Berpindah-pindah, Warga Uyghur Ungkap Ketatnya Pengawasan Rezim Komunis hingga ke Luar Negeri
19 September 2023, 09:40.

Ersin Erkinuly adalah seorang etnis Kazakh dari Xinjiang yang melarikan diri dari Tiongkok karena takut dia akan dimasukkan ke dalam “kamp pendidikan ulang”.
POLANDIA (rferl.org) – Erkinuly, 25 tahun, tidak bisa terus tinggal di rumah orang tuanya karena penindasan dan ancaman akan dikirim ke “kamp pendidikan ulang” Cina.
Namun, dia juga tidak bisa tinggal di tanah air leluhurnya di Kazakhstan, karena tangan panjang rezim komunis Cina telah menjangkau negara itu. Oleh karena itu, dia memutuskan berangkat ke Eropa.
“Kelihatannya sulit dipercaya, tetapi ini benar adanya,” ia memulai kisah petualangannya melalui telepon dari kamp pengungsian di Warsawa, Polandia.
Erkinuly mengatakan, keinginan untuk meninggalkan rumah dimulai dari pengawasan yang ketat dari aparat rezim komunis selama bulan Ramadhan.
“Apakah tidak dibolehkan juga untuk berpuasa di bulan Ramadhan?” pikir Erkinuly, “Cina mulai memberlakukan pembatasan ketat terhadap orang-orang mukmin.”
Pihak berwenang pernah bertanya kepada orang tuanya apakah mereka menikah sesuai adat istiadat Islam, apakah anak-anak mereka melaksanakan salat, dan mempertanyakan tempat-tempat apa saja yang pernah mereka kunjungi.
Jawaban “ya” terhadap pertanyaan-pertanyaan tersebut dapat mengakibatkan mereka dianggap sebagai “ekstremis” yang akan menyeret mereka ke kamp konsentrasi Cina.
Pada tahun 2018, penindasan Tiongkok terhadap masyarakat Muslim di Xinjiang mulai dilakukan terang-terangan. Siapa pun yang dianggap mencurigakan, termasuk mereka yang bepergian ke luar negeri, akan langsung dikirim ke “kamp pendidikan ulang”.
Muak dengan penindasan itu, Erkinuly memutuskan untuk meninggalkan Tiongkok. Dia sangat ingin mewujudkan impian lamanya untuk melihat tanah air leluhurnya, Kazakhstan, sehingga dia pergi ke ibu kota Provinsi Xinjiang, Urumqi, dan mendapatkan visa tiga tahun.
“Semua tindakan saya pasti terkesan mencurigakan. ‘Kenapa kamu pergi ke sana?’ [aparat] bertanya lagi dan lagi. Saya berbohong bahwa saya akan kembali dalam tiga bulan dan secara sukarela pergi ke ‘kamp pendidikan ulang’.”
Orang tuanya enggan melepaskannya. Dia juga berpikir, mengucapkan selamat tinggal kepada mereka akan sangat sulit. Jadi, tanpa pamit, dia berangkat ke Khorgos, sebuah kota di perbatasan Cina-Kazakh, jauh di utara Almaty.
Kekecewaan di Tanah Air Leluhur
“Ketika saya tiba di Sarkand, sebuah kota dekat Almaty, orang-orang yang sudah berjanji akan bertemu tidak mau mengangkat telepon,” kenang Erkinuly.
“Jadi, saya tinggal di hostel, namun pemiliknya memberi tahu Komite Keamanan Nasional (KNB) tentang saya, mengatakan bahwa saya datang dari Cina. Petugas komite pun datang hari itu juga.”
Pada hari pertamanya di Kazakhstan itulah dia menyadari bahwa dirinya tidak bebas dari pengawasan.
“Saya menghabiskan waktu satu jam untuk memberi tahu [petugas KNB] tentang situasi politik di Xinjiang. Saya memberi tahu mereka bahwa situasinya rumit, dan mereka terus menghubungi saya setiap hari,” ujarnya.
Setelah panggilan terus-menerus tersebut, dia mengatakan bahwa Kazakhstan seolah-olah ikut mendukung kebijakan genosida Cina. Penolakan status pengungsi kepada beberapa orang yang ia kenal merupakan konfirmasi atas hal itu.
Lolos dari Perang Ukraina
Erkinuly membeli tiket rute Almaty-Istanbul-Paris dengan rencana untuk mengajukan status pengungsi di Prancis. Namun, dia ditahan oleh polisi perbatasan Turkiye di Istanbul.
Sejak saat itu, Erkinuly mulai melakukan perjalanan secara legal dan ilegal melalui negara-negara Eropa untuk mencoba mencapai Jerman sebagai tujuannya. Dari Turkiye dia terbang ke Serbia dan kemudian sampai di Ukraina.
Erkinuly masih berada di Ukraina ketika Rusia melancarkan invasi besar-besaran pada 24 Februari 2022. Dia ikut menyaksikan beberapa ledakan. Dia ingin keluar dari Ukraina, jadi dia membeli tiket kembali ke Turkiye dan bermalam di bandara Turkiye.
Dia mengatakan ketika dia bangun keesokan paginya, paspor dan tiket pesawatnya hilang. Pihak berwenang Turkiye kemudian menerbangkan Erkinuly kembali ke Ukraina.
Harapannya untuk bisa sampai ke Jerman secara legal sepertinya pupus. Dia memutuskan untuk mencoba melintasi perbatasan secara ilegal, dengan harapan bisa pergi ke Polandia, kemudian ke Jerman.
Erkinuly mengatakan hanya ada sedikit [penjaga] di perbatasan Ukraina dengan Polandia dan Slovakia. Ia hendak melarikan diri melewati perbatasan pada malam hari, menyusuri jalan dekat pedesaan.
“Saya mendengar serigala dan rubah berkeliaran. Saya sangat takut sendirian berada dalam kegelapan ketika itu. Kemudian, saya membayar sopir taksi $50 dan dia mengantarkan saya satu kilometer menuju perbatasan. Namun, penjaga perbatasan menangkap saya [ketika saya semakin dekat ke perbatasan],” ujarnya.

