Pasca Kebakaran Melanda Apartemen Uyghur: Aksi Protes Menyebar Luas, Rezim Cina Perketat Pengawasan

29 November 2022, 22:45.

TURKISTAN TIMUR (RFA) – Protes penuh amarah berkecamuk semalaman di ibu kota Xinjiang dan menyebar ke kota-kota lain di Cina, Sabtu (26/11/2022), setelah kebijakan lockdown Covid-19 yang ketat menyebabkan tragedi kebakaran sebuah apartemen Uyghur yang mengenaskan.

Aksi protes di Urumqi—yang kemudian menggema di Beijing, Shanghai, dan kota-kota lain—dipicu oleh kebakaran pada Kamis (24/11/2022) malam di sebuah apartemen di distrik Jixiangyuan, Urumqi, yang menewaskan sedikitnya 10 orang.

Tragedi mematikan itu menjadi katalis atas luapan rasa frustrasi yang mendalam terhadap kebijakan nol-COVID tanpa kompromi di negara komunis tersebut.

Video milik warga yang beredar di Internet menunjukkan teriakan para penghuni apartemen yang terbakar yang meminta pihak berwenang untuk segera membuka pintu keluar yang ditutup karena lockdown ketat COVID-19.

Kebijakan tak manusiawi itu telah diberlakukan selama lebih dari 100 hari dan telah menyebabkan berbagai kesulitan—termasuk banyak kematian—yang meluas di Xinjiang khususnya.

Menurut warga, truk pemadam kebakaran yang bergegas ke lokasi terhalang akibat mobil-mobil yang diparkir dan pagar besi yang mencegah orang keluar dari gedung dan lingkungan mereka, sebagai bagian dari lockdown ketat.

Petugas pemadam kebakaran mencoba menyemprotkan air ke gedung dari kejauhan, tetapi semprotan air tidak dapat mencapai lantai 14-19 dari gedung 21 lantai itu.

Hal ini menyebabkan api terus membara selama hampir tiga jam sebelum akhirnya dapat dipadamkan. Puluhan warga Uyghur yang tak bisa menyelamatkan diri karena ditutupnya pagar besi menjadi korban.

RFA Uyghur menelepon kantor polisi di dekat lokasi kebakaran di Urumqi dan diberi tahu jumlah korban tewas yang bervariasi akibat kobaran api.

“Sembilan orang mati terbakar. Lebih dari selusin mati lemas, dengan total sekira 26 korban jiwa,” kata seorang petugas di kantor polisi di Jalan Ittipaq.

“Jumlah kematian mungkin lebih dari 40,” sebut seorang petugas di kantor polisi Jalan Janubiy.

“Saya diberitahu bahwa ada banyak orang yang mengalami luka berat di rumah sakit. Kami tidak punya waktu untuk menghitung jumlah kematian,” lanjutnya.

“Lengserkan Partai” 

Eva Rammeloo, koresponden Cina untuk surat kabar harian Belanda Trouw, melalui Twitter mengunggah video protes di Jalan Urumqi di Shanghai pada Sabtu malam, di mana orang banyak terlihat dan terdengar meneriakkan “Lengserkan Partai! Turunkan Xi Jinping! Bebaskan Xinjiang!”

Video lain menunjukkan teriakan yang terkoordinasi, dengan seorang pengunjuk rasa melantangkan, “Partai Komunis Cina!” dan diikuti yang lainnya dengan, “Turun”.

Polisi menangkap seorang pria saat aksi protes di Shanghai tanggal 27 November 2022, di mana protes terhadap kebijakan nol-Covid Cina terjadi sejak malam sebelumnya menyusul kebakaran mematikan di Urumqi, ibu kota Xinjiang. (Foto oleh HECTOR RETAMAL / AFP)

Polisi menangkap seorang pria saat aksi protes di Shanghai tanggal 27 November 2022, di mana protes terhadap kebijakan nol-Covid Cina terjadi sejak malam sebelumnya menyusul kebakaran mematikan di Urumqi, ibu kota Xinjiang. (Foto oleh HECTOR RETAMAL / AFP)

Kantor berita Reuters melaporkan bahwa sebuah video yang diverifikasi dan diambil di Urumqi pada hari Jumat (25/11/2022) malam menunjukkan kerumunan massa meneriakkan, “Akhiri lockdown!”

Sementara kerumunan yang lain menyanyikan lirik lagu kebangsaan Tiongkok, “Bangkitlah, mereka semua yang menolak menjadi budak!”

AFP juga telah memverifikasi video yang menunjukkan ratusan orang berkumpul di luar kantor pemerintah kota Urumqi pada malam hari, sembari meneriakkan: “Akhiri lockdown!”

Menurut postingan di Weibo, situs Cina yang mirip Twitter, demonstrasi serupa untuk menentang kebijakan lockdown COVID-19 dilakukan di bagian lain Xinjiang, termasuk Korla dan Prefektur Bayingolin di Mongol.

Etnis Han Cina yang Memprotes

Sebagian besar pengunjuk rasa yang terlihat dalam video protes di Urumqi, bukanlah orang Uyghur, tetapi mayoritas Han Cina.

Ini karena “orang Cina Han tahu mereka tidak akan dihukum jika mereka berbicara menentang lockdown,” Associated Press mengutip perkataan seorang Muhajirin Uyghur yang tidak disebutkan namanya.

“Orang Uyghur berbeda. Jika kami berani mengatakan hal seperti itu, kami akan dibawa ke penjara atau ke kamp,” kata para wanita itu kepada AP, yang dirahasiakan identitasnya untuk melindungi keluarga mereka.

