Benarkah AS Ingin ‘Israel’ Selidiki Tuduhan Penyiksaan terhadap Marwan Barghouti?

29 March 2024, 07:51.

Pemimpin Fatah Palestina, Marwan Barghouti, dikawal oleh serdadu Zionis masuk ke pengadilan Baitul Maqdis, pada 25 Januari 2012. Foto: Marco Longari/AFP

(Middle East Eye) – Pemerintahan Biden dilaporkan telah menyuarakan keprihatinan tentang perlakuan ‘Israel’ terhadap pemimpin Palestina yang dipenjara, Marwan Barghouti.

The Washington Post melaporkan pada hari Rabu (27/3/2024) bahwa Departemen Luar Negeri AS telah menyampaikan tuduhan penyiksaan terhadap Barghouti kepada ‘Israel’, meminta mereka untuk “menyelidiki secara menyeluruh dan transparan tuduhan-tuduhan yang kredibel” dan bahwa para tawanan Palestina harus ditahan dalam “kondisi yang layak dan sesuai dengan hukum internasional”.

Anggota keluarga Barghouti mengklaim sejak serangan yang dipimpin Hamas pada tanggal 7 Oktober di ‘Israel’ selatan dan perang yang terjadi setelahnya di Gaza, dia telah menjadi korban penyiksaan fisik dan psikologis, termasuk ditempatkan dalam kegelapan total di dalam sel isolasi selama 12 hari. Pengacara Barghouti yang dikutip dalam berita di Washington Post mengatakan bahwa Barghouti memiliki beberapa luka memar di tubuhnya. 

Dinas Penjara ‘Israel’ mengatakan kepada Washington Post bahwa mereka “tidak mengetahui apa-apa tentang klaim-klaim ini.”

Berita di Washington Post tersebut muncul tiga hari setelah Arabi21, yang mengutip sumber-sumber yang tidak disebutkan namanya, mengatakan bahwa Amerika Serikat menentang pembebasan Barghouti dari tahanan ‘Israel’ di tengah negosiasi yang sedang berlangsung antara Hamas dan ‘Israel’ untuk mencapai kesepakatan pembebasan sandera. Menurut Arabi21, Amerika Serikat telah mengambil sikap sebagai tanggapan atas permintaan ‘Israel’ untuk tetap memenjarakannya.

Middle East Eye (MEE) telah berupaya beberapa kali menghubungi Gedung Putih dan Departemen Luar Negeri AS untuk memberikan komentar mengenai apakah mereka menentang pembebasan Barghouti atau pembebasan pejabat Palestina lainnya yang dinyatakan bersalah oleh pengadilan ‘Israel’ atas tuduhan membunuh warga ‘Israel’, namun tidak menerima tanggapan hingga berita ini dipublikasikan.

Dua mantan pejabat senior Amerika Serikat yang akrab dengan pemerintahan Biden mengatakan kepada MEE bahwa mereka tidak mengetahui apakah Amerika Serikat menentang pembebasan Barghouti dalam negosiasi sandera atau tidak.

Barghouti adalah salah satu tokoh politik paling populer di Tepi Barat terjajah dan Gaza dan telah digambarkan sebagai Nelson Mandela-nya Palestina. Sebagai mantan pemimpin sayap bersenjata Fatah, dia ditangkap oleh pasukan ‘Israel’ pada tahun 2002 dan dijatuhi hukuman lima hukuman penjara seumur hidup atas lima tuduhan pembunuhan, di antara tuduhan lainnya.

Barghouti, seorang pemimpin utama Intifadhah Kedua, sedang menjalani hukumannya di penjara Megiddo, ‘Israel’, dan bersikeras bahwa dia tidak terlibat dalam serangan-serangan terhadap warga sipil ‘Israel’.

Para analis mengatakan bahwa Barghouti dapat menjadi tokoh pemersatu di antara warga Palestina, menjembatani kesenjangan antara kelompok Islam Hamas dan Fatah, partai nasionalis sekuler yang didirikan oleh Yasser Arafat.

Sudah menjadi rahasia umum di kalangan diplomat Timur Tengah dan pejabat Barat bahwa Hamas ingin membebaskan Barghouti sebagai bagian dari kesepakatan pembebasan sandera dengan ‘Israel’, demikian ungkap para pejabat saat ini dan mantan pejabat kepada MEE.

‘Israel’ meyakini bahwa sekitar 130 sandera masih ditahan oleh Hamas dan kelompok-kelompok bersenjata lainnya di Gaza setelah serangan 7 Oktober yang menewaskan sekitar 1.200 orang dan menyebabkan lebih dari 200 orang dibawa kembali ke Gaza sebagai sandera.

