Syaikh Hasan Yusuf, Pejuang Kemerdekaan Palestina yang Tak Tunduk kepada Penjajah Zionis

4 July 2019, 14:19.
Foto: Palinfo

Foto: Palinfo

RAMALLAH, Kamis (Palinfo): Syaikh Hasan Yusuf bukanlah pemimpin biasa di Gerakan Perlawanan Islam, Hamas. Ia seorang revolusioner sejati, tertancap kuat di dalam sanubarinya cinta perlawanan, menolak tunduk kepada penjajah Zionis serta penjarah di Baitul Maqdis dan Tepi Barat.

Syaikh Hasan Yusuf dikenal sebagai pemimpin yang sangat mencintai rakyat Palestina, pemimpin dengan kepribadian lengkap. Tujuh belas tahun lebih dari umurnya beliau habiskan di dalam jeruji penjara Zionis; dibebaskan dan dijebloskan menjadi siklus kehidupannya selama 17 tahun itu dan ia meyakini bahwa penjara akan mengantarkan pada kemenangan. Tak pernah sekali pun dalam hidupnya muncul rasa ragu untuk membela kebenaran dan keluarganya, meski harga yang harus ia bayar adalah dengan keluar-masuk penjara Zionis.

Tentang Syaikh Hasan Yusuf

Syaikh Hasan Yusuf lahir pada bulan April 1955 di desa Al-Janiyah di Dar Khalil, kota Ramallah, bagian utara Palestina terjajah. Pendidikan dasar ia tempuh di desa itu dan menyempurnakan pendidikan di jenjang menengah pertama dan menengah atas di kota Kafr Ni’mah dekat tempat kelahirannya.

Ayahnya seorang imam, muazin dan khatib di masjid desa kelahirannya. Hal itu menjadikan cinta masjid dan Islam sesuatu yang mengakar pada dirinya sejak dini dan menjadi karakter yang tak terpisahkan dari pribadinya.

Saat menginjak usia 15 tahun, ia ditunjuk sebagai takmir Masjid Ramallah, dan sesudahnya melanjutkan kuliah di Fakultas Dakwah dan Ushuluddin Universitas Al-Quds. Ia kemudian menikah dengan Sayyidah Shabah Abu Salim dari Baituniya dan dikaruniai enam anak.

Berulang kali ditangkap penjajah

Perjalanan jihadnya diwarnai dengan siklus penangkapan berulang kali oleh penjajah Zionis, dimulai sejak tahun 1971 saat umurnya baru memasuki usia 16 tahun.

Pada tahun 1992 saat ia tengah menjabat sebagai anggota parlemen, bersama 417 pemimpin dari Hamas dan Jihad Islam yang lain ia diasingkan ke Marj Al-Zohour. Saat di pengasingan itu, ia dikenal oleh rekan-rekannya sebagai pribadi yang lembut dan ringan tangan. Kisah pengalaman itu dicatat dalam sejarah dengan tinta emas.

Syaikh Hasan Yusuf bertransformasi menjadi tokoh penting Palestina. Sejak tahun 2006 ia menjabat sebagai anggota Dewan Legislatif Palestina dari fraksi Perubahan dan Reformasi. Ia juga anggota Komite Pasukan Nasional dan Islam untuk daerah pemilihan Tepi Barat, Ramallah dan Al-Birah.

Pada 25 September 2005, ia ditangkap. Saat berada di dalam penjara, ia memenangkan pemilihan Dewan Legislatif Palestina. Ia ditangkap atas dugaan bekerja sama dengan Pasukan Nasional melawan penjajah Zioni. Pada saat itu, hubungan dengan faksi-faksi lain, seperti Fatah sedang harmonis maka dibentuklah sejumlah kantor Pasukan Nasional dan Islam untuk mengorganisir aktivitas pergerakan kolektif di tingkat Tepi Barat.

Setelah tahun 1993, Syaikh Hasan Yusuf menjadi bagian penting dan pemimpin gerakan Intifadhah. Tokoh penting Palestina dan mewakili Hamas di Dewan Legislatif Palestina.

Karunia di setiap ujian

Di antara bagian yang mengesankan dari kehidupan Syaikh Hasan Yusuf adalah kemampuannya mengubah cobaan menjadi karunia. Saat beliau sedang diasingkan ke Gaza, putri beliau yang bernama Salsabila (hafizhah Al-Quran) menyusul beliau ke Gaza dan kemudian melangsungkan pernikahan dengan Amir Abu Sarhan, mujahid perang As-Sakakin yang dibebaskan pada saat pertukaran tahanan Gilad Shalit. Pesta pernikahan digelar, semua berbahagia di tengah pengasingan dan blokade. Ujian pengasingan berubah menjadi kebahagiaan pernikahan putrinya.

Mendengar kabar pernikahan itu, badan intelijen Zionis kemudian menangkap Syaikh Hasan Yusuf beserta kedua putranya, Uwais dan Saif, yang baru melangsungkan pernikahan dua pekan sebelumnya. Penangkapan itu merupakan hukuman atas pernikahan putrinya, Salsabila. Akan tetapi, makar yang terus dilancarkan intelijen Zionis itu tak sedikit pun memengaruhi Syaikh Hasan Yusuf, ia tetap tegar melanjutkan perjuangannya hingga tetes darah terakhir.

Berjuang untuk tawanan, Baitul Maqdis dan Masjidil Aqsha

Di setiap fase hidup yang dilalui Syaikh Hasan Yusuf, kontribusi dan perjuangannya selalu melejit. Ia merupakan teladan dari persatuan, solidaritas, dan pengerat keretakan. Ia aktif memberikan dukungan kepada para tawanan, berhubungan baik dengan faksi-faksi perjuangan Palestina yang lain, dan selalu ikut serta dalam setiap kegiatan terutama kegiatan solidaritas bagi para tawanan dan keluarga mereka.

Terkait urusan rekonsiliasi dan pengerat keretakan, partisipasi dan kehadirannya di setiap pertemuan antara pimpinan faksi-faksi perjuangan Palestina sangat berpengaruh dan konkret. Meski terkendala kondisi keamanan, ia tetap teguh mengorbankan waktunya untuk ikut andil dalam penyelesaian masalah dan mengikuti perkembangan situasi.

Terlepas dari kesempatan singkatnya karena menjalani siklus penangkapan dan penahanan, ia tetap keluar untuk memberikan kontribusi sebisa mungkin di berbagai bidang. Ia memberikan kontribusi penting dalam aksi solidaritas untuk tawanan politik dan apa pun aksinya ia selalu ada di barisan terdepan.

Di samping itu, ia juga tidak melupakan urusan Baitul Maqdis. Di beberapa kesempatan ia mengajak rekan-rekannya di parlemen untuk menyelenggarakan kegiatan di Ramallah demi membela Baitul Maqdis dan mengutuk kejahatan Zionis, serta di setiap pertemuan di Dewan Legislatif Palestina ia selalu menyuarakan masalah-masalah penting, seperti tawanan dan Masjid Al-Aqsha.* (Palinfo | Sahabat Al-Aqsha)

*Artikel ini dipublikasikan Palinfo pada 21 Oktober 2015. 

Update Kabar Al-Aqsha dan Palestina via Twitter @sahabatalaqsha
Berikan Infaq terbaik Anda. Klik di sini.


Posting ini berada dalam kategori : Kabar Al-Aqsha & Palestina

« Rakyat Palestina Akan Berikan 100 Miliar Dolar, Jika Trump…
Rakyat Palestina Ramaikan Medsos dengan Tagar ‘Kami Semua Anakmu’ untuk Dukung Syaikh Hasan Yusuf »