Mengulang Sejarah Pembebasan dari Damaskus
20 December 2024, 08:10.
Kekalahan Al-Muqawamah di Suriah, yang dipimpin oleh Yusuf Al-Uzma, saat Perang Maysalun melawan penjajah Prancis tahun 1920 berujung pada lepasnya Damaskus ke tangan penjajah. Lepasnya Damaskus berarti lepasnya seluruh wilayah Suriah. Bagi Al-Muqawamah di Suriah, lepasnya Damaskus adalah akhir, namun bagi Al-Muqawamah di Palestina, justru menjadi penanda dimulainya gerakan jihad melawan penjajah.
Syekh Izzuddin Al-Qassam berada di Damaskus ketika ibu kota Syam itu diambil alih oleh Prancis. Ketika itu beliau sedang menjalani masa pemulihan setelah kekalahan Al-Muqawamah di Lattakia. Sebagian besar wilayah di Suriah setelah perjanjian ilegal Sykes-Picot dari tahun 1916 memasuki fase perlawanan sengit melawan penjajah Prancis, termasuk wilayah pesisir Lattakia, yang dipimpin langsung di antaranya oleh Syekh Izzuddin Al-Qassam, seorang guru ngaji yang dengan sukarela menjual rumah keluarganya untuk membeli 24 senjata dan dibagikan kepada para pejuang Al-Muqawamah.
Dari Damaskus beliau kemudian hijrah ke Palestina, tepatnya di Haifa, kota pelabuhan di pesisir laut Syam. Tentu saja hijrahnya beliau ke Haifa bukan untuk lari dari musuh, namun justru untuk melawan musuh yang lain. Dari penjajah Prancis ke penjajah Inggris. Palestina ketika itu berada di bawah Mandat Inggris, dan sedang dalam masa transisi sebelum diberikan kepada penjajah Zionis untuk mendirikan negara palsu bernama “Israel” pada tahun 1948.
Sama seperti di Suriah, di Palestina beliau memulainya dari masjid, tepatnya di Masjid Istiqlal di Haifa. Kondisi masyarakat Palestina ketika itu belum siap untuk diajak melakukan perlawanan bersenjata melawan penjajah Inggris. Selain kendala logistik, kendala mental adalah yang paling krusial. Sebab, sebagian besar masyarakat Palestina ketika itu tidak menganggap Inggris sebagai penjajah, justru mirisnya menganggap mereka sebagai penyelamat.
Butuh waktu selama 15 tahun bagi beliau untuk membangkitkan ruhul jihad di dada jemaah beliau di Masjid Istiqlal. Itu pun hanya segelintir saja yang mau diajak untuk melakukan perlawanan bersenjata. Dan hutan Ya’bad di Jenin menjadi saksi, merekam qaulan tsaqiilan yang keluar dari lisan beliau, dan menjadi syiar perlawanan hingga hari ini,
Wa innahu lajihaad, nashrun aw istisyshaad
(Dan inilah jihad; menang atau syahid).
Syekh Izzuddin Al-Qassam memang tidak menargetkan kemenangan, tetapi bangkitnya ruhul jihad di seluruh wilayah Palestina Terjajah, dan atas izin Allah, melalui kejujuran, kerja keras serta keikhlasan beliau, semangat jihad itu bangkit di seluruh wilayah Palestina. Dan sekali lagi, kekalahan Damaskus, menjadi awal dari kemenangan di Palestina.
Hal yang beliau kerjakan dan ikhtiarkan adalah sebuah pengulangan sejarah pembebasan Baitul Maqdis yang pernah terjadi pada masa lalu: Damaskus selalu menjadi kunci pembebasan. Di proses pembebasan pertama, Damaskus dibebaskan terlebih dahulu pada tahun 14 H, baru kemudian sempurna pembebasan Baitul Maqdis dua tahun berselang. Terulang hal yang sama pada masa Shalahuddin al-Ayyubi.
Syekh Izzuddin Al-Qassam mengikhtiarkan sesuatu yang belum pernah terjadi sebelumnya. Jika dahulu pembebasan bergerak dari Suriah menuju Palestina/Baitul Maqdis, maka di era modern hari ini beliau mengikhtiarkan pembebasan dari dan oleh orang Suriah.
Seratus empat tahun berselang, di penghujung tahun 2024, Damaskus kembali berhasil dibebaskan. Para pejuang pembebasan Damaskus, jika belajar dari sejarah pendahulu, saat ini dihadapkan pada tantangan penting yang akan berdampak pada perubahan sejarah masa depan, yaitu tantangan melanjutkan hal yang dahulu sudah dimulai oleh orang Suriah pendahulu mereka, Syekh Izzuddin Al-Qassam, membebaskan seluruh kawasan Syam dari Damaskus hingga Baitul Maqdis.
Jika dahulu Syekh Izzuddin Al-Qassam, atas izin Allah, berhasil mengkonversikan kekalahan Damaskus menjadi bangkitnya ruhul jihad di Baitul Maqdis, maka para pejuang hari ini yang telah Allah berikan kemudahan memenangkan Damaskus diharapkan dapat mengakumulasi kemenangannya menjadi kemerdekaan Baitul Maqdis.
Ketika tantangan itu diambil, para pejuang diberikan dua alternatif referensi sejarah. Sejarah pembebasan pada masa ‘Umar atau pada masa Shalahuddin. Jika pilihan pertama yang dipilih, maka tidak lama lagi kita menyaksikan pembebasan Baitul Maqdis, sebagaimana dahulu para pejuang bersegera menuju Baitul Maqdis sesudah membebaskan Damaskus. In syaa Allah.
Jika pilihan kedua yang dipilih, maka kita perlu bersabar sebentar lagi, sebab dahulu Shalahuddin butuh waktu sekitar 13 tahun untuk membangun stabilitas kekuatan di Damaskus dan sekitarnya sebelum melanjutkan pembebasan Baitul Maqdis. Apa pun pilihannya, kita berhusnuzan kepada Allah bahwa ujung dari semua ini adalah kemenangan bagi umat Islam.
“Pertolongan dari Allah dan kemenangan yang dekat (waktunya). Dan sampaikanlah berita gembira kepada orang-orang yang beriman.” (Terjemah Al-Quran Surah Ash-Shaff ayat 13)
Berikan Infaq terbaik Anda. Klik di sini.
