Akhirnya, Cincin Cantik itu Tersemat di Jari Perempuan Pemberani di Gaza

Amanah sebentuk cincin emas berlian, dari seorang ibu muda di Jakarta, "Sematkan ini ke jari seorang istri Mujahid di Gaza." Gambar ini diambil di dekat jendela pesawat saat memulai perjalanan. Bismillaah... foto: Sahabat Al-Aqsha

JALUR GAZA, Ahad (Sahabatalaqsha.com): Suatu siang di awal tahun lalu, di sebuah gedung tinggi di Jakarta Pusat. Seorang ibu muda mendatangi relawan Sahabat Al-Aqsha dan membuka dompetnya, mengeluarkan sebuah amplop kecil, lalu mengambil dari dalamnya sebentuk cincin emas berlian.

“Ini berlian Eropa. Kecil, tapi berlian Eropa,” kata si ibu muda berjilbab cokelat muda itu, seakan hendak meyakinkan relawan SA bahwa benda yang ada di tangannya itu adalah barang mahal. Kami tidak bertanya berapa harganya, karena amanah si ibu muda bersuara lembut itu kemudian jauh lebih mengejutkan. “Tolong berikan kepada istri seorang Mujahid di Gaza.”

“Emmm…, maksud Ibu, kami harus mengantarkannya sendiri? Lalu, Ibu perlu foto cincin ini di tangan istri si mujahid itu?” tanya relawan SA.

“Kalau bisa, ya,” jawab si ibu muda itu mantap.

Bismillah, tawakkalnaa ‘ala Allah. Laa quwwata illa billah. Amanah yang berat. Selama berbulan-bulan cincin berlian cantik itu tersimpan aman. Alhamdulillah. Kami berikhtiar mencari kesempatan berangkat ke Gaza melalui Mesir untuk menyampaikan amanah ibu muda di Jakarta tadi.

Beberapa kali tim relawan Sahabat Al-Aqsha (SA2Gaza) harus menunda perjalanan karena berbagai amanah lain, namun akhirnya, dengan izin Allah, kami meninggalkan Jakarta pada suatu malam di awal April lalu. Hampir setahun sejak amanah berupa cincin itu disampaikan kepada kami.

Di sepanjang penerbangan dari Jakarta menuju bandara di sebuah negeri tempat kami transit, si cincin duduk manis di dompet salah satu relawan kita.

Ketika pagi hari tiba dan para pramugari membagikan sarapan, si cincin duduk manis di dekat jendela, memandang awan gemawan bergulung-gulung.

Ketika pesawat hampir touch-down, si cincin sempat melihat betapa kelamnya langit Timur Tengah karena badai pasir yang rupanya sedang melingkupi wilayah itu.

Penerbangan sambungan ke Kairo sempat tertunda karena badai pasir itu. Si Cincin duduk sabar menanti di dekat sejumlah penumpang yang gelisah disebabkan badai pasir mengurangi jarak pandang dalam penerbangan.

Dengan izin Allah, penerbangan akhirnya dilanjutkan namun dari balik jendela pesawat yang membawanya, si cincin bisa melihat langit berubah warna sehingga menyerupai belanga api raksasa karena badai debu dan pasir itu.

“Subhanallah… Seperti apakah api neraka nanti? Naudzubillah min dzaalik,” ucap seorang relawan kita di dekat si Cincin.

Alhamdulillah, pesawat landed safely di Kairo di suatu siang yang sejuk dan berangin kencang. Si Cincin bertengger manis di jari salah satu relawan sambil memandang ke arah sign besar, Cairo International Airport.

Sesudah naik van sewaan, ditemani para relawan Sahabat Al-Aqsha di Kairo, tibalah Cincin cantik kita di penginapan sederhana di kawasan Naser City. Banyak mahasiswa Indonesia dan Malaysia di sini, karenanya warung nasi dan masakan Indonesia pun mudah ditemui. Dari balik jendela penginapan, si Cincin, memandang jalan yang sibuk dan penuh debu seraya menunggu malam hari tiba.

