Warga yang Sakit dan Terluka Ungkap Upaya Menyelamatkan Diri saat Penjajah Mengebom RS Al-Ahli Gaza
17 April 2025, 06:48.
GAZA (Al Jazeera) – Yousef Abu Sakran tertidur di samping anak dan istrinya yang terluka, di bangsal darurat Rumah Sakit Arab Al-Ahli ketika orang-orang berlarian dan berteriak membangunkannya.
Ia melangkah ke halaman rumah sakit jauh sebelum fajar pada hari Ahad (13-4-2025) untuk menanyakan apa yang terjadi, tetapi tidak menemukan jawaban yang jelas. Hanya berita samar-samar bahwa serdadu ‘Israel’ telah memerintahkan semua orang untuk segera meninggalkan fasilitas medis tersebut.
Ayah berusia 29 tahun itu langsung bereaksi. Ia menggendong putranya yang masih berusia lima tahun, Muhammad, lalu ia dan istrinya, Iman, bergegas lari menuju gerbang rumah sakit.
Muhammad mengalami luka parah di sekujur tubuhnya, termasuk luka bakar tingkat tiga di punggung dan kakinya, tetapi Yousef harus terus berlari membawanya.
“Saya menggendong anak saya, yang tubuhnya terbakar, dan berlari sementara ia berteriak (kesakitan),” ucap Yousef, “punggungnya berdarah–lukanya mengucurkan darah dengan deras–dan ia berteriak kesakitan.”
“(Banyak pasien yang) lukanya terbuka lagi karena perintah tiba-tiba itu. Saya melihat keluarga seorang gadis dengan cedera tulang belakang mencoba menarik tempat tidurnya, tetapi tempat tidurnya tersangkut di reruntuhan.”
“Beberapa detik setelah kami meninggalkan rumah sakit, tempat tidur itu dihantam oleh dua rudal yang mengguncang seluruh lokasi tersebut. Saya berkata kepada istri saya: ‘Bayangkan jika kita terlambat semenit saja. Kita pasti sudah mati.’”

Tempat tidur bayi yang rusak dan puing-puing berserakan di area dekat bangsal darurat yang harus didirikan Al-Ahli untuk menampung semua pasiennya (Abdelhakim Abu Riash/Al Jazeera)
Harus Pergi ke Mana ketika Anak Masih Kesakitan?
Yousef dan istrinya berada di jalan bersama semua orang yang mengungsi dari rumah sakit.
“Saat itu sekira pukul 2 pagi, dan saya tidak tahu ke mana harus membawa anak laki-laki saya yang terluka. Dia kesakitan dan berdarah. Tidak ada klinik atau rumah sakit, sedangkan tenda tempat kami tinggal sangat jauh dan sama sekali tidak cocok untuk kondisinya.”
Anaknya, Muhammad, terluka dalam serangan udara penjajah ‘Israel’ di blok rumah mereka di kawasan Shujaiyya yang menewaskan lebih dari 20 Ahlu Syam Gaza dan melukai puluhan lainnya.
Satu jam setelah rumah sakit dibom, Yousef dan istrinya memutuskan tidak ada yang bisa mereka lakukan selain membawa Muhammad kembali ke Al-Ahli.
“Tempat itu gelap gulita, bau mesiu dan debu. Saya pergi ke gedung bedah di ujung rumah sakit, saya bertemu seorang perawat yang merasa kasihan dengan kondisi Muhammad, merawat lukanya, dan menerimanya.”
Mengebom rumah sakit seperti ini, kata Yousef, merupakan noktah hitam dalam hati nurani manusia.
“Mereka mengebom rumah kami di atas kepala kami dan kemudian mengebom rumah sakit saat pasien dan yang terluka berada di dalamnya. Ke mana lagi kami harus pergi?” tanyanya, “Bukankah semua kesedihan dan kesulitan ini sudah cukup?”
Menyelamatkan Diri dari Bahaya
Suhaib Hamed, 20 tahun, sedang tidur di bangsal tenda lain, tepat di sebelah gedung gawat darurat rumah sakit Al-Ahli.