Mendapatkan pembebasan Barghouti akan menjadi sebuah kemenangan besar bagi Hamas, kata para analis, tetapi akan menimbulkan masalah bagi kebijakan lama ‘Israel’ untuk menjaga agar Gaza dan Tepi Barat terjajah tetap terpisah.

Meskipun Barghouti adalah anggota sayap bersenjata Fatah, dia tidak secara langsung menentang keberadaan ‘Israel’, dan pada tahun 2012, ia menyerukan pembentukan negara Palestina di sepanjang perbatasan sebelum perang tahun 1967. 

“Tidak ada seorang pun di kabinet ‘Israel’ yang ingin melihat Otoritas Palestina yang bersatu memerintah Tepi Barat dan Jalur Gaza, terutama dengan sisa-sisa Hamas,” ujar Menachem Klein, mantan penasihat pemerintah ‘Israel’ selama perundingan perdamaian Jenewa, sebelumnya mengatakan kepada MEE.

Bagi Abbas, ia ancaman

Presiden Otoritas Palestina, Mahmoud Abbas, dan “lingkaran dalam”nya juga melihat Barghouti sebagai ancaman terhadap kekuasaan mereka.

“Abbas telah menutup segala pembicaraan mengenai Barghouti sebagai kandidat potensial,” Diana Buttu, mantan negosiator perdamaian Palestina, sebelumnya mengatakan kepada MEE, merujuk pada seruan Amerika Serikat agar Otoritas Palestina mereformasi diri dan beralih dari Abbas, seorang pemimpin berusia delapan puluhan tahun yang masih memegang kekuasaan di Tepi Barat terjajah, yang berkuasa melalui dekrit sejak tahun 2006.

Otoritas Palestina lahir dari perundingan damai Oslo. Kepemimpinannya berasal dari Organisasi Pembebasan Palestina (PLO), yang mengobarkan perjuangan selama puluhan tahun melawan ‘Israel’ dan penjajahannya atas Palestina. Sebagai imbalan atas pemerintahan sendiri yang terbatas di Tepi Barat terjajah dan Gaza, PLO mengakui hak ‘Israel’ untuk eksis dan meninggalkan perlawanan bersenjata.

Otoritas Palestina didominasi oleh Fatah, sebuah partai nasionalis sekuler yang telah menjadi saingan berat Hamas sejak tahun 2006 ketika Hamas memenangkan suara mayoritas di badan legislatif Palestina dan membentuk kabinet. Tak lama setelah itu, pertempuran pun pecah di antara keduanya. Hamas mengonsolidasikan kekuasaannya di Gaza, dan Otoritas Palestina di Tepi Barat terjajah.

Pada awal bulan ini, seorang tokoh senior di PLO mengatakan bahwa Barghouti mengalami “isolasi, penyiksaan, dan upaya-upaya untuk memaksa, mempermalukan, dan memukulinya, yang membahayakan nyawanya.” 

Kepala Komisi Urusan Tawanan dan Mantan Tawanan Palestina juga mengatakan bahwa ‘Israel’ sedang menargetkan Barghouti, dan membahayakan nyawanya dengan tindakan hukuman yang mencakup “pemukulan keras, penghinaan, pelecehan, dan penyitaan Al-Qur’an dari dalam selnya.” 

Barghouti adalah salah satu dari sekitar 9.000 tawanan dan narapidana Palestina yang berada di penjara-penjara ‘Israel’. Sejak 7 Oktober, ‘Israel’ telah melarang Palang Merah dan anggota keluarga untuk mengunjungi para tawanan.

Pembicaraan untuk mencapai kesepakatan pembebasan sandera dan gencatan senjata antara Hamas dan ‘Israel’ dimediasi oleh Qatar, Mesir dan Amerika Serikat, namun terhenti. Sejak perang di Gaza pecah, lebih dari 32.000 orang telah terbunuh, dengan sebagian besar dari mereka adalah wanita dan anak-anak. (Middle East Eye)

Update Kabar Al-Aqsha dan Palestina via Twitter @sahabatalaqsha
Berikan Infaq terbaik Anda. Klik di sini.


Posting ini berada dalam kategori : Kabar Al-Aqsha & Palestina

« Dengan Todongan Senjata, Serdadu ‘Israel’ Paksa Keluarga Ini Mengungsi dan Meninggalkan Nenek Berusia 94 Tahun Sendirian
‘Israel’ Berencana Memutus Bank-bank Palestina dari Sistem Perbankan Global Pekan Depan »