Tindak Tanduk Militer Myanmar dan Arakan Army Picu Krisis, Keamanan Bangladesh Terancam (#1) 

24 December 2024, 20:37.

Sekira 6.000 muhajirin Rohingya berkumpul di Cox’s Bazar, Bangladesh, pada Hari Peringatan Genosida Rohingya Internasional. (Md. Jamal/VOA)

Oleh Abu Ahmed Farid* 

Sejak kemerdekaannya, Myanmar telah dilanda ketidakstabilan dan konflik etnis, khususnya di negara bagian Arakan (Rakhine), yang merupakan rumah bagi dua komunitas besar: Muslim Rohingya dan Buddha Rakhine.  

Pemerintah pusat yang didominasi militer secara konsisten mempertunjukkan kekerasan, diskriminasi, rasisme, dan penyalahgunaan kekuasaan.  

Dinamika ini membuat Myanmar terjerumus dalam keterbelakangan, ketidakstabilan, dan kerusuhan, dibandingkan dengan negara-negara lain di kawasan ASEAN. 

Kondisi ini telah menempatkan negara tetangga, Bangladesh, dalam posisi yang genting. Tindakan militer Myanmar, konflik etnis, perdagangan manusia lintas batas, penyelundupan, dan aktivitas pemberontakan—terutama yang dilakukan oleh Arakan Army (AA)—semakin memperparah krisis. 

Kita bersyukur Bangladesh telah menanggapi krisis tersebut dengan pendekatan kemanusiaan, menampung lebih dari satu juta muhajirin Rohingya yang melarikan diri dari Arakan untuk menghindari tindakan keras junta Myanmar.  

Namun, kerusuhan yang kini sedang berlangsung di Myanmar telah memaksa Bangladesh untuk bergulat dengan tantangan keamanan, sosial, dan ekonomi yang lebih signifikan. 

Risiko Ekstremisme dan Radikalisasi 

Pengusiran paksa yang berkepanjangan terhadap orang-orang Rohingya, yang bahkan berlangsung hingga beberapa generasi, telah membuat mereka berada dalam kondisi kehidupan yang sangat tidak memadai.  

Kamp-kamp yang penuh sesak dan kumuh menjadi tempat berkembangbiaknya rasa frustrasi, terutama di kalangan anak muda yang tidak memiliki akses terhadap pendidikan dan mata pencaharian. Kondisi ini membuat mereka rentan terhadap eksploitasi oleh elemen-elemen ekstremis. 

Junta Myanmar juga dapat secara diam-diam memanipulasi situasi untuk menabur perselisihan di antara warga Rohingya dan mencegah upaya terpadu dalam memperjuangkan kembali hak-hak mereka.  

Lebih jauh lagi, Myanmar sering kali mencoreng citra bangsa Rohingya untuk mendiskreditkan mereka di negara-negara yang menampung mereka. 

Kehidupan sebagai pengungsi yang serba kekurangan ini menciptakan potensi radikalisasi. Kelompok-kelompok militan transnasional dilaporkan telah mengincar etnis Rohingya sebagai kelompok yang rentan untuk direkrut. 

Mereka memanfaatkan kekacauan yang terjadi untuk memikat para pemuda Rohingya dengan janji-janji penghidupan, pembalasan, atau masa depan yang lebih baik. Eksploitasi semacam ini dapat menjebak muhajirin Rohingya dalam kegiatan-kegiatan berbahaya. 

Kekerasan Lintas Batas dan Ketegangan Diplomatik 

Bangladesh menghadapi risiko yang meningkat akibat konflik internal Myanmar, karena insiden lintas batas yang sering terjadi dapat membebani hubungan bilateral.  

Bentrokan antara militer Myanmar dan kelompok pemberontak sering meluas ke wilayah Bangladesh, dengan berbagai peluru dan artileri tak jarang mencapai daerah perbatasan.  

Kejadian semacam itu menimbulkan rasa takut di antara penduduk setempat dan menimbulkan ancaman langsung terhadap nyawa-nyawa tak bersalah. 

