‘Saya Menolak Kematian yang Sia-Sia’: Penjajah Zionis Membunuh Jurnalis Palestina di Gaza
6 January 2025, 12:24.

Seorang anak Palestina yang terluka tiba di Rumah Sakit Syuhada Al-Aqsa pada 4 Januari 2025 setelah serangan udara “Israel” di kamp pengungsi Bureij di Deir el-Balah, Jalur Gaza. Sebanyak 220 jurnalis telah dibunuh dalam 15 bulan terakhir. Foto: Mohammed Saber/EPA
(Al Jazeera) – Seorang penulis, penyair, dan jurnalis Palestina telah dibunuh dalam serangan udara “Israel” di kamp pengungsi Jabalia di Gaza utara, menurut keluarganya. Insiden ini meningkatkan jumlah total jurnalis yang dibunuh “Israel” dalam genosida di Gaza sejak 7 Oktober 2023 menjadi 220 orang.
Mohammad Hijazi, termasuk di antara hampir 90 warga Palestina yang syahid dalam serangan “Israel” di wilayah yang terkepung dalam 24 jam terakhir, menurut pernyataan dari Kementerian Kesehatan Gaza pada hari Ahad (5-1-2025).
Ratusan orang telah syahid di kamp Jabalia sejak “Israel” memberlakukan pengepungan militer di Gaza utara pada 5 Oktober dan meningkatkan pengeboman, memaksa ribuan orang mengungsi. “Israel” bahkan melarang kelompok bantuan memasok kebutuhan makanan dasar ke wilayah tersebut.
“Saya tidak tahu apakah saya akan menulis untuk Anda lagi. Saya simpan apa yang telah saya tulis dan sedang saya tulis. Mungkin suatu hari nanti tulisan itu akan muncul. Saya menolak kematian yang sia-sia. Saya mengutuk pembunuh,” tulis Hijazi di Facebook pada Agustus tahun lalu.
“Marilah kita di dasar yang akhirnya kita capai ini mempersenjatai diri dengan kesabaran dan doa, dan menghitung hari-hari yang telah kita jalani sebagai pencapaian bersejarah, sambil menunggu apa yang akan datang dengan hati yang hancur, mata yang padam, kepala yang tegak, dan semangat berjuang hingga akhir jalan.”
Belum diketahui apakah Hijazi sedang bekerja untuk organisasi media tertentu saat dia meninggal.
Sejak awal genosida “Israel” di Gaza pada 7 Oktober 2023, penjajah Zionis telah membunuh setidaknya 220 jurnalis dan pekerja media, termasuk Hijazi.
Kementerian Kesehatan melaporkan pada hari Ahad bahwa setidaknya 88 warga Palestina syahid dan 208 lainnya terluka di Gaza dalam 24 jam terakhir.
Sementara itu, seorang bayi lainnya meninggal karena kedinginan di Gaza. Ini karena warga Palestina yang mengungsi kekurangan pakaian hangat dan terpaksa tinggal di tenda-tenda yang tidak cukup melindungi mereka dari cuaca dingin ekstrem.
Ibu bayi itu mengatakan kepada Al Jazeera bahwa bayinya, Yousef, lahir sehat, tetapi ia menjadi bayi kedelapan yang meninggal di Gaza dalam beberapa hari terakhir karena kedinginan.
“Mereka tidak memberi saya satu momen pun untuk merasakan kebahagiaan dengan bayi saya,” katanya. “Dia tidur di samping saya dan pada pagi hari saya menemukannya membeku dan meninggal. Saya tidak tahu harus berkata apa. Tidak ada yang bisa merasakan penderitaan saya. Tidak ada seorang pun di dunia ini yang bisa memahami situasi kami yang sangat buruk.”
Kematian terbaru ini meningkatkan jumlah warga Palestina yang syahid akibat serangan “Israel” di Gaza menjadi setidaknya 45.805 sejak Oktober 2023, sedangkan diperkirakan 109.064 lainnya terluka.
Di antara mereka yang syahid dalam serangan “Israel” di seluruh Gaza pada hari Ahad adalah tiga warga Palestina yang tinggal di tenda di Deir el-Balah, menurut Hani Mahmoud dari Al Jazeera, yang melaporkan dari Gaza tengah.
Sebuah keluarga beranggotakan 15 orang juga terkubur di bawah puing-puing di barat laut Kota Gaza, setelah serangan terpisah, lapor Mahmoud.
“Pertahanan Sipil Palestina melakukan yang terbaik untuk mengeluarkan jenazah dari bawah puing-puing, tetapi sejauh ini hanya empat anggota keluarga yang berhasil dikeluarkan,” katanya.
“Diperkirakan ada setidaknya 15 anggota keluarga di bawah bangunan tiga lantai yang diratakan ke tanah.
“Serangan-serangan berulang ini – yang sengaja menargetkan keluarga – terus terjadi, menyebabkan lebih banyak tragedi di kalangan warga Palestina.”

“Saya menolak kematian yang sia-sia… Saya mengutuk pembunuh.” Pagi ini, penulis dan jurnalis Mohamed Hijazi, penulis kata-kata ini, dibunuh oleh serdadu Zionis di Beit Lahia, Gaza utara. Sumber: Al Jazeera
Dalam tiga hari terakhir, pasukan “Israel” telah membunuh lebih dari 200 orang di Gaza, catat Mahmoud.
Beberapa rumah sakit terakhir yang masih beroperasi di Gaza kini kewalahan, tambahnya.
Di departemen darurat Rumah Sakit Syuhada Al-Aqsa di Deir el-Balah, banyak orang terpaksa berada di lantai. Sementara itu, yang lain menunggu untuk masuk ke ruang operasi, kata Mahmoud.
“Pada saat giliran mereka tiba, semuanya sudah terlambat – mereka sudah kehilangan banyak darah. [Banyak] luka bakar sangat parah, dan tidak ada obat penghilang rasa sakit yang tersedia di rumah sakit,” katanya.
“Ada kematian yang diam-diam terjadi. Dalam beberapa minggu terakhir, akibat serangan yang terus berlangsung, orang-orang perlahan sekarat karena kekurangan pasokan medis.”
Pada hari Ahad, militer “Israel” mengklaim telah menyerang lebih dari 100 target di Jalur Gaza dalam dua hari terakhir.
Kekerasan terbaru di Gaza terjadi saat negosiasi tidak langsung untuk kesepakatan pembebasan sandera dilanjutkan di Qatar.
Mediator Qatar, Mesir, dan Amerika Serikat telah terlibat selama berbulan-bulan dalam upaya mencapai kesepakatan untuk mengakhiri genosida dan mengamankan pembebasan puluhan sandera yang masih ditahan di Gaza.
“Israel” telah menahan lebih dari 10.000 warga Palestina sejak melancarkan genosida yang menghancurkan ini, yang telah menuai kecaman global. Kelompok hak asasi manusia menyebut serangan militer “Israel” ini sebagai genosida. Sementara itu, Mahkamah Internasional (ICJ), pengadilan tertinggi PBB, mengatakan pada Maret 2024 bahwa operasi militer “Israel” ini “kemungkinan besar” merupakan genosida.
Secara terpisah, Mahkamah Pidana Internasional (ICC) telah mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap gembong Zionis Benjamin Netanyahu dan mantan menterinya, Yoav Gallant. (Al Jazeera)
Berikan Infaq terbaik Anda. Klik di sini.