Pengungsi Gaza Cemas Hadapi Musim Dingin

28 October 2014, 05:15.

Seorang anak bermain di Khuza’a, sebelah timur Khan Younis di Jalur Gaza Selatan, 22 September 2014.

JALUR GAZA, (Al-Monitor|Sahabat Al-Aqsha): Umm Raed al-Abadla menggantung pakaian anak-anaknya pada tali yang diikat di antara dua pohon di depan tenda keluarganya. Keluarga Umm Raed dan ratusan orang lainnya mengungsi di luar Rumah Sakit Shifa Gaza sejak pecah perang beberapa waktu lalu di Jalur Gaza. Keluarga Umm Raed meninggalkan rumah mereka di peternakan Abed Rabbo yang hancur oleh artileri zionis ‘Israel’.

Kondisi mereka di tempat pengungsian sangat memprihatinan. “Tenda ini dibuat dari potongan-potongan kain usang dan hanya melindungi kami dari panas matahari. Kami benar-benar takut terhadap musim dingin yang akan segera tiba karena kami tidak memiliki rumah yang aman,” kata Umm Raed.

Dia takut delapan anggota keluarganya akan menderita akibat udara dingin yang menusuk dan turunnya hujan. Namun, mereka tak mampu menyewa apartemen karena harganya mahal. Tuan tanah memanfaatkan tingginya permintaan dengan menaikkan harga sewa.

Menurut pernyataan Badan PBB untuk urusan Pengungsi Palestina (UNRWA), sekitar 60.000 unit rumah rusak selama perang di Gaza. Dari jumlah tersebut sekitar 20.000 tidak layak huni. UNRWA menekankan perlunya memberikan dukungan keuangan untuk memastikan perumahan alternatif bagi pengungsi sebelum awal musim dingin.

Sebuah tenda darurat di Khaza'a, 22 September 2014

Sebuah tenda darurat di Khaza’a, 22 September 2014

UNRWA bekerja sama dengan Kementerian Pekerjaan Umum Pemerintah Konsensus Nasional Palestina dan Badan Program Pembangunan PBB (UNDP), telah mulai melakukan penilaian terhadap rumah-rumah yang rusak di Jalur Gaza. Catatan atas penilaian tersebut harus lengkap dalam waktu 60 sampai 90 hari. UNRWA menegaskan akan memberikan bantuan keuangan dalam bentuk “subsidi sewa” untuk sekitar 20.000 keluarga dengan rumah tidak layak huni.

Umm Raed mengatakan kepada wartawan bahwa suaminya menghabiskan sebagian besar waktunya di tenda lain yang terletak di reruntuhan rumah mereka yang hancur. Ia berharap komite yang bertanggung jawab atas penyusunan inventarisasi dan melakukan penilaian kerusakan akan muncul. “Sampai saat ini tidak ada otoritas yang memberikan perumahan alternatif bagi keluarga kami. Kami hanya mendengar janji-janji,” tegasnya.

Caravan Trailer

Salah satu solusi alternatif untuk melawan ancaman suhu ekstrem di musim dingin adalah caravan trailer atau kontainer bergerak ukuran kecil. Komite Pekerja Amal Emirat Arab-Inggris di Gaza mendistribusikan sekitar seratus caravan trailer untuk pengungsi di kota Khuza’a, sebelah timur Khan Younis di Jalur Gaza Selatan.

Anak-anak melihat pemandangan dari atas salah satu pemukiman caravan trailers di Khuza'a, 22 September 2014.

Anak-anak melihat pemandangan dari atas salah satu pemukiman caravan trailers di Khuza’a, 22 September 2014.

Kepala komite, Imad Haddad mengatakan kepada kantor berita lokal, Safa, karavan yang dapat menampung enam orang itu merupakan solusi penampungan sementara dan cepat untuk keluarga pengungsi. Haddad mengatakan, pihaknya berusaha membawa lebih banyak karavan ke Gaza. Namun, saat ini hal itu belum bisa dilakukan. “Kami sedang menunggu kesempatan untuk bisa melakukannya.”

Namun, warga Gaza Raafat Magari menolak ide menggunakan karavan untuk tempat tinggal 11 anggota keluarganya. “Ini tidak menyelesaikan krisis. Karavan ini kecil dan tidak bisa menjadi tempat penampungan selama musim dingin,” katanya kepada wartawan.