Sampailah waktunya tim SA2Gaza meninggalkan Kairo menuju Gaza. Si Cincin naik ke atas van yang disetir seorang pria Mesir yang sangat ramah, sementara para relawan memasukkan barang-barang bawaan ke bagasi. Mulai dari peralatan kerja audio-visual, sampai satu tas khusus berisi jilbab dan bros-bros cantik dari clay yang dititipkan kaum ibu di Indonesia untuk para ustadzah di TK Bintang Al-Quran di Jabaliya dan kaum ibu lainnya.

Bismillahirrahmanirrahim. Ketua Tim SA2Gaza mengingatkan kami semua untuk membersihkan hati dan meluruskan niat untuk melakukan perjalanan ke Gaza itu hanya karena Allah Subhanahu wa Ta’ala.

“Hanya dengan hati yang bersih dan niat yang luruslah kita layak mengharapkan ihdal husnayain – satu dari dua kebaikan: hidup mulia atau mati syahid di jalan Allah,” kata Ketua Tim kita, “Perbanyak istighfar, perbanyak dzikir.”

Si Cincin duduk di dekat jendela, menyaksikan padang pasir, gedung dan rumah yang seakan berlari berlawanan arah. Melewati sebuah rumah sakit yang kabarnya tempat dirawatnya mantan Presiden Mesir Hosni Mubarak.

Melewati jembatan panjang seperti jembatan San Fransisco saat berada di atas Terusan Suez, yang dilalui ramai kapal-kapal raksasa antarbenua. Menyaksikan kehadiran pasukan militer yang semakin terasa ketika mendekati Port Said.

Ada sepuluh military checkpoints yang harus dilewati siapa saja yang safar dari Kairo menuju Arish, lalu Rafah, diawali dengan Port Said. Banyak cerita orang tentang betapa sulitnya melewati checkpoints ini – tidak sedikit rombongan relawan dari berbagai negara –termasuk Indonesia– yang akhirnya harus pulang kampung tanpa pernah sempat menginjakkan kaki di Gaza meski sudah menunggu hingga berminggu-minggu.

Di Port Said, para tentara bersenjata melambaikan tangannya menyuruh kendaraan kami lalu terus – padahal di depan kami ada sejumlah kendaraan, termasuk bus besar, yang harus menurunkan para penumpangnya untuk diperiksa satu per satu.

Pak Supir kami yang ramah balas melambaikan tangan. “Tidak jarang, orang harus menunggu berjam-jam di sini,” ceritanya.

Alhamdulillah. Sungguh sebuah kemudahan dari Allah. Hanya di checkpoint ke tiga ada sedikit pemeriksaan yang lebih lama; paspor dan dokumen lain para relawan Tim SA2Gaza diperiksa. Itu pun tidak terlalu lama. Sesudahnya perjalanan menuju Al-Arish, lalu ke Rafah, went like a breeze. Di semua checkpoints sisanya, kami bahkan sudah tidak ditengok lagi oleh para penjaganya

Waktu Zhuhur sudah tiba saat si Cincin dan para relawan yang membawanya tiba di Al-‘Arish, sebuah kota pariwisata tepi pantai yang indah dihiasi villa-villa bergaya Eropa. Namun kendaraan-kendaraan lapis baja dan para tentara bersenjata lengkap hadir di sejumlah titik strategis.

“Ayo kita solat dulu. Allah sudah berbaik hati memberi kalian semua kemudahan, sudah sepantasnya kalian bersyukur dan mendahulukan solat,” ujar Pak Supir. Pak Supir kita ini dalam setiap pembicaraannya banyak mengutip ayat Al-Quran dan hadits. Hati kami jadi semakin tenang. Si Cincin duduk manis di jendela van menunggu para relawan kita selesai solat.

Sampailah si Cincin dan Tim SA2Gaza di perbatasan Rafah yang terkenal itu. Terkenal sulit ditembus oleh orang-orang Gaza yang ingin keluar demi berobat atau mencari nafkah, dan oleh orang-orang dari luar Gaza yang ingin masuk demi membantu saudara-saudara Palestina yang dikepung secara militer dan ekonomi selama bertahun-tahun itu.

