (RFA) – Junta Myanmar telah “berjanji” untuk membangun 20 desa sebagai bagian dari rencana memulangkan ribuan muhajirin Rohingya yang menyelamatkan diri dari genosida di tanah airnya dengan pergi ke Bangladesh.
Namun, para muhajirin mengatakan mereka tidak memercayai rezim tersebut dan tidak akan menerima tawaran itu.
Selasa (5/9/2023), Menteri Persatuan Myanmar, Ko Ko Hlaing mengatakan kepada media milik pemerintah bahwa 7.000 warga Rohingya akan dipulangkan dari kamp pengungsian Bangladesh pada akhir musim penghujan bulan depan.
Dia mengatakan, 20 desa baru akan dibangun untuk warga Rohingya dan 1.000 rumah telah dibuka untuk mereka yang kembali.
Ia juga mengklaim bahwa Cina dan “anggota komunitas internasional lainnya” telah setuju untuk memberikan bantuan dalam membangun rumah tambahan.
Komentar tersebut muncul beberapa hari setelah junta militer mengundang beberapa kedutaan asing–termasuk Bangladesh, Thailand, dan Sri Lanka–untuk mengkaji rencana penerimaan muhajirin Rohingya kembali ke Myanmar.
Meski junta tampaknya menggelar karpet merah untuk Rohingya, para penghuni kamp di Bangladesh mengatakan mereka yakin tawaran tersebut hanyalah sebuah tipuan.
“Mereka melakukannya hanya untuk mengelabui, karena tekanan internasional,” kata Ali Jaina, seorang muhajirin Rohingya yang tinggal di kamp pengungsi Balukhali di Cox’s Bazar. “Mereka telah menunjukkan tipu daya seperti ini sejak kami tiba [di Bangladesh]. Tetapi, belum ada yang kembali.”
“Bagaimana mereka bisa memberi kami kedamaian ketika mereka bahkan tidak bisa berdamai dengan kelompok etnis yang sudah tinggal di sana?” tegasnya.
Sejak merebut kekuasaan melalui kudeta pada Februari 2021, militer Myanmar terlibat dalam konflik dengan banyak pihak, termasuk dengan etnis-etnis yang berada di wilayah terpencil di negara tersebut.
Serdadu militer telah membunuh lebih dari 4.000 warga sipil sejak pengambilalihan kekuasaan, menurut Assistance Association for Political Prisoners yang berbasis di Thailand.
Ali Jaina menolak rencana junta untuk memulangkan muhajirin Rohingya dan menyebutnya sebagai program yang hanya akan memindahkan para muhajirin dari satu kamp ke kamp lainnya.
Ia juga meyakini bahwa mereka yang menerima program tersebut akan menghadapi krisis pangan yang lebih buruk daripada yang mereka alami di Bangladesh, karena adanya pembatasan ketat yang dihadapi oleh kelompok etnis minoritas di Myanmar.
Takkan Kembali Tanpa Jaminan Hak
Muhajirin Rohingya lainnya di Bangladesh mengatakan, mereka hanya akan kembali jika mereka mendapat jaminan kewarganegaraan, akses terhadap pendidikan, kebebasan bergerak, dan hak untuk bermukim kembali di desa asal mereka.
“Jika kami diberikan hal-hal tersebut, kami akan segera kembali,” jelasnya, yang berbicara tanpa mau disebutkan namanya demi keamanan.
“Tidak ada seorang pun yang perlu merencanakan kepulangan kami atau membujuk kami untuk kembali–karena kami akan melakukannya sendiri.”
Nay San Lwin, salah satu pendiri Free Rohingya Coalition, mengatakan bahwa rencana repatriasi junta ini akan gagal karena tidak menjawab permintaan para muhajirin Rohingya.
“Kunci dari proses pemulangan kembali ini adalah memberikan hak kewarganegaraan dan pengakuan etnis kepada warga Rohingya,” ujarnya.
“Tanpa hal ini, tidak ada yang akan kembali. Memindahkan pengungsi dari kamp-kamp di Bangladesh ke kamp-kamp lain di Myanmar tidak akan berhasil.”
Pada tahun 2018 dan 2019, Myanmar dan Bangladesh melakukan dua upaya untuk memulangkan sekira 6.000 muhajirin Rohingya. Namun, karena tidak ada jaminan kewarganegaraan, tidak ada yang menerima tawaran tersebut.
Berdasarkan analisisnya, UNHCR mengatakan pada tanggal 19 Maret bahwa situasi di negara bagian Rakhine belum memungkinkan bagi warga Rohingya untuk kembali ke rumah mereka dalam waktu dekat. (RFA)
Berikan Infaq terbaik Anda. Klik di sini.