Magari dan beberapa anaknya tinggal di rumah mereka yang sebagian hancur di Shajaiya kawasan timur Gaza. Padahal, sangat berbahaya tinggal di sana karena dinding dan langit-langitnya retak. Sementara istri dan anak-anaknya yang lain tinggal di rumah ayah Magari.

“Tidak ada tempat bagi kami selain rumah yang hancur ini. Aku takut itu (dinding dan langit-langit-red) akan runtuh menimpa seluruh kepala kami yang bisa menyebabkan cedera dan mungkin kematian.” Magari menambahkan, “Kami ingin rumah kami dihancurkan untuk dibangun kembali dan keluarga kami bersatu kembali.”

Utusan PBB untuk Timur Tengah Robert Serry mengumumkan pada 17 September lalu bahwa PBB, ‘Israel’ dan Otoritas Palestina mencapai kesepakatan yang memungkinkan dimulainya rekonstruksi di Jalur Gaza dan kontrol terhadap bahan-bahan bangunan yang digunakan.

Pakar ekonomi Dr Maher At-Tabbaa’ percaya solusi tersebut tidak memenuhi kebutuhan rakyat Palestina. Karena, itu berarti warga Palestina tidak diberi hak untuk bebas membeli semen dan bahan bangunan lainnya.

At-Tabbaa’ menambahkan, Palestina juga harus mendapatkan persetujuan dari pihak ‘Israel’ untuk membangun setiap unit perumahan. Bahan bangunan yang memasuki Gaza pun tunduk pada kontrol ketat inspektur PBB, yang akan melacak bahan-bahan tersebut hingga tiba ke tempat konstruksi.

Lebih lanjut At-Tabbaa’ menjelaskan, “Solusi itu akan memaksa warga negara yang ingin membangun ruang tambahan di rumahnya untuk (lebih dulu-red) mendapatkan otorisasi ‘Israel’, bahkan sekadar untuk membeli semen dan bahan bangunan.” Dengan demikian, paling tidak butuh waktu 20 tahun untuk merekonstruksi Gaza.

Sekadar mengingatkan, pada 26 Agustus lalu telah ditandatangani kesepakatan gencatan senjata antara kedua belah pihak. Beberapa poin penting yang tercantum dalam kesepakatan adalah pembukaan penyeberangan komersial dan rekonstruksi Jalur Gaza. Namun, realitanya jalur penyeberangan tetap tertutup dan rekonstruksi belum dimulai.

Wakil Ketua Biro Politik Hamas Mousa Abu Marzouk mengatakan pada sebuah seminar politik, “Kewenangan (telah digenggam-red) dan pemerintah konsensus nasional Palestina telah menerima dana besar. Dengan demikian, mereka dapat memulai rekonstruksi Gaza tanpa perlu menunggu konferensi donor bulan depan.”

Seperti diketahui, selama pertemuan antara delegasi mereka di Kairo pada 25 September, Hamas dan Fatah sepakat untuk memberikan kewenangan penuh pada pemerintah konsensus. Kedua belah pihak juga meminta pemerintah untuk merekonstruksi Gaza secepat mungkin. Dan memberikan prioritas utama untuk rekonstruksi rumah, sekolah dan rumah sakit, serta lembaga yang memiliki misi kemanusiaan dan bantuan terhadap penampungan pengungsi dan tunawisma.

Jika rekonstruksi tak segera dilakukan, pintu penyeberangan tidak dibuka dan bahan konstruksi tidak diizinkan masuk ke Gaza, maka para pengungsi akan menghadapi dinginnya udara musim dingin. Belum lagi kemungkinan tingginya curah hujan yang mungkin saja akan menyebabkan terjadinya banjir. *[Al-Monitor|Sahabat Al-Aqsha]

Update Kabar Al-Aqsha dan Palestina via Twitter @sahabatalaqsha
Berikan Infaq terbaik Anda. Klik di sini.


Posting ini berada dalam kategori : Kabar Al-Aqsha & Palestina

« Surat dari Palestina-Suriah: “Ribuan Saudara Kita Hadapi Musim Dingin dan Kejahatan Rezim”
Ekstremis Yahudi Bakar 100 Pohon Zaitun Warga Palestina, Zionis Larang Pemadaman Api »