Tidak ada jaminan bahwa Tim SA2Gaza pun akan bisa masuk – meski sudah berbekal surat-surat lengkap termasuk izin dari pihak State Security (intelijen) Mesir.

Semua tanah di muka bumi ini, termasuk Mesir dan Gaza, adalah milik Allah. Semua pintu di muka bumi ini, termasuk pintu Rafah, adalah milik Allah. Kalau Allah Subhanahu wa Ta’ala hendak menutup pintu Rafah, tak ada manusia yang bisa membuka. Kalau Allah hendak menutup, miliaran manusia lengkap dengan senjatanya tidak akan bisa membukanya.

Alhamdulillah, Allah mengizinkan si Cincin masuk ke Tanah Syam, Tanah Palestina, Tanah Gaza Al-Muqaddas. Para relawan bersujud syukur di pasir Gaza dan memeluk hangat para penjemput selepas pintu imigrasi Gaza. Allahu Akbar! Allahu Akbar! Allahu Akbar!

Mencari Pemilik Baru

Mulailah tahap baru dalam perjalanan si Cincin cantik bikinan Eropa -mencari pemilik baru. Salah satu relawan Tim SA2Gaza (tentu saja yang perempuan) akan menyematkannya ke jari seorang perempuan Gaza yang pemberani, istri seorang mujahid yang juga berjihad dalam kehidupannya di bawah pengepungan Zionis.

Si Cincin bersama para pembawanya ketika bertanya ke Fulan dan Fulanah, berkenalan dengan si Dia dan Itu, mendengar cerita tentang Ummu itu dan Ummu lainnya.

Si cincin juga ada di situ di tengah semua pembicaraan para relawan yang bertanya kepada berbagai pihak, siapa kiranya perempuan Gaza yang layak mendapatkan hadiah indah tanda cinta dari seorang perempuan Indonesia itu?

Si Cincin ikut dengan para relawan ke tengah-tengah para petani di perbatasan, ke laut untuk mendengarkan desahan para nelayan, ke sudut-sudut berdebu kampung di Jabaliya, Rafah, Netsarim dan berbagai daerah Gaza lainnya.

Si Cincin itu juga ikut berjumpa dengan tokoh ini dan itu, termasuk Perdana Menteri Ismail Haniyah.

Sampai akhirnya para relawan Tim SA2Gaza berjumpa dengan seorang perempuan hebat, direktur sebuah instansi pemerintah Palestina yang khusus mengurusi kesejahteraan wanita Palestina. Beliau menyarankan, “Istri Dirar Seesi berhak mendapatkan cincin ini.”

Maka pada suatu malam yang sangat gelap, karena pemadaman listrik di kota Gaza, sahabat-sahabat kita di kota ini mengantarkan Tim Relawan SA2Gaza ke sebuah apartemen mungil yang ditata-rapi.

Begitu memasuki ruang tamunya, sebuah laptop menayangkan foto-foto seorang pria gagah –yang dimulai dari ketika dia tampak gagah dan sehat, sampai ketika tampak kurus dan lebih sayu saat duduk di sebuah kursi di bawah kawalan seorang tentara Zionis.

Dirar Musa Abu Seesi adalah pria Palestina yang berprofesi sebagai insinyur listrik yang sedang berjuang keras membantu mengatasi krisis energi di Jalur Gaza. Konon, Dirar-lah yang berhasil membangun kembali satu-satunya pembangkit listrik di Jalur Gaza yang dihancurkan oleh pasukan Zionis pada Perang Al-Furqan tahun 2009.

Dirar Seesi menikahi seorang wanita Muslimah Ukraina bernama Veronika, memboyongnya ke Gaza, dan berumahtangga sampai memiliki enam orang anak.

Dalam sebuah perjalanan dengan kereta api di Poltava, Ukraina, pada tanggal 19 Pebruari 2011, Dirar diculik oleh segerombolan orang yang ternyata agen-agen intelijen Zionis.