Erkinuly di Ukraina, November 2021
Pengadilan Ukraina memutuskan untuk mendeportasi Erkinuly kembali ke Cina. Dia diharuskan membeli tiket, namun tidak punya cukup uang sehingga mereka menempatkannya di pusat penahanan.
“Di pusat penahanan, mereka mengizinkan kami berbicara melalui telepon selama dua jam setiap hari. Dari sana saya menelepon perwakilan organisasi Ata-Zhurt di Kazakhstan [didirikan oleh etnis Kazakh dari Xinjiang yang sudah pindah ke Kazakhstan],” katanya.
“Saya mengatakan kepada mereka bahwa saya akan dideportasi ke Cina pada tahun tersebut. Kemudian saya memberi tahu organisasi-organisasi di Amerika dan negara-negara Barat mengenai situasi saya. Ukraina tidak dapat mendeportasi saya karena negara-negara lain menghubungi saya.”
Erkinuly percaya bahwa dengan menghindari deportasi ke Tiongkok, dia dapat terhindar dari bahaya besar, termasuk ancaman pembunuhan. Namun, petualangannya masih jauh dari selesai.
Musim dingin lalu, Erkinuly melintasi perbatasan Polandia bersama jutaan warga Ukraina lainnya yang melarikan diri setelah invasi Rusia. Dia kemudian berhasil mencapai Jerman, negara yang sudah lama dia idamkan, di mana menurutnya, dia bisa hidup bebas tanpa tekanan.
“Namun, ada undang-undang di negara-negara Uni Eropa yang menyatakan bahwa negara tempat Anda pertama kali mendaftar sebagai pengungsi harus memutuskan apakah akan memberi Anda status pengungsi atau tidak,” jelasnya.
“Pertama kali saya memasuki Polandia, saya telah memberikan sidik jari saya [untuk didaftarkan]. Dan harapan saya [untuk tinggal di sana] hilang ketika saya melihat orang-orang dari Uzbekistan, Chechnya, dan Afrika telah menunggu tujuh atau delapan tahun hanya untuk mendapatkan suaka, bahkan beberapa dari mereka dikirim Polandia kembali [ke negara asalnya].”

Erkinuly bekerja di sebuah restoran di Madrid, Oktober 2022
Jadi, ketika Erkinuly meminta status pengungsi di Jerman, mereka mengembalikannya ke Polandia. Ia lalu melancong ke negara lain, seperti Italia, Spanyol, Portugal, dan Prancis dan bertahan hidup dengan bekerja di kafe atau tempat makan, meski tanpa memiliki status hukum.
Ia mengatakan, banyaknya pengungsi di negara-negara ini membuat polisi tidak bisa atau tidak mau memeriksa para pekerja ilegal. “Itulah sebabnya saya mudah berpindah dari satu negara ke negara lain hingga kembali lagi ke Jerman.
Sampai suatu hari dia berada di bus internasional di Jerman dan ditahan oleh polisi karena “melintasi perbatasan secara ilegal”.
Jerman mengirim Erkinuly ke Polandia, di mana status pengungsinya akan ditentukan. Dia sempat melarikan diri dan berakhir di Malmo, Swedia, di mana dia ditahan dan dikembalikan lagi ke Polandia.
‘Setuju Kembali Secara Sukarela ke Tiongkok’
Perjalanan Erkinuly setelah mengembara tanpa dokumen di beberapa negara Uni Eropa berakhir di Warsawa, di mana ia kini tinggal di kamp pengungsian setelah sebelumnya menghabiskan enam bulan penjara karena berulang kali melanggar undang-undang perbatasan.
Keputusan pengadilan Polandia untuk mendeportasinya ke Cina tetap berlaku. Keputusan tersebut juga menyatakan bahwa Erkinuly “setuju untuk kembali secara sukarela ke Tiongkok,” yang menurutnya tidak benar.
“Saya diizinkan mengajukan banding atas keputusan Departemen Migrasi yang menolak status pengungsi saya dalam waktu 14 hari. Saya telah mengajukan banding dan ini adalah harapan terakhir saya. Jika ditolak lagi, saya akan dikirim kembali ke Tiongkok berdasarkan keputusan pengadilan,” jelas Erkinuly.

Erkinuly di balik jeruji besi di Lutsk setelah ditahan oleh penjaga perbatasan Ukraina, Oktober 2021
Dia mengatakan bahwa hak asasinya tidak dilindungi di Polandia. Para pejabat sepertinya menyimpan berbagai alasan untuk menolak permintaan suakanya. Erkinuly kini menaruh harapannya pada dukungan organisasi HAM internasional untuk perjuangannya.
Dia belum berbicara dengan orang tuanya sejak tahun 2021 dan tidak tahu apakah mereka ikut dijebloskan ke dalam kamp-kamp pendidikan ulang atau tidak. Pihak berwenang Tiongkok mengetahui Erkinuly sedang mencari suaka, jadi dia memutuskan kontak dengan para kerabatnya.
“Jika mereka mengetahui ada kerabat yang menerima pesan dari saya, itu akan menjadi masalah bagi mereka,” terangnya. (rferl.org)
Berikan Infaq terbaik Anda. Klik di sini.