Ramadhan Bersama Mujahid Palestina (Bagian 2 dari 3 tulisan): ‘Mataku Dipukuli Balok dan Disetrum Sampai Buta…’
21 July 2013, 14:19.
YOGYAKARTA, Ahad (SahabatAlAqsha.com): Laporan ini diterbitkan pertama kali tahun Ramadhan 1428 Hijriyah (2007) dengan dukungan Hidayatullah.com. Selamat menikmati kembali laporan relawan Sahabat Al-Aqsha ini, semoga menambah gairah iman kita di bulan berkah ini.
Penangkapan yang pertama kali dialami Syeikh Abu Bakr Al-‘Awawidah adalah yang paling fatal (1981). Selama 54 hari ia tanpa henti disiksa dengan keras, tanpa proses pengadilan. Tubuhnya digebuk habis-habisan oleh sekaligus empat atau lima orang serdadu Zionis. Sasaran utama kepala dan alat vital.
“Sakitnya berlipat-lipat jika kita dipukul dan ditendang sambil tangan diikat ke belakang dan kepala saya ditutup dengan kantong plastik,” kenangnya. “Sebagai manusia saya hanya bisa bersabar waktu itu.”
Akibat dipukuli dengan balok kayu dan disetrum terus-menerus itu, kedua penglihatannya meredup dan lama kelamaan ia buta sama sekali, sampai sekarang.
Begitu juga punggungnya berkali-kali mengalami patah. Akibatnya, jika duduk di lantai atau karpet, Abu Bakr selalu harus mengubah posisinya beberapa kali karena menahan sakit.
Selain dipukuli, waktu itu ia baru berusia 21 tahun, jenggotnya dicabuti lalu disumpalkan ke mulutnya, dipaksa untuk menelannya. “Waktu itu saya disiksa berempat dengan kawan saya ditambah salah seorang ustadz di Ma’had Al-Quds,” kenang Abu Bakr.
Di waktu yang lain tangannya diikat di belakang dan dipaksa berdiri terus menerus selama 7 jam. Abu Bakr merasa seluruh persendian dan kulitnya mati rasa, sampai-sampai ketika kencing di celana pun tak bisa dirasakan lagi.
Ia juga pernah dipenjara di ruang isolasi selama 25 hari tanpa cahaya sama sekali, hanya ada celah udara sedikit. Selama itu dia melakukan shalat tanpa berwudhu, hanya tayamum. Kalau tangan diikat maka shalat pun dilakukan dengan berdiri.
Namun Abu Bakr bersyukur kepada Allah atas pengalamannya dipenjara Israel berkali-kali. Bersyukur? Betapa tidak, di penjara-penjara itulah justru ia menambah banyak ilmu, karena koleksi buku yang lengkap. Selain itu ia juga berbulan-bulan ‘dipaksa’ tinggal dengan para ulama besar Palestina, diantara Asy-Syahid Syeikh Ahmad Yasin.
“Sebelum buta saya hanya menghafal 4 juz Al-Qur’an, sesudah dibikin buta oleh Israel saya malah bisa menghafal 20 juz,” katanya sambil tersenyum.
Penyidik lucu
Di penjara yang sadis itu, kejadian-kejadian lucu juga dialaminya. Suatu kali, sesudah berhari-hari disiksa, seorang penyidik memberi pilihan: ‘Kamu pilih dipenjara seumur hidup, atau mati saya bunuh, atau pergi dari Palestina’.
Abu Bakr menjawab, “Saya tidak akan menjawab kamu kecuali dengan mengutip Syeikhul Islam Ibn Taymiyah, ‘Kalau saya dipenjara maka saya berkhalwat dengan Allah, kalau dibunuh maka saya syahid dan segera bertemu Allah, itu lebih saya sukai, kalau saya diusir maka itu rekreasi dan saya akan kembali ke Palestina’.”
Mendengar jawaban itu, si Penyidik dengan penuh semangat mengambil pulpen dan membentak, “Kasih tahu saya, di mana orang yang namanya Ibn Taymiyah ini sekarang berada?!”
Sambil menahan tawa Abu Bakr bilang, bahwa orang itu tinggal di kuburan Damaskus.
Penyidik itu marah, “Bohong kamu! Katakan yang sebenarnya, di mana alamat Ibn Taymiyah?!”
Karena jawabannya tetap sama, Abu Bakr digebukin lagi.
Meskipun penuh dengan kenangan buruk, Abu Bakr masih bisa menyebut satu per satu nama penyidik yang menginterogasi dan menyiksanya.
Ada Mayor Yusi Abu Ghazala dan Abu Nihad, dua orang Yahudi Iraq, Bini, Yahudi Libya, Abram dari Eropa dan Ori yang tak jelas asalnya. “Mereka semua membentak-bentak dan bertanya kepada saya dengan bahasa Arab yang patah-patah,” kenangnya.
Ngerjain Zionis
Pada salah satu pengalamannya dipenjara, Abu Bakr sempat ngerjain penyidiknya. Tangannya diikat dengan borgol di belakang dan dipaksa berdiri selama 5 jam. “Badan saya rasanya sudah kaku seperti kayu,” tuturnya.
Lalu Abu Bakr berkata kepada penyidiknya, “Baiklah, saya akan menceritakan seluruh riwayat hidup diri saya sejak ibu saya melahirkan saya.”
Kemudian penyelidik itu membuka borgol dan mengantarnya ke WC, karena ia minta izin untuk mandi dan shalat dulu. “Badan saya sudah bau pesing karena saya dipaksa kencing di celana,” katanya.
Sesudah mandi dengan baju tetap di badan, Abu Bakr melakukan shalat maghrib, isya, shalat sunnat dan shalat witir sampai menghabiskan waktu lebih dari setengah jam.
“Waktu shalat saya membacakan kisah-kisah Bani Israil dalam surat Al-Baqarah. Waktu itu penyidiknya sudah emosi dan menunggu tak sabar sambil merokok dan minum kopi,” kisahnya.
“Seusai saya shalat dia menagih ceritanya,” kata Abu Bakr, “tapi saya bilang, itu tadi kan sudah saya bacakan ceritanya waktu shalat.”
Penyidik yang satu marah sekali dan hendak memukuli lagi. Yang satunya mencegah. Lalu Abu Bakr mulai bercerita. Entah bagaimana keduanya tekun sekali mendengarnya sampai seperti anak kecil mendengar dongeng. “Mereka bilang… terus bagaimana… terus bagaimana… mereka penasaran,” kata Abu Bakr sambil terkekeh.
Abu Bakr sengaja memanjang-manjangkan ceritanya. Lalu suatu kali ia minta istirahat. Sampai akhirnya ia kehabisan cerita dan kemudian bilang begini, “Ya itu lah ceritanya. Jadi kesimpulannya, saya nggak tahu kenapa kalian menangkap saya?”
Kedua penyidik itu bangkit lalu memukulinya lagi. “Tapi waktu itu agak lumayan karena tangan saya tidak diikat. Kalau diikat rasanya dipukuli sakit sekali,” ujarnya.* (bersambung) (Sahabat Al-Aqsha/Dzik)
Berikan Infaq terbaik Anda. Klik di sini.