Diraar Seesi, sebelum diculik (kanan) dan sesudah di penjara Zionis (kiri), beratnya turun 32kg dalam enam bulan. foto: dokumentasi keluarga Dirar Seesi

Dirar Seesi lalu dibawa ke tanah Palestina yang dijajah Zionis, diinterogasi di pos militer di Petah Tikvah lalu dipenjarakan di sel sempit berukuran 1,2 x 2,5 meter di Eichel – demikian menurut Maan News.

Selama interogasi dan pemenjaraan atas tuduhan membantu para pejuang kemerdekaan Hamas, Dirar Seesi disiksa dengan dipukuli, dipaksa melek terus menerus, serta diancam dengan berbagai ancaman – termasuk akan dibunuhnya anak-anak dan istrinya.

Dia juga disiksa dengan cara dibiarkan saja ketika sakit sehingga berbagai gangguan kesehatan, termasuk jantung, terus menggerogoti tubuhnya. “Berat badan Dirar turun lebih dari 32 kilogram dalam waktu 6 bulan di penjara,” tutur Veronika kepada Tim SA2Gaza.

Hingga hari ini, sudah dua tahun lebih Dirar berada di penjara Zionis tanpa kejelasan apa sebenarnya tuduhannya. Sementara itu, Veronika dan ke enam anaknya bertahan di Gaza. Sebuah keputusan berani yang diambil oleh seorang istri dan ibu, meskipun sebenarnya mereka bisa saja meninggalkan Gaza dan kembali ke Ukraina atau bergabung dengan kerabat Dirar lainnya di Yordania.

Kenapa Veronika tak keluar dari Gaza?

“Karena Gaza adalah tanah yang diberkahi Allah,” jawab Veronika. Matanya berkaca-kata, suaranya bergetar, satu tanganya menutup kedua bibirnya ketika seorang Ukhti, relawan SA2Gaza menyematkan cincin itu ke jari manis tangan kanannya.

Relawan kita itu juga menyelempangkan sehelai selendang cantik khas Indonesia berwarna merah jambu keemasan, yang juga titipan seorang ibu di Depok, Jawa Barat. Kepada Veronika juga diserahkan sejumlah uang tanda sayang dari para Sahabat Al-Aqsha di Indonesia.

“Hadiah ini, bahkan cincin ini, bukanlah hadiah yang sangat besar, Ini hanyalah tanda kasih sayang seorang ibu di Jakarta dan para ibu lainnya di Indonesia, bagi Anda, seorang Muslimah pemberani,” demikian kata relawan SA2Gaza. “Insya-Allah hadiah yang jauh lebih baik lagi, di dunia dan Akhirat, akan Anda dapatkan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala. Semoga termasuk dari hadiah Allah itu adalah segera dibebaskannya suami Anda.”

Veronika, Muslimah Ukraina istri Dirar Seesi, insinyur listrik Gaza yang diculik agen-agen intelijen Zionis Yahudi dalam sebuah perjalanan kereta di Poltava, Ukraina. Veronika teguh bertahan bersama keenam anaknya di Gaza. foto: Sahabat Al-Aqsha

Dengan bahasa Arab ‘ammiyah yang sangat lancar, Veronika menuturkan, sejak suaminya diculik Zionis, ada seekor burung merpati yang setiap hari hinggap di jendela apartemennya.

“Rasanya, seakan-akan burung itu pun berdoa bagi kami. Sampaikan salam dan terima kasih saya kepada kaum ibu di Indonesia. Hadiah-hadiah ini sungguh menghibur hati saya. Jangan berhenti mendoakan suami saya dan kami sekeluarga…”

Ketika Tim SA2Gaza berpamitan, Veronika mengantar sampai ke pintu dan melambaikan tangan kanannya. Si cincin berlian cantik duduk tenang di jari manis pemiliknya yang baru.

Alhamdulillah, satu amanah lagi telah selesai dilaksanakan.* (Sahabatalaqsha.com)