Ia terluka saat pergi mengambil tepung untuk keluarganya yang kelaparan pada tanggal 29 Februari 2024–hari yang dikenal sebagai “Pembantaian Tepung”–saat penjajah ‘Israel’ membunuh 109 Ahlu Syam Gaza dan melukai puluhan lainnya ketika mereka sedang mencari bantuan makanan.
Ia ditembak di kaki oleh tank-tank ‘Israel’; yang merusak tulang dan jaringan tubuhnya hingga ia membutuhkan implan logam dan telah dirawat di bagian ortopedi sejak saat itu.
“Kakak saya, yang biasanya menemani saya, tidak ada di sana. Saya bahkan tidak tahu bagaimana saya bisa berdiri dengan kaki saya yang terluka, meraih kruk saya, dan menyelamatkan diri,” ungkap Suhaib menceritakan momen ia keluar dari ruang bedah setelah luka di kakinya dibersihkan dan diperiksa.
“Saya sampai lupa akan rasa sakit saya karena apa yang saya lihat di sekitar saya. Semua orang berteriak dengan penuh ketakutan dan kepanikan… Rasanya sudah seperti hari kiamat.”
Suhaib juga berhasil keluar dari rumah sakit beberapa menit sebelum dua rudal ‘Israel’ mendarat dan meledakkan sebagian gedung di sana.
“Kaki saya tidak kuat lagi, dan luka saya kembali terbuka lalu mulai mengucurkan darah,” ungkapnya.
Dia tidak bisa terus berjalan, jadi dia berhenti dan memanggil saudaranya, yang datang dan membantunya ke rumah mereka di kawasan Zeitoun, yang jaraknya setengah jam berjalan kaki untuk orang yang sehat di jalan yang tidak rusak.

Dua anggota petugas Rumah Sakit Arab Al-Ahli memeriksa yang tersisa dari departemen gawat darurat setelah penjajah ‘Israel’ mengebomnya pada 13 April 2025 (Abdelhakim Abu Riash/Al Jazeera)
Rasa sakit di kakinya membuat Suhaib harus bertahan demi mendapat perawatan, tetapi dia juga khawatir rumah sakit itu akan ditutup paksa oleh penjajah zionis.
“Saya telah tinggal di rumah sakit (selama lebih dari setahun) karena kondisi saya,” katanya.
Sebenarnya Suhaib memiliki rujukan medis untuk berobat ke luar Gaza. Namun, setelah setahun lebih menunggu, ia masih belum mendapat panggilan untuk berangkat.
“Bukankah penutupan dan pelarangan kami untuk keluar sudah cukup? Mereka bahkan menargetkan rumah sakit yang masih merawat kami dengan peralatan yang seadanya,” ucap Suhaib.
Memperburuk Krisis Sistem Kesehatan
Serangan penjajah ‘Israel’ terhadap RS Al-Ahli telah memperburuk krisis terhadap sistem kesehatan Gaza, yang telah runtuh akibat pengeboman bertubi-tubi, serta blokade terhadap obat-obatan, suplai medis, dan bahan bakar oleh penjajah yang terus berlanjut.
Dalam kepanikan yang terjadi karena ‘Israel’ tidak memberi staf rumah sakit waktu yang cukup untuk mengevakuasi para pasien, seorang anak meninggal karena kekurangan oksigen, ungkap Fadel Naeem, direktur Al-Ahli.
Dalam serangan biadab ini, ‘Israel’ menghancurkan departemen darurat, radiologi, laboratorium, dan apotek pusat yang vital, lanjut dokter tersebut.
“Kami butuh waktu berminggu-minggu atau berbulan-bulan untuk melanjutkan operasional,” jelasnya, “rumah sakit ini adalah pusat layanan dan mencakup semua fasilitas penting, termasuk satu-satunya mesin CT scan yang tersedia.”
“Nasib para pasien dan mereka yang terluka sekarang tidak diketahui. Kami harus mendistribusikan mereka ke rumah sakit lain, tetapi tidak ada rumah sakit yang bisa menyediakan layanan penuh.” (Al Jazeera)
Berikan Infaq terbaik Anda. Klik di sini.