Lebih dari 95 Ribu Warga Suriah ‘Dihilangkan’ Selama 7 Tahun Perang

12 November 2018, 14:05.

Assad Masih Tahan Puluhan Ribu Orang (9 November 2018)

INGGRIS RAYA, Senin (SNHR): Tidak kurang dari 95.056 orang terdokumentasi telah dihilangkan secara paksa oleh pihak-pihak yang terlibat dalam konflik di Suriah antara Maret 2011 dan Agustus 2018, demikian dilaporkan sebuah lembaga hak asasi manusia.

Dalam laporannya tertanggal 8 November, Syrian Network for Human Rights (SNHR) menyoroti kasus-kasus penangkapan sewenang-wenang dan penghilangan paksa paling mencolok di negara tersebut.

Laporan itu juga menampilkan 39 potret tokoh-tokoh penting dalam gerakan rakyat untuk demokratisasi Suriah, yang telah ditangkap atau dihilangkan secara paksa (forced disappearance) di tangan berbagai pihak dalam konflik Suriah. Kebanyakan mereka mangsa dari penghilangan paksa oleh aparat rezim Suriah. Potret-potret ini akan dipamerkan dalam sejumlah pameran di seluruh dunia.

Laporan ini menggunakan media seni untuk menekankan pentingnya isu tentang para tawanan dan orang-orang yang dilenyapkan secara paksa sebagai pengingat akan penderitaan mereka dalam sebuah pendekatan yang sangat berbeda dari kegiatan-kegiatan kelompok tersebut dalam delapan tahun terakhir yang telah berfokus pada upaya merilis laporan, studi, dan angka-angka.

Fadel Abdul Ghany, ketua SNHR, menjelaskan:

“Kami berharap akan dapat meningkatkan jumlah potret menjadi 100. Ini hanyalah langkah pertama. Tujuan kami adalah memobilisasi dukungan politik dan umum, serta memamerkan potret-potret tersebut di berbagai negara. Mudah-mudahan, kami juga dapat melibatkan pemerintah negara-negara tersebut untuk menunjukkan tanggung jawab mereka dan mendapatkan dukungan mereka untuk menjaga agar masalah tawanan relevan sebagai sebuah langkah untuk mengungkapkan nasib mereka dan membebaskan mereka.”

Menurut laporan itu, rezim Suriah adalah yang pertama melakukan pelenyapan paksa terhadap berbagai kelompok masyarakat Suriah. Rezim ini menggunakan metode-metode ala mafia, melakukan banyak penangkapan tanpa surat perintah atau otorisasi peradilan ketika para korban melewati pos pemeriksaan atau selama operasi penggerebekan.

Sejak momen penangkapan yang paling awal, tawanan telah menjadi sasaran penyiksaan dan tidak diberi kesempatan sama sekali untuk menghubungi keluarga, pengacara atau pembela. Selain itu, pihak rezim selalu membantah telah melakukan penangkapan. Akibatnya, sebagian besar tawanan, hingga 85 persen, dikategorikan sebagai kasus-kasus penghilangan secara paksa. Praktik-praktik ini adalah bagian dari kebijakan rezim Suriah yang penuh perhitungan dan disengaja.

Laporan itu menambahkan, rezim Suriah menyangkal bahwa insiden-insiden penyiksaan atau kematian akibat penyiksaan terjadi di pusat-pusat penahanan mereka, meskipun mereka telah mengeluarkan ratusan surat kematian bagi para mantan tawanan yang menghilang secara paksa di semua penjara ini. Akta-akta kematian ini selalu menyatakan bahwa penyebab kematian adalah gangguan myocardial (serangan jantung) atau terhentinya pernapasan secara tiba-tiba tanpa memberi keluarga para tawanan yang tewas informasi tambahan tentang kematian anggota keluarga mereka yang menghilang secara paksa.

Para keluarga tidak menerima laporan medis apa pun, bahkan biasanya ditolak walau sekadar kesempatan untuk melihat tubuh orang yang mereka cintai atau untuk memperoleh informasi tentang tempat penguburan mereka.

Laporan itu menekankan bahwa rezim Suriah telah melanggar Konstitusi Suriah tahun 2012, khususnya Pasal 53, Ayat 2, di samping Pasal 391 KUHP Suriah.

Meskipun hukum-hukum tersebut, yang melarang penyiksaan dalam bentuk apa pun dan memerintahkan dijatuhkannya hukuman terhadap para pelaku, telah diberlakukan secara tegas, implementasi berterusan Pasal 16 UU 14 tahun 1969 selalu memberikan impunitas kepada otoritas keamanan dan badan-badan yang berafiliasi atas kejahatan yang mereka lakukan, yang menyatakan bahwa mereka yang bertanggung jawab tidak dapat dituntut tanpa izin dari komandan mereka.

Berkat impunitas ini, belum pernah ada vonis bersalah yang dijatuhkan terhadap setiap individu yang berafiliasi kepada otoritas keamanan rezim karena melakukan penyiksaan sepanjang sejarah peradilan Suriah. Pasal ini merupakan pelanggaran nyata terhadap semua instrumen internasional dan nasional, serta Konvensi atas Penyiksaan yang telah disetujui oleh pemerintah Suriah.

Selain itu, laporan itu menekankan bahwa rezim Suriah telah menunjukkan kurangnya komitmen terhadap persetujuan-persetujuan internasional dan perjanjian-perjanjian yang telah diratifikasi, khususnya Perjanjian Internasional tentang Hak-hak Politik dan Sipil.

Penghilangan paksa adalah sebuah strategi yang digunakan oleh rezim untuk menjadikan target siapa saja yang terkait dengan pemberontakan rakyat yang bangkit melawan pemerintahan dinasti keluarga Assad. Fenomena ini terjadi secara merata di daerah-daerah yang diketahui mendukung dan bergabung dengan para pemberontak, yang menunjukkan bahwa strategi ini didasarkan pada sebuah kebijakan yang konsisten dan disengaja, termasuk pengungkapan baru-baru ini oleh rezim mengenai nasib beberapa individu yang menghilang secara paksa, yang juga dilakukan dengan cara yang disengaja.

Implikasi dari koordinasi antara lembaga-lembaga negara yang sedikit banyak berkaitan dengan tindakan-tindakan kriminal ini sangat jelas dalam hubungannya dengan semua penangkapan yang secara khusus menargetkan tokoh-tokoh yang menyokong pemberontakan rakyat, dimana penghilangan paksa berikutnya diikuti dengan dikeluarkannya akta kematian yang tidak mengandung informasi apapun  tentang tempat atau penyebab kematian mereka.

Laporan itu menambahkan bahwa penghilangan paksa dilarang oleh hukum kemanusiaan internasional yang lazim (Peraturan 98 dan Peraturan 117), dan oleh hukum pidana internasional (Pasal 7-1-i).

Laporan itu menyerukan agar Dewan Keamanan (PBB) mengadakan pertemuan darurat untuk membahas isu penting ini yang mengancam nasib hampir sekitar 82.000 orang dan meneror seluruh masyarakat Suriah, untuk mencari metode dan mekanisme untuk mencegah rezim Suriah mengganggu orang-orang yang masih hidup dan telah mati, bertindak untuk menghentikan penyiksaan dan kematian karena penyiksaan di pusat-pusat penahanan rezim Suriah, untuk menyelamatkan tawanan yang masih hidup sesegera mungkin, dan untuk mengambil tindakan sesuai dengan Bab VII Piagam Perserikatan Bangsa-bangsa untuk melindungi para tawanan dari kematian di pusat-pusat penahanan.

Selain itu, laporan itu mengimbau OHCHR untuk mengeluarkan pernyataan mengutuk dan menyikapi pelanggaran mencolok terhadap standar paling dasar martabat manusia, dan untuk merilis sebuah laporan luas tentang fenomena barbar ini dan dengan jelas mengutuknya.

Di samping itu, laporan itu menyerukan agar Komisi Penyelidikan mulai menyelidiki masalah krusial ini. SNHR bersedia memberikan semua informasi dan data tambahan.

Terakhir, laporan itu mengimbau atau mendesak rezim Suriah agar berhenti meneror rakyat Suriah melalui praktik penghilangan paksa, penyiksaan, dan kematian karena penyiksaan, serta berhenti merusak dan mengeksploitasi catatan sipil dalam upaya mereka mewujudkan tujuan keluarga (Assad) yang berkuasa, dan untuk bertanggung jawab atas semua konsekuensi hukum dan material dari tindakannya, memberi kompensasi kepada para korban dan keluarga mereka dari sumber daya negara Suriah.* (SNHR | Sahabat Al-Aqsha)

Link laporan SNHR

http://sn4hr.org/blog/2018/11/08/52834/

 

Update Kabar Al-Aqsha dan Palestina via Twitter @sahabatalaqsha
Berikan Infaq terbaik Anda. Klik di sini.


Posting ini berada dalam kategori : Kabar Al-Aqsha & Palestina

« Penjajah Zionis Serang Gaza, 7 Warga Syahid Termasuk Komandan Hamas
Al-Qassam: Pasukan Kami Terus Balas Serangan Penjajah Zionis »