“Beratnya Kesulitan yang Menimpa Warga Rohingya Imbas Apatisme dan Kelambanan Masyarakat Internasional”

26 January 2025, 14:16.

Muhajirin Rohingya berkumpul dalam unjuk rasa memperingati 6 tahun hari genosida, di Ukhia, Bangladesh, pada 25 Agustus 2023. Foto: Tanbir Miraj/AFP

MYANMAR (Mizzima) – Perintah Mahkamah Internasional (ICJ) lima tahun lalu yang mengikat secara hukum untuk melindungi warga Rohingya di Myanmar dari bahaya lebih lanjut terus diabaikan oleh militer Myanmar dan kelompok-kelompok bersenjata lainnya, ungkap Burmese Rohingya Organisation UK (BROUK) dalam laporan yang dirilis tanggal 23 Januari.

Laporan berjudul “The Genocide Never Stopped – Five Years on From the World Court’s Order to Protect the Rohingya” memberikan analisis hukum terperinci tentang pelanggaran yang terus berlangsung terhadap perintah ICJ untuk mencegah genosida lebih lanjut.

Laporan tersebut menemukan bahwa pemerintah Inggris, sebagai pemegang kendali Myanmar di Dewan Keamanan (DK) PBB, telah gagal dalam tanggung jawabnya untuk segera mengadakan pertemuan Dewan.

DK PBB memiliki wewenang dan kewajiban berdasarkan Piagam PBB untuk menegakkan perintah mengikat ICJ jika terjadi ketidakpatuhan.

“Perintah hukum mengikat dari Mahkamah Internasional dimaksudkan untuk melindungi Rohingya, tetapi militer Burma terus menentangnya. Sementara Arakan Army secara aktif melakukan kekejaman terhadap Rohingya. Kegagalan total masyarakat internasional untuk menegakkan perintah ini memungkinkan genosida Rohingya terus berlanjut,” jelas Tun Khin, Presiden BROUK.

Selain gagal menegakkan hukum internasional dan menegakkan perintah ICJ, masyarakat internasional juga gagal menanggapi peringatan PBB pada bulan November 2024 tentang bencana kelaparan yang akan segera terjadi di Negara Bagian Rakhine di Myanmar, yang dapat menyebabkan hingga 2 juta orang di sana, termasuk warga Rohingya yang masih bertahan, menghadapi kelaparan.

“Pendekatan Inggris, Amerika Serikat, Uni Eropa, dan seluruh komunitas internasional terhadap krisis Rohingya dapat disimpulkan dalam satu kata: kegagalan,” tegas Tun Khin.

“Kami telah melihat kegagalan untuk menindaklanjuti peringatan guna mencegah genosida, kegagalan untuk memberikan dukungan yang memadai bagi para pengungsi di Bangladesh, kegagalan untuk menegakkan perintah pengadilan guna mencegah genosida yang terus berlangsung, dan sekarang kegagalan untuk menindaklanjuti peringatan akan terjadinya kelaparan.”

Laporan terbaru dari BROUK ini merupakan laporan kesepuluh dalam rangkaiannya yang mendokumentasikan pelanggaran berulang dan sistematis terhadap perintah ICJ guna melindungi bangsa Rohingya.

Kurun 24 Mei 2024-31 Desember 2024, laporan tersebut memerinci berbagai pelanggaran HAM, yang banyak di antaranya merupakan tindakan genosida yang dilakukan oleh angkatan bersenjata Myanmar terhadap Rohingya, maupun kejahatan perang yang dilakukan oleh Arakan Army.

Laporan tersebut menunjukkan bahwa militer Myanmar yang menjadi penguasa setelah mengkudeta pemerintahan sipil, jelas-jelas melanggar perintah darurat ICJ. Sementara Arakan Army telah melakukan pelanggaran HAM yang serius dan kejahatan perang terhadap bangsa Rohingya.

Militer Myanmar dan struktur administratifnya terus menolak memberikan identitas dan akses kewarganegaraan kepada etnis Rohingya sambil mempertahankan kebijakan penahanan massal di Rakhine bagian tengah, tempat lebih dari 145.000 warga Rohingya dikurung secara sewenang-wenang.

Persekusi sistematis ini telah sangat membatasi akses masyarakat Rohingya terhadap mata pencaharian, perawatan kesehatan, dan bantuan kemanusiaan.

Pembatasan yang diperparah oleh blokade hampir menyeluruh terhadap bantuan dan perdagangan ke wilayah-wilayah di bawah kendali Arakan Army. 

Kondisi itu semakin memperdalam kesulitan mereka, yang mengakibatkan dampak yang lebih ekstrem di Rakhine, khususnya di antara para pengungsi internal Rohingya. Kondisi kelaparan akut telah terjadi. 

Pelanggaran hak asasi manusia yang menimpa Rohingya meliputi: 

-Militer Myanmar terus menyangkal identitas Rohingya dan menolak kewarganegaraan mereka. 

-Penahanan massal 145.000 warga Rohingya, setengah di antaranya anak-anak. Dengan 112.000 dari mereka berada di wilayah yang masih dikendalikan militer Myanmar.

-Melanjutkan kebijakan ‘pembunuhan lambat’ yang menolak akses Rohingya untuk mendapatkan penghasilan, pembatasan ketat terhadap bantuan kemanusiaan, dan sekarang blokade terhadap perdagangan dan bantuan kemanusiaan ke semua wilayah yang dikendalikan Arakan Army.

-Pembatasan kebebasan bergerak, yang sekarang juga membatasi kemampuan Rohingya untuk melarikan diri dari wilayah konflik. 

-Arakan Army meniru kebijakan diskriminatif dan pelanggaran hak asasi manusia yang sebelumnya dilakukan secara terang-terangan oleh militer Myanmar. 

-Pengungsi intenal Rohingya menghadapi berbagai pemerasan, termasuk perempuan dan anak perempuan yang diancam akan dipindahkan ke kompleks militer; di mana mereka menghadapi kekerasan seksual dan pemerkosaan oleh serdadu militer Myanmar, untuk memaksa mereka mau memberikan bayaran.

-Pemadaman komunikasi yang dilakukan oleh militer Burma dan Arakan Army, membuat sangat sulit untuk mengungkap skala penuh pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi.

-Sebanyak 70.000 warga Rohingya telah menyeberang ke Bangladesh pada tahun 2024, melarikan diri dari konflik berkepanjangan dan krisis kelaparan. 

“Skala penderitaan dan kesengsaraan yang menimpa Rohingya telah dapat disamai oleh apatisme dan kelambanan masyarakat internasional,” ujar Tun Khin. 

Hukum dan mekanisme HAM internasional dirancang justru untuk mencegah kekejaman seperti yang dilakukan terhadap Rohingya. Namun, pemerintah Inggris dan anggota Dewan Keamanan PBB lainnya memilih untuk tidak bertindak.  

“Pemerintah Inggris harus segera mengadakan pertemuan Dewan Keamanan untuk membahas kegagalan Burma dalam menegakkan perintah ICJ dalam melindungi Rohingya.” (Mizzima)

Update Kabar Al-Aqsha dan Palestina via Twitter @sahabatalaqsha
Berikan Infaq terbaik Anda. Klik di sini.


Posting ini berada dalam kategori : Kabar Al-Aqsha & Palestina

« Penjajah Zionis Hancurkan Satu-satunya Pabrik Desalinasi Air di Gaza Utara 
Sejarah Perundingan Gencatan Senjata Antara “Israel” dan Hamas, Sejak 2008–Sekarang »