Jika Dunia Tak Berbuat Lebih Banyak Lindungi Rohingya, Genosida Berisiko Terulang Kembali

3 February 2023, 05:56.
Muhajirin Rohingya kehilangan rumah-rumah darurat mereka akibat kebakaran pada 25 Maret 2021 di Ukhia, distrik Cox’s Bazar, Bangladesh. Foto: AFP

Muhajirin Rohingya kehilangan rumah-rumah darurat mereka akibat kebakaran pada 25 Maret 2021 di Ukhia, distrik Cox’s Bazar, Bangladesh. Foto: AFP

(Arab News) – Pakar dan pengamat independen PBB yang ditugaskan untuk menyelidiki situasi di Myanmar mendesak dunia internasional untuk berbuat lebih banyak lagi dalam melindungi etnis minoritas Rohingya yang mengalami krisis tak kunjung usai.

Tom Andrews, yang menjabat sebagai Pelapor Khusus PBB untuk kondisi HAM di Myanmar, memperingatkan jika dunia tidak melakukan langkah itu, peristiwa tahun 2017 berisiko terulang kembali.

Ia merujuk pada pembantaian massal dan penganiayaan brutal militer Myanmar terhadap etnis Rohingya, di mana ribuan orang terbunuh dan lebih dari satu juta orang terpaksa mengungsi ke negara lain.

Tom Andrews memperingatkan, kekuatan yang sama yang melakukan “kejahatan genosida” tersebut sekarang mengendalikan negara Myanmar.

Muslim Rohingya telah mengalami kekerasan, diskriminasi, dan persekusi selama puluhan tahun di Myanmar. Puncaknya adalah eksodus terbesar yang dimulai pada 25 Agustus 2017, setelah militer Myanmar melancarkan operasi brutal yang menargetkan mereka di Negara Bagian Rakhine utara.

Amnesty International mengatakan, junta membakar seluruh desa Rohingya dan memaksa lebih dari 700.000 orang, setengah dari mereka anak-anak, menyelamatkan diri ke Bangladesh, di mana hampir 1 juta Muhajirin Rohingya kini tinggal di kamp-kamp pengungsian yang padat di Cox’s Bazar.

Andrews, yang baru saja kembali dari misi pencarian fakta dan menyampaikan laporannya kepada PBB di New York tentang situasi di negara Asia Selatan itu, mengatakan lebih dari 600.000 warga Rohingya masih bertahan di Negara Bagian Rakhine, dengan 130.000 di antaranya berada di kamp konsentrasi yang tak layak huni.

“Bahkan mereka yang tinggal di desa-desa pun, dalam kondisi desa-desa itu dikepung. “Masyarakat (Rohingya) adalah tahanan di kampung halaman mereka sendiri. Mereka hampir tidak memiliki hak apa pun. Sangat, sangat tertekan untuk hidup dalam kondisi seperti itu,” ujar Andrews.

Pelapor khusus itu mengatakan rasa frustrasi dan kemarahan di antara komunitas Rohingya karena tidak adanya pertanggungjawaban atas kekejaman yang telah dilakukan junta terhadap mereka.

“Anda tahu, jika Anda bisa lolos dengan satu (kejahatan), mengapa tidak bisa lolos dengan (kejahatan) yang lain? Jika dunia internasional tidak mampu memberikan keadilan, mungkin mereka juga akan menyepelekan apa yang terjadi setelah kudeta.”

“Jadi, kegagalan untuk membawa pertanggungjawaban tidak hanya sebuah tragedi dan ketidakadilan bagi orang-orang yang menderita, tetapi juga merupakan ketidakadilan dan tragedi bagi mereka yang akan menderita di tangan kekuatan yang sama, yang mendapati bahwa komunitas internasional sama sekali tidak peduli.” (Arab News)

 

 

Update Kabar Al-Aqsha dan Palestina via Twitter @sahabatalaqsha
Berikan Infaq terbaik Anda. Klik di sini.


Posting ini berada dalam kategori : Kabar Al-Aqsha & Palestina

« Penjajah Perpanjang Penahanan Warga Pengidap Kanker, Aktivis HAM: Hukuman Mati secara Perlahan
Kepung Ketat Ariha Enam Hari, Penjajah Hancurkan Belasan Gubuk di Dekat Wadi Qelt »