Di al-Aqsha, Musim Semi Akan Segera Tiba (Bagian 2)

4 November 2011, 17:58.

oleh Shofwan Al-Banna Choiruzzad

Penanggung Jawab Sahabat Al-Aqsha Tokyo

1.       Sumbu Horizontal: Proliferasi Power ke aktor-aktor non-negara

Seandainya peristiwa itu terjadi pada tahun 1910, kisahnya akan berbeda sama sekali.

Kapal-kapal berbendera sipil itu membelah lautan, membawa bantuan kemanusiaan menuju sebuah kerangkeng raksasa. Kekuatan kolonial yang melihatnya sebagai ancaman bagi kedaulatan mereka menyerang membabi buta. Peluru-peluru tajam itu mengoyak orang-orang tua dan perempuan-perempuan yang hanya punya keinginan sederhana: melihat anak-anak kecil yang terkurung itu tersenyum.

Jika peristiwa ini terjadi pada tahun 1910, tidak akan ada sebuah kemarahan yang mendunia. Peristiwa Mavi Marmara menunjukkan bahwa tekanan dari masyarakat sipil global sekarang memiliki pengaruh yang cukup kuat, meskipun belum maksimal.

Dampak:

Strategi Israel yang menitikberatkan penggunaan kekuatan militer untuk mendukung kebijakan-kebijakan ilegalnya (seperti pembangunan tembok Apartheid, blokade Gaza, perampokan air bersih dan sumber-sumber ekonomi, penyiksaan, agresi militer, pemukiman ilegal dan seterusnya) seharusnya akan semakin mudah dihambat jika masyarakat sipil ilegal lebih aktif lagi.

2.       Sumbu Ketiga: Diversifikasi Jenis-jenis Power

Perubahan yang ketika adalah perubahan jenis-jenis kekuatan. Kekuatan keras (paksaan melalui tekanan militer maupun ekonomi) bukan lagi penentu utama keberhasilan. Perang gagasan melalui media akan semakin keras.

Dukungan Kita

Dalam pemahaman hukum internasional (Konvensi Montevideo 1934), secara umum ada empat pilar sebuah negara merdeka (penduduk, wilayah, pemerintah yang efektif, dan kemampuan untuk menjalin hubungan dengan negara lain yang dapat dilihat dari pengakuan internasional). Kita dapat menggunakannya sebagai acuan untuk menyokong kemerdekaan Palestina. Jika dilihat, “pertempuran” yang dilancarkan oleh Israel adalah bagaimana untuk menggerus keempat pilar tersebut. Jihad kita, dengan demikian, adalah mengokohkannya.

1. Penduduk dan Wilayah

Strategi Israel: Perluasan pemukiman ilegal, isolasi, teror

Yang bisa dilakukan:

–          Negara :

Galang kampanye terus menekan kebijakan brutal Israel. Tidak perlu takut sekarang. Amerika Serikat dan Eropa melemah. Saatnya lebih asertif. Jangan termakan rayuan untuk membuka hubungan diplomatik dengan Israel.

Israel mencoba menghilangkan daya hidup masyarakat. Meskipun kita yakin bahwa mereka adalah pejuang yang tangguh, kita harus turut serta berkontribusi dengan memberikan dukungan-dukungan terhadap kebutuhan vital masyarakatnya supaya mereka dapat istiqomah (sumber air bersih, sumber ekonomi, dan seterusnya)

–          Masyarakat :

Kampanye anti kebijakan ilegal Israel, baik di level internasional maupun ke Indonesia sendiri.

Israel mencoba menghilangkan daya hidup masyarakat. Galang dukungan dari umat untuk memberikan dukungan-dukungan terhadap kebutuhan vital masyarakat Palestina supaya mereka dapat istiqomah (sumber air bersih, sumber ekonomi, santunan biaya hidup pengungsi dan pejuang, penyediaan fasilitas umum yang fital, klinik kesehatan atau RS, dan seterusnya). Sahabat Al Aqsha, alhamdulillah, menyampaikan solidaritas umat Islam Indonesia dengan strategi ini yang telah disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat Palestina yang diprogramkan  HAMAS.

2. Pemerintah yang Efektif

The Economist mencatat bahwa saat Abbas ke PBB untuk meminta pengakuan terhadap keanggotaan Palestina, negara “Palestina” yang sebenarnya telah dijalankan oleh HAMAS (administrasi Palestina di bawah Otoritas Palestina masih dikuasai oleh militer Israel). Strategi Israel adalah dengan memperuncing konflik di antara warga Palestina, mencegah HAMAS diakui sebagai pemerintah dengan mengecapnya sebagai teroris, serta menghambat pemerintah Palestina merdeka (dalam hal ini HAMAS) dapat berfungsi dengan baik (dengan mematikan sumber-sumber ekonomi, blokade, serangan militer). Kita dapat berperan dengan mengkampanyekan supaya dunia mengakui HAMAS sebagai pemerintah yang sah, sekaligus menyokong perannya yang efektif (misal: dengan memastikan bahwa sarana dan prasarana untuk menjalankan pemerintahan yang efektif dapat dilakukan). Memberikan dukungan-dukungan terhadap kebutuhan vital pemerintah Palestina (anggaran pegawai negeri, penyediaan fasilitas umum) penting untuk dilakukan.

3. Pengakuan Internasional

Saat ini hampir ¾ dunia mengakui Palestina. Masalahnya, yang belum mengakui Palestina adalah negara-negara yang relatif kuat posisinya (meskipun sekarang melemah). Koalisi negara-negara berkembang dan OKI harus terus dibangun. Aliansi dengan Amerika Latin menarik untuk digalang. Selain itu, pengakuan terhadap Palestina saja tidak cukup, karena banyak yang masih tidak mengakui HAMAS karena ia dimasukkan dalam daftar organisasi teroris. Penting untuk mengupayakan supaya dunia internasional mau jujur dan mengakui HAMAS sebagai pemerintah yang sah. (Tamat) (SAB/MFR/Sahabat Al-Aqsha)

Update Kabar Al-Aqsha dan Palestina via Twitter @sahabatalaqsha
Berikan Infaq terbaik Anda. Klik di sini.


Posting ini berada dalam kategori : Analisa

« Zionis Ogah Hentikan Perampasan Tanah Palestina, Maka Hamas Serukan Dihentikannya ‘Negosiasi Damai’
Waspada! Zionis ‘Israel’ Berencana Halangi Kedatangan 2 Kapal Bantuan ke Gaza »