Meneropong Masa Depan Hamas Setelah Wafatnya Ismail Haniyah
31 July 2024, 18:36.
Foto: Gazaalan.net
Oleh: Pizaro Ghozali Idrus
Gerakan Perlawanan Islam atau Hamas mengumumkan bahwa Kepala Biro Politik Ismail Haniyah telah syahid akibat pembunuhan yang dilaporkan dilakukan penjajah ‘Israel’ di ibu kota Iran, Teheran, pada Rabu (31/7/2024).
Wakil Kepala Biro Politik Hamas, Mousa Abu Marzouq, mengatakan pembunuhan tersebut adalah tindakan pengecut dan Hamas tidak akan membiarkan begitu saja.
Sejatinya, perlawanan Hamas tidak akan pernah padam dengan wafatnya Haniyah. Karena gerak Hamas sudah berjalan by system.
Hal ini sebagaimana dikatakan petinggi Hamas, Sami Abu Zuhri, usai gugurnya Haniyah. Dia menegaskan bahwa penjajah ‘Israel’ bernafsu untuk melumpuhkan Hamas dan ingin mematahkan spirit rakyat Palestina.
Namun, Hamas adalah sebuah gagasan, dan kesyahidan para pemimpinnya tidak akan menghentikan gagasan ini.
“Pembunuhan ini tidak akan mencapai tujuan penjajahan dan tidak akan mampu menggeserkan Hamas dari mengambil alih kekuasaan. Sebab Hamas akan terus menempuh jalan ini sampai akhir, dan darah ini telah meningkatkan tekadnya,” ujar Zuhri.
Situasi ini sudah terbukti pada tahun 2004 ketika pendiri Hamas Syekh Ahmad Yassin dan Dr Abdul Aziz Rantisi gugur dalam rentang waktu satu bulan. Meski kedua tokoh adalah figur kunci gerakan, tidak ada perubahan kebijakan dalam gerakan Hamas. Perlawanan terus dilakukan.
Perjuangan merebut kemerdekaan tidak kendor. Bahkan Hamas memenangkan pemilu Palestina yang bersejarah tahun 2006 yang mengejutkan ‘Israel’ dan Amerika Serikat. Hamas sukses meraih kursi parlemen terbanyak mengalahkan Fatah.
Bagi Hamas, hanya ada dua alternatif dalam menentukan nasib bangsa Palestina: menyerah atau terus melawan. Kalau rakyat Palestina hendak hidup di bawah penjajahan Israel, maka pilihannya menyerah.
Namun, bila bangsa Palestina mengharap kemerdekaan dan kehidupan mulia maka pilihannya hanyalah melawan.
Sejak saat itu, Hamas terus memperkuat konsolidasi. Memperkokoh basis militernya hingga bertransformasi menjadi pasukan elite yang disegani zionis; sebagaimana terjadi pada Perang Al Furqan pada 2008-2009.
Analis politik Palestina Wisam Afifah mengatakan upaya penjajah zionis ‘Israel’ untuk melumpuhkan perlawanan Hamas pada perang itu terbukti kontraproduktif bagi ‘Israel’. Dampak perang itu hanya menyebabkan meningkatnya kekuatan Hamas; tidak hanya secara militer, namun juga secara politik di Timur Tengah.
Sebab dalam momentum ini, faksi pejuang Palestina itu justru telah mengambil banyak pelajaran dan meningkatkan persenjataannya, yang tercermin dalam tiga perang berikutnya Hijaratus Sijjil (2012) dengan manuver roket Hamas, Ashful Ma’kul (2014) dengan kemajuan taktik serangan, Saiful Quds (2021) lewat inovasi rudal jelajah.
Hal serupa terjadi dalam Operasi Taufan Al Aqsha pada 7 Oktober 2023. Dalam agresinya, penjajah ‘Israel’ menargetkan untuk menghabisi Hamas beserta seluruh komponen kekuatan politik dan militernya. Sesumbar gembong zionis Netanyahu untuk menghancurkan Hamas dan perlawanan rakyat dalam hitungan singkat tak terbukti.
Selama hampir 10 bulan itu, Hamas masih bertahan dan belum terlihat tanda-tanda menyerah. Perang dan agresi zionis hanya merusak dan membumihanguskan infrastruktur di Jalur Gaza serta membunuh warga sipil, anak-anak, wanita dan orang tua. Akan tetapi, tidak perlawanan bangsa Palestina.
Puluhan ribu warga Palestina telah terbunuh, termasuk banyak anak-anak, dan puluhan ribu rumah, sekolah, dan gedung perkantoran telah hancur. Namun, angka-angka itu tidak pernah berhasil melumpuhkan Hamas dan spirit perjuangan bangsa Palestina.
Operasi Taufan Al Aqsha justru telah mengubah bandul geopolitik global. Negara-negara Arab yang tadinya telah berjabat tangan melakukan normalisasi dengan ‘Israel’ menanggung beban moral yang sangat kuat.
Dunia internasional tidak hanya mengecam ‘Israel’ dan sekutu Baratnya, tetapi juga bungkamnya dunia Arab yang tidak melakukan tindakan berarti untuk menghentikan penjajahan.
Dukungan internasional kepada Palestina pun kian menguat, sebanyak 143 negara mendukung keanggotaan penuh Palestina di PBB dan hanya 9 negara yang menolak. Baru-baru ini International Justice Court memutuskan pendudukan ‘Israel’ adalah ilegal.
Situasi ini juga menunjukkan bahwa Iran bukanlah tempat yang aman bagi Hamas. Mata-mata Mossad sudah mengetahui celah keamanan di Iran. Sebab situasi tewasnya tokoh-tokoh Hamas tidak terjadi di Qatar maupun Turki.
Upaya Mossad untuk membunuh tokoh-tokoh Hamas di Turki berhasil diantisipasi oleh intelijen Turki. Pada April 2024 lalu, Intelijen Turki berhasil menangkap 33 agen Mossad.
Hamas harus berpikir ulang untuk menjaga tokoh-tokohnya di luar negeri. Karena setelah gagal mengalahkan Hamas, target zionis adalah membunuh tokoh-tokoh Hamas di luar negeri seperti terjadi pada pendiri Brigade Izzudin Al-Qassam, Saleh Al Arouri yang dibunuh Israel di Lebanon. (*)
*Penulis adalah peneliti Asia Middle East Center for Research and Dialogue dan Direktur Eksekutif Baitul Maqdis Institute, kandidat PhD bidang HI di USM Malaysia
Berikan Infaq terbaik Anda. Klik di sini.