Jaksa ICC Minta Presiden Myanmar Ditangkap atas Kejahatan terhadap Muslim Rohingya
28 November 2024, 11:59.
Jaksa Karim Khan mengumumkan permohonannya untuk surat perintah penangkapan bagi penjabat presiden Myanmar pada 27 November. Foto: ICC/Tangkapan Layar
(Middle East Eye) – Karim Khan, jaksa Mahkamah Pidana Internasional (ICC), mengumumkan ia telah mengajukan surat perintah penangkapan bagi penjabat Presiden Myanmar Min Aung Hlaing atas dugaan kejahatan kemanusiaan yang dilakukan terhadap penduduk Rohingya.
Pengumuman pada hari Rabu (27/11/2024) itu adalah permohonan pertama ICC untuk surat perintah penangkapan terhadap pejabat senior pemerintah Myanmar, yang selama lebih dari satu dekade telah dituduh memersekusi kelompok etnis yang sebagian besar Muslim tersebut.
Kantor Khan berencana untuk mengajukan lebih banyak permohonan bagi para pemimpin senior Myanmar lainnya pada masa mendatang, katanya dalam pengumumannya.
“Dengan melakukan itu, kami akan menunjukkan, bersama dengan semua mitra kami, bahwa Rohingya tidak dilupakan. Bahwa mereka, seperti semua orang di seluruh dunia, berhak atas perlindungan hukum,” katanya.
Panel yang terdiri dari tiga hakim kini bertugas memeriksa bukti dalam permohonan Khan dan mengeluarkan surat perintah.
Kasus ini bermula pada 14 November 2019, ketika kantor Khan mulai menyelidiki dugaan kejahatan yang dilakukan terhadap Rohingya antara tahun 2016 dan 2017 di Negara Bagian Rakhine, Myanmar, dan deportasi paksa Rohingya ke negara tetangga, Bangladesh.
“Setelah penyelidikan yang ekstensif, independen, dan tidak memihak, kantor saya telah menyimpulkan ada alasan yang masuk akal untuk meyakini bahwa Jenderal Senior dan Penjabat Presiden Min Aung Hlaing, Panglima Tertinggi Angkatan Pertahanan Myanmar, memikul tanggung jawab pidana atas kejahatan terhadap kemanusiaan berupa deportasi dan persekusi terhadap Rohingya, yang dilakukan di Myanmar, dan sebagian di Bangladesh,” kata Khan.
“Kantor saya menduga kejahatan ini dilakukan antara 25 Agustus 2017 dan 31 Desember 2017 oleh angkatan bersenjata Myanmar, Tatmadaw, yang didukung oleh polisi nasional, polisi penjaga perbatasan, serta warga sipil non-Rohingya.”
Yurisdiksi pengadilan didasarkan pada keanggotaan Bangladesh di ICC, yang dapat menjalankan yurisdiksi atas kejahatan jika unsur pelanggaran terjadi di wilayah negara anggota, terlepas dari kewarganegaraan pelaku.
Myanmar, yang bukan merupakan pihak dalam Statuta Roma yang mendirikan ICC, juga menghadapi tuduhan genosida di Mahkamah Internasional, dalam kasus yang diajukan oleh Gambia.
Selain deportasi, militer Myanmar dituduh oleh PBB dan kelompok hak asasi manusia membunuh sekitar 10.000 pria, wanita, dan anak-anak Rohingya selama operasi militer terhadap komunitas tersebut pada tahun 2016 dan 2017.
Khan memberi penghormatan kepada Rohingya, lebih dari satu juta di antaranya terpaksa mengungsi dari Myanmar karena takut akan serangan terhadap komunitas mereka.
“Dalam kunjungan saya ke kamp pengungsi Kutupalong di Cox’s Bazar selama tiga tahun terakhir, termasuk kemarin, saya bertemu dengan para wanita Rohingya yang berbicara dengan jelas dan tegas tentang perlunya akuntabilitas,” katanya. (Middle East Eye)
Berikan Infaq terbaik Anda. Klik di sini.