Tanpa Alasan, Penjajah Zionis Jadikan Peneliti dan Pengacara HAM Palestina Ini “Tahanan Administratif”

25 March 2024, 18:56.

Omar al-Khatib. Foto: palestine.beehiiv.com

Oleh: Zachary Foster

(palestine.beehiiv.com) – Omar al-Khatib adalah seorang mitra peneliti di The Institute of Development Studies, yang berafiliasi dengan University of Sussex di Brighton, Inggris. Pada tanggal 1 Maret 2024, Omar ditahan oleh serdadu penjajah ‘Israel’. Dia tidak didakwa dengan tuduhan apa pun. Dia tidak diberitahu mengapa dia dibawa ke penjara, atau mengapa penahanannya dapat diperpanjang selamanya.

Rekan-rekan Omar menggambarkannya sebagai sosok yang berempati, penuh semangat, dan brilian. Omar telah dirampas kebebasannya dan kemungkinan besar akan menjadi sasaran dari berbagai bentuk penganiayaan yang tak terhitung jumlahnya, seperti pelecehan, penyerangan, kurungan isolasi, penyiksaan, pelecehan seksual, atau bahkan lebih buruk lagi: setidaknya 7 tawanan Palestina secara misterius telah “tewas” dalam tahanan ‘Israel’ sejak 7 Oktober.

Jadi, mengapa Omar ditahan? Kemungkinan besar, dia akan digunakan sebagai alat tawar-menawar dalam negosiasi tawanan dengan Hamas. Dengan kata lain, dia ditawan atas alasan yang sama seperti ketika Hamas menyandera pemukim ilegal Yahudi ‘Israel’ pada tanggal 7 Oktober lalu, yaitu sebagai alat tawar-menawar dalam pertukaran tawanan.

Namun, setidaknya ada satu perbedaan utama antara tindakan penjajah ‘Israel’ dan Hamas: Hamas menyandera beberapa ratus warga sipil pada tanggal 7 Oktober, sedangkan ‘Israel’ telah menyandera 3.558 warga sipil, dan terus menyandera lebih banyak orang lagi setiap harinya.

Faktanya, 3.558 warga Palestina yang disandera hanya mencakup mereka yang dikenal sebagai “tahanan administratif”, istilah yang digunakan ‘Israel’ untuk menutupi kebijakan penahanannya. [Angka ini tidak termasuk tambahan 5.519 tawanan Palestina lainnya, yang diklasifikasikan sebagai “narapidana keamanan”, “tawanan keamanan”, atau “pejuang yang melanggar hukum”.]

Frasa “tahanan administratif” melambangkan “sanitizing language” atau penggunaan frasa yang bertujuan untuk meredam atau meminimalkan arti atau dampak dari suatu peristiwa yang telah menjadi ciri khas liputan media Barat mengenai perang genosida ‘Israel’ terhadap rakyat Gaza. Contohnya: “Orang-orang Palestina tidak terbunuh, tetapi mereka tampaknya banyak yang mati; mereka tidak diserang, meskipun terjadi banyak ledakan, dan mereka jelas bukan sandera, mereka adalah tahanan administratif.”

Diala Ayesh, seorang pengacara hak asasi manusia Palestina, pada 17 Januari, ‘Israel’ menyekap Diala.

Diala Ayesh. Foto: milik keluarga Diala Ayesh via Al Jazeera

Sama seperti Omar, Diala tidak didakwa dengan tuduhan apa pun, tidak diberitahu mengapa dia dimasukkan ke penjara, dan juga tidak dijelaskan mengapa dia bisa dipenjara selamanya tanpa pernah mendapatkan jawaban tentang apa kesalahan yang dilakukannya.

“Setiap kali saya menangis pada malam hari di tempat tidur… saya mencoba mengingat betapa kuatnya dia,” kata Aseel, saudara perempuannya yang berusia 26 tahun, kepada Al Jazeera

Penculikan Diala tampaknya telah dirancang untuk memaksimalkan jumlah nyawa orang-orang Palestina yang dihancurkan melalui “penahanan administratif”. Hal ini karena Diala sendiri adalah seorang pengacara yang membela hak-hak warga Palestina lainnya yang diculik oleh ‘Israel’. Bahkan, dia tidak hanya membela orang-orang Palestina yang diculik, dia juga melatih pengacara lain tentang bagaimana cara membela para tawanan administratif Palestina di pengadilan militer ‘Israel’. 

Bagi penjajah Zionis ‘Israel’, jika ada lebih sedikit pengacara yang membela para tawanan Palestina, dan lebih sedikit pengacara yang melatih pengacara lain untuk membela para tawanan Palestina, maka akan ada lebih sedikit hambatan untuk menyekap lebih banyak warga Palestina.

Kebijakan ‘Israel’ dalam menculik warga Palestina, tidak mengherankan, telah berlangsung selama beberapa dekade:

Saat ini, ‘Israel’ menyekap tawanan Palestina 3 kali lipat lebih banyak dibandingkan dengan dua dekade terakhir, sebuah kebijakan yang bergantung pada prinsip sederhana. Jika Anda adalah seorang warga ‘Israel’ yang tinggal di Wilayah Palestina yang Terjajah, Anda berhak atas proses hukum yang adil. Akan tetapi, jika Anda adalah seorang warga Palestina yang tinggal di Wilayah Palestina yang Terjajah, Anda tidak berhak atas proses hukum yang adil.

Tidak mengherankan jika kebijakan yang tidak masuk akal ini telah memicu bentuk perlawanan yang paling mendalam dan penuh pengorbanan diri: mogok makan.

Selama beberapa dekade, warga Palestina yang tidak mendapatkan proses hukum yang adil telah menjadi garda terdepan dalam protes mogok makan. 

Pada bulan Mei 2023, Khader Adnan meninggal dunia di sel penjaranya setelah dia melakukan mogok makan sebagai protes atas penahanannya. Adnan telah ditangkap setidaknya 12 kali pada masa lalu dan menghabiskan sekitar delapan tahun di penjara, sebagian besar dalam “penahanan administratif.” Itu adalah kali kelima dan terakhir kalinya dia melakukan mogok makan.

Pada bulan Desember 2021, ‘Israel’ menculik Khalil Awawdeh, seorang ayah empat anak asal Palestina, yang melakukan mogok makan selama enam bulan pada tahun 2022 hingga ‘Israel’ setuju untuk membebaskannya—tanpa mengajukan tuntutan lebih lanjut terhadapnya. (palestine.beehiiv.com)

Update Kabar Al-Aqsha dan Palestina via Twitter @sahabatalaqsha
Berikan Infaq terbaik Anda. Klik di sini.


Posting ini berada dalam kategori : Kabar Al-Aqsha & Palestina

« Penjajah Zionis Rampas 800 Hektare Tanah Palestina di Tepi Barat 
Agresi Penjajah Berlanjut, Bulan Sabit Merah Kehilangan Kontak dengan Tim di RS Al-Amal Gaza »