“Israel” Menjajah Zona Penyangga di Dataran Tinggi Golan, Suriah (Tanya Jawab)
11 December 2024, 21:33.

Gerombolan serdadu “Israel” di Dataran Tinggi Golan di tengah situasi yang semakin memanas di Suriah. Foto: Anadolu Agency
(Anadolu Agency) – “Israel” telah memperluas penjajahannya di Dataran Tinggi Golan, Suriah, minggu ini, dengan merebut zona penyangga demiliterisasi yang diawasi oleh PBB, beberapa jam setelah jatuhnya rezim Basyar al-Assad.
Setelah ibu kota Damaskus direbut oleh kelompok-kelompok pejuang pada hari Ahad (8-12-2024), Assad melarikan diri dari Suriah ke Rusia, di mana ia diberikan suaka. Hal ini menandai berakhirnya kekuasaan Partai Ba’ath yang dimulai sejak tahun 1963.
Tak lama setelah itu, gembong Zionis Benjamin Netanyahu mengumumkan berakhirnya perjanjian pelepasan yang diawasi oleh PBB, yang dirancang untuk menetapkan zona penyangga demiliterisasi antara “Israel” dan Suriah.
Serdadu “Israel” mengambil alih kendali atas puncak Gunung Hermon di sisi perbatasan Suriah, bersama dengan beberapa lokasi lainnya.
Selain itu, serdadu “Israel” juga melancarkan puluhan serangan udara terhadap pangkalan militer, stasiun pertahanan udara dan markas intelijen, serta depot rudal jarak jauh dan pendek, pusat produksi senjata dan persediaan senjata non-konvensional di seluruh Suriah.
“Israel” mengklaim bahwa tindakan militernya di dalam wilayah Suriah bersifat defensif, yang bertujuan “untuk mencegah ancaman apa pun.”

Apa itu Perjanjian Pelepasan?
Perjanjian Pelepasan ditandatangani pada tanggal 31 Mei 1974 antara Suriah dan “Israel” dengan dihadiri oleh perwakilan dari Perserikatan Bangsa-Bangsa, bekas Uni Soviet (sekarang Rusia) dan Amerika Serikat.
Perjanjian tersebut menetapkan bahwa “Israel” harus menarik diri dari semua wilayah yang dijajahnya selama perang 1973, serta wilayah seluas sekitar 25 kilometer persegi (9,6 mil persegi), yang mencakup Quneitra dan lokasi-lokasi lainnya.
Perjanjian ini mendefinisikan perbatasan saat ini antara “Israel” dan Suriah, beserta pengaturan militer yang menyertainya, dan menciptakan dua garis pemisah – garis “Israel” (biru) dan garis Suriah (merah) – dengan zona penyangga di antara keduanya.
Perjanjian tersebut diawasi oleh Pasukan Pengamat Pelepasan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNDOF), yang ditugaskan untuk menjaga gencatan senjata antara “Israel” dan Suriah setelah Perang Timur Tengah tahun 1973.
Sejak tahun 1974, UNDOF telah berpatroli di zona penyangga antara zona yang dikuasai “Israel” dan Suriah.
“Israel” menjajah sebagian besar Dataran Tinggi Golan selama Perang Timur Tengah 1967 dan kemudian menganeksasi wilayah tersebut, sebuah tindakan yang tidak pernah diakui oleh masyarakat internasional.
Apa itu UNDOF?
Menurut situs web UNDOF, per Agustus 2024, jumlah personelnya adalah 1.309 anggota, yang terdiri dari 1.117 tentara, 59 perwira, dan 133 perwira sipil.
Sepuluh negara penyumbang terbesar pasukan UNDOF adalah: Nepal (451), Uruguay (211), India (201), Fiji (149), Kazakhstan (140), Ghana (5), Bhutan (4), Republik Ceko (4), Irlandia (4), dan Zambia (3).
Apa itu zona penyangga?
Menurut situs web UNDOF, zona penyangga “membentang sepanjang lebih dari 75 kilometer dan lebarnya berkisar dari sekitar 10 kilometer di bagian tengah hingga 200 meter di bagian paling selatan.”
