Makanan di Penjara ‘Israel’: Sebutir Telur untuk 12 Tawanan

18 April 2024, 08:21.

Sumber: mezan.org

(mezan.org) – Investigasi terbaru Al Mezan—organisasi HAM independen yang berbasis di Jalur Gaza—mengungkap bahwa sejak dimulainya operasi militer genosida terhadap Gaza, pasukan ‘Israel’ telah menahan setidaknya 3.000 warga Palestina di Gaza, termasuk wanita, anak-anak, orang lanjut usia, serta para profesional seperti dokter, perawat, guru dan jurnalis.

Operasi penahanan yang agresif ini sungguh brutal, para tawanan menjadi sasaran berbagai bentuk kekejaman, penyiksaan, perlakuan tidak manusiawi dan merendahkan martabat sejak mereka ditangkap dan terus berlanjut selama mereka ditahan di pusat-pusat interogasi.

Hal ini terjadi tanpa adanya pengawasan hukum atau perlindungan hukum, yang secara terang-terangan bertentangan dengan hukum humaniter internasional dan hukum hak asasi manusia internasional.

1.650 warga Gaza disekap menggunakan UU zalim  

Berdasarkan dokumentasi langsung dan informasi yang tersedia, Al Mezan memperkirakan sekitar 1.650 warga Palestina di Gaza disekap di penjara-penjara ‘Israel’ berdasarkan Undang-Undang Pejuang yang Melanggar Hukum. 

Angka ini menunjukkan peningkatan yang signifikan dibandingkan laporan sebelumnya. Para tawanan ini diisolasi total dari dunia luar di penjara Nafha dan Negev (Ketziot). Keputusan pengadilan ‘Israel’ melarang pemberian informasi tentang mereka, dan hak mereka untuk menunjuk pengacara atau menerima perwakilan hukum tidak diberikan.

‘Undang-Undang Penahanan Pejuang yang Melanggar Hukum’—yang diperkenalkan pada tahun 2002 dan terakhir diubah pada bulan Desember 2023—memberi Kepala Staf Umum serdadu ‘Israel’ wewenang untuk memenjarakan individu tanpa dakwaan berdasarkan kecurigaan bahwa mereka adalah “pejuang yang melanggar hukum.”

UU ini menghilangkan hak peninjauan kembali dan proses hukum yang berarti bagi para tawanan. Ini telah banyak digunakan terhadap warga Palestina di Gaza sebagai alternatif dari penahanan administratif, yang biasanya digunakan terhadap warga Palestina di Tepi Barat terjajah, termasuk Baitul Maqdis Timur terjajah, serta warga Palestina dengan kewarganegaraan ‘Israel’.

Para tawanan yang ditahan berdasarkan UU ini tidak diberikan status sebagai tawanan perang berdasarkan Konvensi Jenewa Ketiga, juga tidak diberikan perlindungan terhadap tawanan sipil berdasarkan Konvensi Jenewa Keempat.

Selain itu, 300 warga Palestina di Gaza, termasuk 10 anak-anak—yang saat ini tidak ditahan berdasarkan Undang-Undang Pejuang yang Melanggar Hukum—ditahan di penjara Ashkelon dan Ofer sambil menunggu penyelidikan.

Komisi Urusan Tawanan Palestina melaporkan kematian sedikitnya 13 tawanan Palestina di penjara-penjara ‘Israel’ sejak 7 Oktober 2023, sedangkan surat kabar ‘Israel’ Haaretz melaporkan kematian 27 tawanan Gaza pada periode yang sama. 

Kuku jari dicabut, diserang anjing, dilarang tidur

Selama enam bulan terakhir, Al Mezan aktif memantau dan mendokumentasikan operasi penangkapan yang dilakukan militer ‘Israel’ di Gaza. Baru-baru ini, pengacara Al Mezan berhasil mengunjungi sekitar 40 tawanan di penjara Ashkelon dan Ofer. Kunjungan ini terjadi setelah Kejaksaan ‘Israel’ telah menghabiskan seluruh tenggat waktu hukum yang mencegah pengacara mengunjungi tawanan. 

Kesaksian yang diberikan oleh para tawanan ini kepada Al Mezan mengungkap kisah-kisah mengerikan tentang penyiksaan dan perlakuan tidak manusiawi sejak mereka ditangkap. Mereka dipaksa telanjang, memakai penutup mata, dan pergelangan tangan mereka diikat. Mereka juga dipukuli secara brutal, dilarang tidur selama beberapa hari, tidak diberi makan dan sengaja dibiarkan kelaparan sebagai bentuk penyiksaan dan hukuman kolektif.

Seorang tawanan berusia 19 tahun mengatakan kepada pengacara Al Mezan bahwa dia disiksa sejak dia ditangkap. Dia menggambarkan bagaimana tiga kuku jarinya dicabut dengan tang selama interogasi.

Ia juga menyatakan bahwa penyidik melepaskan seekor anjing ke arahnya dan melakukan shabeh—suatu bentuk penyiksaan berupa tawanan diborgol dan diikat dalam posisi jongkok dalam waktu yang lama—tiga kali selama tiga hari interogasi.

Dia kemudian ditempatkan di sel selama 70 hari, di mana dia mengalami kelaparan dan kelelahan yang luar biasa.

Tawanan yang menggambarkan kondisi di dalam ruang tahanan menyatakan tidak ada apa pun di dalamnya kecuali kasur, yang dibawa masuk pada pukul 10 malam dan dikeluarkan setelah empat jam.

Ia menyatakan bahwa para tawanan dipaksa mandi dengan air dingin dan persediaan makanan sangat sedikit, dengan sarapan berupa sepuluh potong roti dan satu wadah labneh kecil untuk 12 tawanan yang berada di dalam sel itu. Makanan kedua hari itu terdiri dari tiga buah tomat dan sepiring nasi, dan makanan ketiga berupa satu butir telur atau satu kaleng tuna untuk seluruh penghuni sel.

Pengacara Al Mezan melaporkan bahwa semua tawanan menderita kekurusan akut, kelelahan dan kelengkungan punggung karena dipaksa menekuk punggung dan kepala saat berjalan. Mereka juga mempunyai bekas borgol di pergelangan tangan mereka. Selain itu, para tawanan mengalami kelaparan dan kondisi psikologis yang sulit, bahkan banyak yang tidak dapat mengingat nama teman satu selnya.

Pengacara mengatakan, selama lebih dari 20 tahun bekerja dengan para tawanan, dia belum pernah menghadapi kondisi yang lebih mengerikan seperti yang terjadi di penjara Ofer. