Fakta Telak Kejahatan Perang Zionis: Penjajah Jadikan Tiga Anak Baitul Maqdis sebagai Perisai Hidup 

15 May 2024, 20:46.

Foto: Milik keluarga

PALESTINA (DCI-Palestine) – Pasukan penjajah ‘Israel’ menjadikan tiga anak laki-laki Baitul Maqdis sebagai tameng hidup di wilayah utara Tepi Barat yang diduduki pekan lalu. 

Karam, 13 tahun, Mohammad, 12 tahun, dan Ibrahim, 14 tahun, digunakan sebagai perisai manusia oleh pasukan penjajah ‘Israel’ dalam insiden terpisah dalam serangan ke kamp pengungsian Tulkarem tanggal 6 Mei, menurut dokumentasi yang dikumpulkan oleh Defense for Children International – Palestine (DCIP). 

Dalam ketiga insiden itu, serdadu zionis ‘Israel’ memaksa anak-anak tersebut untuk berjalan di depan ketika mereka menggeledah rumah-rumah dan permukiman warga Baitul Maqdis di kamp pengungsian Tulkarem.  

Bahkan pada dua kasus, pasukan penjajah menembakkan senjata yang ditempatkan di bahu anak-anak tersebut. 

“Hukum internasional secara jelas dan tegas melarang penggunaan anak-anak sebagai tameng manusia oleh angkatan bersenjata atau kelompok bersenjata,” kata Ayed Abu Eqtaish, direktur program akuntabilitas di DCIP. 

“Pasukan ‘Israel’ dengan sengaja menempatkan anak dalam bahaya besar untuk melindungi diri mereka sendiri, (ini) merupakan tindakan yang termasuk kejahatan perang.” 

Sekira 30 serdadu penjajah laknatullah memasuki rumah Karam pada pagi hari tanggal 6 Mei, yang terletak di lantai tiga sebuah gedung apartemen.

Serdadu ‘Israel’ mengisolasi keluarga Karam di satu ruangan dan memaksa Karam berjalan di depan mereka, membuka pintu setiap kamar, dan masuk sebelum mereka. Kemudian, serdadu ‘Israel’ memindahkan Karam dan keluarganya ke lantai empat, tempat penghuni lainnya ditahan. 

Karam, 13 tahun.

Pasukan ‘Israel’ kemudian membawa Karam ke tangga, di mana mereka ditemani oleh anjing militer besar. Saat mereka berjalan, seorang serdadu meletakkan senapannya di bahu kanan Karam dan melepaskan dua tembakan ke arah apartemen di gedung tersebut. 

“Saya menangis dan gemetar ketakutan, dan setiap kali saya memohon serdadu untuk berhenti, mereka akan berteriak dan memerintahkan saya untuk diam,” ucap Karam. 

“Setelah penjajah menggeledah apartemen di gedung yang saya masuki, saya bertanya kepada mereka sambil menangis ke mana mereka akan membawa saya. Salah satu dari mereka menjawab saya dengan bahasa Arab bahwa mereka akan membawa saya bersama mereka untuk menunjukkan jalan, sekaligus untuk membuka pintu-pintu rumah tetangga dan masuk terlebih dulu sebelum mereka melakukannya.” 

“Saat kami sedang menaiki tangga, tiga serdadu menyerang saya dengan kejam menggunakan tongkat hitam yang mereka miliki. Mereka memukuli anggota tubuh bawah dan punggung saya selama sekira lima menit, sambil mengatakan bahwa saya adalah seorang teroris.” 

“Ketika saya sampai di lantai empat, saya kelelahan dan tidak bisa berdiri akibat ketakutan dan pemukulan tadi. Saya ditahan bersama penghuni gedung lainnya sampai sekira pukul 7 malam, sementara penjajah tidak mengizinkan kami makan apa pun,” jelas Karam. 

Dipukuli 10 Menit 

Mohammad mengatakan kepada DCIP bahwa keluarganya memutuskan untuk pergi ke rumah kerabat mereka di kamp pengungsian Tulkarem – setelah mereka mendengar bahwa pasukan ‘Israel’ telah mengepung kamp tersebut – agar kerabat mereka tidak sendirian.  

Rumah kerabat mereka adalah sebuah apartemen yang terletak di lantai dua dari sebuah bangunan tempat tinggal. 

Mohammad, 12 tahun.

Sekira pukul 8 pagi tanggal 6 Mei, serdadu ‘Israel’ memasuki apartemen dan memerintahkan semua orang untuk pergi. Ketika mereka melihat Mohammad, mereka membawanya pergi dari keluarganya, meskipun ibunya memohon dan berusaha sungguh-sungguh untuk membebaskannya. 

“Saya ditinggal sendirian bersama para serdadu setelah mereka memerintahkan ibu dan saudara-saudara saya naik ke lantai empat. Saya mulai menangis dan gemetar ketakutan karena saya tidak tahu apa yang akan mereka lakukan terhadap saya. Mereka bersenjata, bertopeng , dan berpenampilan menakutkan. Mereka memiliki seekor anjing militer berukuran besar yang mengeluarkan suara yang menakutkan,” terang Mohammad. 

“Setelah itu, serdadu menyuruh saya untuk mengetuk pintu apartemen di gedung tersebut, sementara mereka berdiri di belakang saya dalam jarak yang cukup dekat, dan meminta warga untuk keluar.” 

“Ketika kami sampai di pintu salah satu apartemen, tidak ada seorang pun di dalam, jadi penjajah meledakkan pintu dan memaksa saya masuk ke dalam sendirian dan memeriksa serta menggeledahnya. Setelah saya beri tahu mereka bahwa ruangan itu kosong, mereka masuk, sementara saya tetap ditahan oleh salah satu serdadu di depan pintu,” tambah Mohammad.

“Saat saya ditahan di lorong, serdadu yang menjaga saya menyerang saya dengan tongkat kayu selama sekira 10 menit. Dia memukul kepala dan punggung saya. Setelah serdadu tadi meninggalkan apartemen, mereka membawa saya ke lantai empat, di mana saya kembali ditahan di lorong. Salah satu dari mereka memukul kepala saya dengan tangannya, dan saya terjatuh tertelungkup. Seorang serdadu juga meletakkan senapannya di bahu saya dan menembakkan beberapa peluru ke langit-langit tangga.” 

“Ketika kami sampai di lantai empat, saya digeledah sebelum saya ditahan bersama penghuni gedung lainnya sampai sekira pukul 7 malam, tanpa ada yang diizinkan untuk makan apa pun,” kata Mohammad. 

Diancam Bakal Ditembak 

Ibrahim berada di rumah keluarganya di kamp pengungsian Tulkarem sekira pukul 09.30 ketika serdadu penjajah ‘Israel’ masuk dan menggeledah rumah mereka. 

Ibrahim, 14 tahun.

“Sejumlah serdadu membawa saya ke salah satu ruangan dan mulai menginterogasi saya tentang keberadaan buronan. Ketika saya mengatakan bahwa saya tidak tahu apa-apa, salah satu dari mereka mengancam saya dalam bahasa Arab dan mengatakan bahwa dia akan menembak saya.” 

“Setelah itu, dia menampar dan menendang saya selama beberapa menit. Kemudian tangan saya diborgol ke belakang dengan ikat plastik, dan saya dibawa keluar dan dipaksa berjalan di depan para serdadu,” kata Ibrahim, seraya menambahkan bahwa ia gemetar karena ketakutan yang luar biasa.

“Awalnya, saya pikir mereka ingin menangkap saya, tetapi mereka menyuruh saya berjalan di depan mereka di gang-gang sekitar kawasan Sawalma di kamp. Mereka akan bersembunyi di gang dan menyuruh saya melihat apakah ada orang di sekitar.” 

“Setelah itu, mereka melepaskan ikatan tangan saya. Dan setiap kali kami melewati sebuah rumah atau bangunan, mereka akan menyuruh saya masuk untuk meminta warga keluar. Kemudian mereka akan menggerebek rumah-rumah itu dan menyuruh saya membuka pintu ke ruangan lain.” 

Setelah sekira dua jam, Ibrahim dibawa ke salah satu rumah di kamp tersebut dan ditahan di sana bersama warga lain hingga pasukan penjajah laknatullah mundur dari kamp pengungsian Tulkarem. 

Penggunaan warga sipil sebagai perisai manusia telah dilarang berdasarkan hukum internasional. Praktik ini juga dilarang berdasarkan hukum negara palsu ‘Israel’ berdasarkan keputusan Pengadilan Tingginya pada tahun 2005. 

Sejak tahun 2000, DCIP telah mendokumentasikan 34 kasus yang melibatkan anak-anak Palestina yang digunakan sebagai tameng manusia oleh serdadu penjajah ‘Israel’. Tahun lalu, pasukan zionis laknatullah menggunakan empat anak kecil di kamp pengungsian Aqbat Jabr, dekat Jericho di Tepi Barat yang diduduki, sebagai tameng manusia. 

Hanya satu dari kasus-kasus tersebut yang berujung pada hukuman terhadap dua orang serdadu zionis karena “perilaku tidak pantas” dan “melampaui wewenang.” Keduanya diturunkan pangkatnya dan dijatuhi hukuman percobaan tiga bulan. (DCI-Palestine)

Update Kabar Al-Aqsha dan Palestina via Twitter @sahabatalaqsha
Berikan Infaq terbaik Anda. Klik di sini.


Posting ini berada dalam kategori : Kabar Al-Aqsha & Palestina

« Setelah ‘Hentikan Sementara’ Pengiriman Senjata, AS Siapkan Bom Senilai 1 Miliar Dolar untuk ‘Israel’
Sejarawan Palestina: “Kejahatan Penjajah ‘Israel’ Saat Ini Jauh Lebih Kejam Dibandingkan Nakba 1948”  »