Lebih lanjut, situs web tersebut juga menjelaskan bahwa di kedua sisi zona penyangga, terdapat area perbatasan yang dibagi menjadi tiga zona: area dari 0 hingga 10 kilometer dari zona penyangga, area dari 10 hingga 20 kilometer, dan area dari 20 hingga 25 kilometer dari zona penyangga.
Pasukan UNDOF ditugaskan untuk melakukan inspeksi dan memantau zona penyangga untuk memastikan kepatuhan terhadap pembatasan senjata dan pasukan yang telah disepakati.
Apakah zona penyangga mencakup desa-desa Suriah?
Menurut situs web UNDOF, ada beberapa desa Suriah yang terletak di daerah zona penyangga antara “Israel” dan Suriah.
Pada hari Ahad, serdadu “Israel” memperingatkan penduduk lima desa di Suriah selatan yang berada di dekat perbatasan “Israel” untuk tetap tinggal di rumah mereka karena operasi militer yang mereka lakukan di daerah tersebut.
Daftar desa-desa tersebut meliputi Ofaniya, Quneitra, al-Hamidiyah, Samdaniya al-Gharbiyya dan al-Qahtaniyah.
Siapa saja penduduk Dataran Tinggi Golan?
Pada tanggal 5 Juni 1967, “Israel” menjajah Dataran Tinggi Golan Suriah dan kemudian menganeksasinya ke dalam kedaulatan “Israel”, sebuah tindakan yang tidak pernah diakui oleh masyarakat internasional.
Pada bulan Desember 1981, Knesset (parlemen) “Israel” mengesahkan undang-undang yang dikenal sebagai Undang-Undang Dataran Tinggi Golan, yang memungkinkan penerapan hukum, yurisdiksi, dan administrasi “Israel” di wilayah penjajahan.
Saat ini terdapat sekitar 45 permukiman ilegal “Israel” di Dataran Tinggi Golan, yang dibangun di atas reruntuhan desa-desa Arab Suriah yang dihancurkan oleh “Israel”.
Menurut Kementerian Luar Negeri Suriah, wilayah yang masih berada di bawah penjajahan “Israel” diperkirakan mencapai 1.150 kilometer persegi dan mencakup 137 desa, serta 112 lahan pertanian.
Pada 25 Maret 2019, Presiden Amerika Serikat saat itu, Donald Trump, menandatangani keputusan yang mengakui kedaulatan “Israel” atas Dataran Tinggi Golan Suriah yang dijajah.
Populasi Dataran Tinggi Golan yang dijajah diperkirakan sekitar 40.000 orang, sebagian besar dari mereka berasal dari komunitas Arab Druze, sedangkan sisanya adalah pemukim ilegal “Israel”.
Apa pentingnya Dataran Tinggi Golan?
Menurut Kementerian Luar Negeri “Israel”, Dataran Tinggi Golan memiliki kepentingan strategis bagi “Israel” karena lokasi geografisnya, selain Danau Tiberias, yang dianggap sebagai sumber air utama bagi “Israel”.
Selain itu, sebuah lembaga pemikir “Israel” juga menyoroti keistimewaan dan keuntungan pertahanan militer yang ditawarkan oleh Dataran Tinggi Golan kepada “Israel”, karena dataran ini juga meningkatkan daya tangkal militer “Israel” di wilayah tersebut.
Dalam sebuah laporan berjudul “Israel’s Presence on the Golan Heights: A Strategic Necessity (Kehadiran Israel di Dataran Tinggi Golan: Sebuah Kebutuhan Strategis)”, Jerusalem Institute for Strategy and Security mengatakan, “Gunung Hermon menandai ujung utara Dataran Tinggi Golan. Gunung ini menyediakan sarana yang sangat baik untuk mengamati seluruh wilayah, hingga ke Damaskus, yang berjarak sekitar 60 kilometer di sebelah timur, dan hingga ke Teluk Haifa di Mediterania di sebelah barat.”
“Dari perspektif militer, mundur dari Dataran Tinggi Golan akan menjadi sebuah kesalahan besar. Kontrol atas wilayah ini akan memberikan Israel beberapa keuntungan penting,” ujar lembaga pemikir “Israel” tersebut. (Anadolu Agency/Ahmed Asmar)
Berikan Infaq terbaik Anda. Klik di sini.