Foto c: Petugas polisi berdiri di belakang barikade di lokasi di mana protes terhadap pembatasan COVID-19 terjadi malam sebelumnya, setelah kebakaran Urumqi yang mematikan, di Shanghai, 27 November 2022. REUTERS/Josh Horwitz 

Petugas polisi berdiri di belakang barikade di lokasi di mana protes terhadap pembatasan COVID-19 terjadi malam sebelumnya, setelah kebakaran Urumqi yang mematikan, di Shanghai, 27 November 2022. REUTERS/Josh Horwitz 

Jauh dari Xinjiang, tepatnya di kota Nanjing, video warga yang didapat oleh RFA menunjukkan para mahasiswa berkumpul di Nanjing Institute of Communication untuk berkabung dan menunjukkan kepedulian kepada para korban kebakaran dan keluarga yang berduka.

Video lain memperlihatkan seorang pria yang tampak seperti pejabat kampus memegang pengeras suara dan memberi tahu para mahasiswa, “Kalian akan membayar semua yang telah kalian lakukan hari ini.”

Ancaman itu membuat mereka marah, dan dibalas dengan berteriak: “Kamu harus membayarnya juga,” dan “Negara ini sedang merasakan akibatnya.”

Video lain yang tersebar juga menunjukkan aksi serupa di Shanghai dan di provinsi Sichuan barat.

Foto d: Para mahasiswa ikut serta dalam protes terhadap pembatasan COVID-19 di Universitas Tsinghua di Beijing, diambil dari video yang dirilis 27 November 2022 dan diperoleh REUTERS.

Para mahasiswa ikut serta dalam protes terhadap pembatasan COVID-19 di Universitas Tsinghua di Beijing, diambil dari video yang dirilis 27 November 2022 dan diperoleh REUTERS.

Atas protes keras yang menyebar itu, pemerintah Cina berjanji untuk melonggarkan pembatasan secara bertahap, dengan tetap mengancam akan menindak mereka yang “menentang” kebijakan negara, menurut sumber lokal dan laporan media.

Pengabaian Total terhadap Kesulitan Uyghur

Sekira 12 juta warga Uyghur telah menjadi sasaran upaya genosida pemerintah yang kejam, termasuk program penahanan massal terhadap sekira 1,8 juta orang, yang diklaim Cina diperlukan untuk memerangi “ekstremisme dan terorisme”.

Amerika Serikat dan parlemen dari beberapa negara Barat menyatakan penindasan Cina terhadap Uyghur, termasuk penahanan sewenang-wenang dan kerja paksa, telah masuk ke dalam upaya genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan.

Pada akhir Agustus, kepala hak asasi manusia PBB mengeluarkan laporan tentang kondisi di Xinjiang dan menyimpulkan bahwa represi tersebut “dapat tergolong sebagai kejahatan internasional, khususnya kejahatan terhadap kemanusiaan.” 

Orang-orang memprotes pembatasan COVID-19 setelah kebakaran Urumqi yang mematikan, di Communication University of China di Nanjing, provinsi Jiangsu, dari video yang diperoleh REUTERS dan dirilis 26 November 2022.

Orang-orang memprotes pembatasan COVID-19 setelah kebakaran Urumqi yang mematikan, di Communication University of China di Nanjing, provinsi Jiangsu, dari video yang diperoleh REUTERS dan dirilis 26 November 2022.

World Congres Uyghur (WCU), sebuah kelompok advokasi yang berbasis di Jerman, mengutuk tanggapan pihak berwenang Cina selama ini.

“Sejak bulan Agustus, warga Uyghur di Turkistan Timur telah mengalami pembatasan ini tanpa akses ke makanan maupun perawatan medis. Akun media sosial telah dibanjiri dengan video orang yang meninggal karena pengabaian total dari pihak berwenang, dan pengabaian total terhadap penderitaan Uyghur,” ucapnya, merujuk nama yang disukai warga Uyghur untuk Xinjiang.

Di antara mereka yang meninggal adalah satu keluarga yang terdiri dari tiga orang: sang ibu, Qemernisahan Abdurahman, dan anak-anaknya, Nehdiye dan Imran. Sang ayah, Eli Memetniyaz, dan putra sulung mereka, Eliyas Eli, masing-masing menjalani hukuman penjara 12 dan 10 tahun, lanjut pernyataan itu.

“Komunitas Uyghur sangat tertekan setelah mendengar berita mengerikan tentang banyak keluarga yang kehilangan nyawa dalam kebakaran itu,” sebut Dolkun Isa, presiden WCU.

“Faktanya adalah rezim sama sekali tidak memiliki belas kasihan dan otoritas lokal benar-benar mengabaikan kebutuhan dan tuntutan masyarakat Uyghur. Oleh karena itu, mereka tidak segera bertindak dalam memadamkan kobaran api,” tegas Dolkun Isa. (RFA)

 

 

Update Kabar Al-Aqsha dan Palestina via Twitter @sahabatalaqsha
Berikan Infaq terbaik Anda. Klik di sini.


Posting ini berada dalam kategori : Kabar Al-Aqsha & Palestina

« Puluhan Tahun Dedikasikan Hidup Dukung Perjuangan Rakyat Palestina, Dokter Australia Tutup Usia di Gaza
VIDEO – Serdadu Zionis Bunuh Tiga Warga Palestina di Beit Ummar dan Ramallah »