Jabaliya, Ibukota Intifadhah Pertama

Peta Jabaliya. Gambar: Google

JALUR GAZA, Sabtu (Sahabatalaqsha.com): Kalau ada kawasan yang berhadapan langsung dengan wilayah Zionis Yahudi tetapi begitu susah untuk ditaklukkan sejak tahun 1948, itulah Jabaliya.

Jabaliya terletak empat kilometer di sebelah utara Madinah Gaza (Gaza City). Saat Tim Sahabat Al-Aqsha (SA2Gaza) berkunjung, wilayah berpenduduk sekitar 90 ribu jiwa ini nampak ditandai dengan rumah dan toko-toko yang padat, jalan-jalan sempit, dan lingkungan bertetangga yang saling berhubungan kerabat satu sama lain.

Salah satu masjid di Jabaliya yang hancur diserang roket-roket Zionis Yahudi pada Perang Al-Furqon 2009. (foto: Electronic Intifada)

Menurut riwayatnya, Jabaliya tak pernah bisa ditaklukkan oleh penjajah Zionis Yahudi. Muhammad Riziq Al-Hirtsani, 83 tahun mengatakan kepada Tim Sahabat Al-Aqsha (SA2Gaza), “Alhamdulillah, kawasan ini tak pernah bertekuk lutut di hadapan penjajah…”

Kakek yang masih sangat energik ini merupakan kepala sebuah marga yang cukup besar di kawasan ini, Al-Hirtsani. Untuk Jalur Gaza, Jabaliya merupakan salah satu wilayah dengan konsentrasi pengungsi terbesar sejak terjadinya peristiwa An-Nakbah tahun 1948. “Warga Jabaliya berakhlaq seperti kaum Anshar, bagi saudara-saudaranya yang mengungsi dari wilayah Palestina lain,” kata Abu Bilal, seorang warga Gaza yang orang tuanya mengungsi dari wilayah Palestina Utara.

Di Jabaliya inilah tempat memerciknya pertama kali api Intifadhah Pertama. Bulan Desember 1987, empat orang pemuda Palestina tertabrak sebuah truk tentara Zionis Yahudi di Jabaliya. Meninggal. Api Intifadhah (kebangkitan) pun merebak dari sini ke seantero Palestina, terutama Gaza dan Tepi Barat. Api itu baru mereda enam tahun kemudian.

Sederet jenazah anak-anak korban penyerangan Zionis Yahudi atas kamp pengungsi Jabaliya Januari 2009. (foto: New York Times)

Kalau Anda bertamu ke rumah orang Jabaliya, atau singgah di tokonya, atau solat di masjidnya, saat berkenalan Anda akan selalu mendengar ini…

“Kenalkan, ini anak paman saya… Yang itu adik saya… yang sebelah sini paman dari pihak ibu saya… Naaah…. ini ipar saya. Yang baru duduk ini, keponakan saya. Ahlan wa sahlan…”

Tak berapa lama kemudian, bergabung orang lain, ta’aruf pun berlanjut, “Akhi, kenalkan, ini adik ayah saya, datang bersama cucu paman saya…”

Dalam setiap pertemuan selalu saja ada hubungan kekerabatan yang menjalar kemana-mana. Soalnya sebagian besar mereka saling nikah dengan kerabat sendiri.

Pemberani, tegas, setia, terus terang, sekaligus ramah dan lucu. Itulah kesan kami tentang kebanyakan warga Jabaliya yang kami jumpai.

Warga asli Jabaliya adalah penduduk asli Jalur Gaza yang sudah beranak keturunan di sini ribuan tahun. Di Jabaliya inilah terletak makam Hasyim, kakek moyang Nabi Muhammad Sallallaahu ‘alayhi wa sallam, yang namanya dinisbatkan untuk kabilah Bani Hasyim di Makkah. Karena itulah salah satu gelar bagi Jalur Gaza ialah “Gaza Hasyim”.

TK Bintang Al-Quran yang dibantu oleh masyarakat Indonesia, berlokasi di Jabaliya Al-Balad. Di pinggiran kota Jabaliya. Semoga silaturrahim kita terus menguat dengan taman kanak-kanak ini, karena Allah akan menguatkannya dengan keberkahan yang melimpah.* (Sahabatalaqsha.com)

Dua gadis di kamp pengungsi Jabaliya sedang asyik membaca Al-Quran. (foto: Sacbee)