Penempatan ranjau darat di sepanjang perbatasan oleh Myanmar kian membahayakan para muhajirin beserta masyarakat setempat. Laporan tentang cedera dan kematian, terutama di antara anak-anak, seringkali terjadi.  

Para ahli menggambarkan ini sebagai ‘bencana senyap’, dengan menyoroti jumlah korban jiwa yang parah dan meningkatnya ketegangan di wilayah tersebut. Selain itu, pelanggaran aturan perbatasan oleh pasukan Myanmar telah menjadi hal yang ‘normal’. 

Pasukan keamanan Myanmar telah berulang kali merusak koeksistensi damai antara kedua negara dengan terlibat dalam tindakan agresif di sepanjang perbatasan.  

Hal ini termasuk serangan terhadap para penjaga keamanan perbatasan Bangladesh, penculikan nelayan Bangladesh dari dalam perairan teritorial Bangladesh, hingga pencurian properti milik warga negara Bangladesh. 

Lebih jauh lagi, mereka secara konsisten melanggar peraturan wilayah tak bertuan, yang meningkatkan ketegangan dan membuat hubungan bilateral menjadi runyam. 

Perdagangan Narkoba dan Kejahatan Terorganisir 

Posisi Myanmar sebagai salah satu produsen metamfetamin terbesar di dunia (umumnya disebut tablet Yaba) menimbulkan risiko keamanan yang serius bagi Bangladesh.  

Perbatasan yang keropos itu dimanfaatkan untuk menyelundupkan obat-obatan terlarang ini, khususnya ke komunitas yang rentan, yang memicu meningkatnya angka kecanduan dan kejahatan.  

Penegakan hukum setempat menghadapi tantangan besar dalam memerangi perdagangan metamfetamin, yang telah tumbuh secara signifikan dalam beberapa tahun terakhir. 

Sedangkan perdagangan narkoba terkait erat dengan kejahatan terorganisir, yang buntutnya menyebabkan peningkatan kekerasan serta membuat penegak hukum Bangladesh menjadi kewalahan. 

Laporan juga menunjukkan, bahkan pasukan keamanan Myanmar terlibat dalam kegiatan perdagangan barang haram tersebut.  

Arakan Army yang memperoleh “pendapatan signifikan” dari perdagangan narkoba ilegal dan kegiatan terlarang lainnya, terus mengintensifkan hal ini dengan memanfaatkan kendalinya atas wilayah perbatasan.  

Jaringan Perdagangan dan Penyelundupan Manusia 

Perdagangan manusia telah muncul sebagai masalah serius lainnya di sepanjang perbatasan Bangladesh-Myanmar, yang mengeksploitasi kerentanan para muhajirin Rohingya.  

Jaringan kriminal memangsa orang-orang yang tertekan, khususnya perempuan dan anak-anak, mengiming-imingi mereka dengan janji-janji palsu hanya untuk menjadikan mereka korban kerja paksa dan eksploitasi.  

Pakar keamanan menekankan bahwa operasi ini melibatkan jaringan kriminal transnasional yang canggih.Laporan menunjukkan bahwa penjaga perbatasan Myanmar memfasilitasi operasi perdagangan manusia, memaksa warga Rohingya naik ke kapal penyelundup untuk membawa mereka semakin jauh dari tanah air mereka.  

Hal ini tidak hanya memperburuk krisis pengungsi, tetapi juga meningkatkan ketidakstabilan regional. (New Age | bersambung)

*Seorang pengusaha, CEO, dan pendiri Dakwa Corner Bookstore, Malaysia.

Update Kabar Al-Aqsha dan Palestina via Twitter @sahabatalaqsha
Berikan Infaq terbaik Anda. Klik di sini.


Posting ini berada dalam kategori : Kabar Al-Aqsha & Palestina

« Penjajah Gempur Permukiman dan Sekolah, Puluhan Ahlu-Syam Gaza Gugur 
Tindak Tanduk Militer Myanmar dan Arakan Army Picu Krisis, Keamanan Bangladesh Terancam (#2)  »