“Hari Yerusalem”: Momentum Bagi Pemukim Ilegal Yahudi untuk Pamerkan Apartheid
8 June 2024, 21:35.
Oleh Zachary Foster
(palestine.beehiiv.com) – Hari Rabu (5/6/2024) yang lalu menandai Hari Yerusalem. Itu adalah hari di mana ‘Israel’ merayakan penyatuan Yerusalem dengan membarikade separuh kota Yerusalem. Perlu diketahui: separuh kota Yerusalem yang dimaksud adalah bagian yang dihuni oleh warga Arab Palestina.
Itulah sebabnya deskripsi yang lebih tepat untuk hari itu adalah Hari Apartheid, karena semua praktik apartheid ‘Israel’ muncul ke permukaan.
Itu adalah hari ketika puluhan ribu warga ‘Israel’ berbaris melalui Yerusalem sambil meneriakkan, “Matilah orang-orang Arab,” “Semoga desamu terbakar,” “Aku benci semua orang Arab,” “Muhammad sudah mati,” dan slogan-slogan kebencian lainnya.
Itu adalah hari di mana mereka merusak rumah-rumah warga Palestina, menganiaya para pedagang Palestina dan menyerang warga Palestina secara fisik, semuanya tanpa mendapat hukuman. Sementara itu, polisi melindungi para demonstran yang melakukan kekerasan dan rasis, sambil menyerang para jurnalis dalam prosesnya.
Hari Apartheid juga merupakan hari ketika ‘Israel’ mendirikan pos-pos pemeriksaan di sekitar Yerusalem Timur yang hanya boleh dilewati oleh orang Yahudi dan warga internasional.
Saya menyaksikan warga Palestina dilarang untuk melewati pos pemeriksaan di sepanjang Jalan Sultan Sulayman di sebelah Tembok Kota Tua, serta Jalan Nablus dan Jalan Alanbeya. Saya pribadi diizinkan melewati pos pemeriksaan sebagai orang non-Palestina.
Sementara itu, para pemukim ilegal Yahudi ‘Israel’ berjalan melewatinya tanpa perlu melakukan kontak mata dengan para serdadu.
Hari Apartheid juga merupakan hari ketika ‘Israel’ memaksa ratusan atau bahkan ribuan bisnis Arab Palestina untuk tutup. Toko-toko di sekitar Kota Tua, dan di Kota Tua itu sendiri, dipaksa untuk tutup.
Hari Apartheid juga merupakan hari di mana ‘Israel’ menegaskan kendali mereka atas bagian dari Yerusalem yang diharapkan oleh warga Palestina untuk dijadikan sebagai ibu kota Palestina.
Tentu saja, jika Anda mengikuti media arus utama, Anda mungkin mengira itu adalah Hari “Pawai Bendera” ‘Israel’. Pawai bendera, sungguh menggelikan! Hari itu bahkan ditandai dengan bentrokan dan pertikaian!
Hari itu juga memperingati penaklukan ‘Israel’ atas Yerusalem pada bulan Juni 1967. (Sebelum tahun 1967, ‘Israel’ menguasai bagian barat kota tersebut, sedangkan Yordania menguasai Kota Tua dan kota-kota Palestina di sekitarnya).
Hari itu juga memperingati aneksasi ilegal ‘Israel’ atas sekitar 70 kilometer persegi Tepi Barat, yang secara sewenang-wenang disebut oleh ‘Israel’ sebagai “Yerusalem Timur” untuk membenarkan perampasan tanah yang begitu besar, meskipun sebagian besar wilayah yang dianeksasi tidak pernah dianggap sebagai bagian dari Yerusalem.
Dengan kata lain, hari itu merayakan penerapan hukum ‘Israel’ di wilayah yang dianeksasi–sebuah kejahatan dalam hukum internasional.
Hari itu juga merayakan aneksasi ‘Israel’ atas tanah tersebut, tetapi bukan terhadap orang-orang yang tinggal di sana. Ini adalah inti dari gagasan Zionis: penaklukan tanah, tetapi tanpa penduduknya.
Hukum ‘Israel’ tidak diterapkan kepada penduduk Yerusalem Timur. Mereka tidak diberikan kewarganegaraan dan dengan demikian tidak dapat memberikan suara dalam pemilihan umum nasional.
Penduduk Yerusalem Timur hanya memiliki izin tinggal sementara yang dapat dicabut jika mereka gagal membuktikan bahwa Yerusalem adalah “pusat kehidupan” mereka. ‘Israel’ juga menolak hak warga Palestina di Yerusalem Timur untuk membangun rumah di 87% wilayah yang dianeksasi, karena mereka adalah orang Palestina.
Warga Palestina menolak hukum yang terang-terangan rasis tersebut sehingga mereka membangun tanpa izin. Akibatnya, puluhan ribu warga Palestina di Yerusalem Timur hidup dalam ketakutan konstan bahwa rumah mereka akan dihancurkan sewaktu-waktu.
Bagi orang ‘Israel’, tentu saja, hari itu bukanlah Hari Apartheid, melainkan hari penyatuan. Orang ‘Israel’ akan bercerita tentang “penyatuan” Yerusalem.
Presiden ‘Israel’ Isaac Herzog berkata kepada Noa Tishby dalam salah satu wawancara tentang sindiran tidak disengaja yang paling epik sepanjang sejarah.
Herzog berkata: “Kita berada di taman kediaman Presiden di Yerusalem… di sini ada pohon ara dan zaitun yang tumbuh bersama di taman yang indah ini… buah ara dan zaitun adalah simbol perdamaian…”
Tishby: “Yerushalem berarti ‘kota perdamaian’ dan kota yang utuh.”
Herzog: “Ini adalah kota perdamaian!”
Tishby: “Ini adalah kota koeksistensi (hidup berdampingan).”
Yerusalem adalah salah satu kota yang paling penuh dengan kekerasan di dunia: kekerasan yang ditutup-tutupi oleh Herzog dan Tishby, kekerasan verbal dari para pengunjuk rasa fasis, kekerasan fisik dari para ekstremisnya, kekerasan apartheid dari sistem hukum ‘Israel’, serta kekerasan genosida yang dilakukan oleh pemerintahnya yang berbasis di Yerusalem. (palestine.beehiiv.com)
Berikan Infaq terbaik Anda. Klik di sini.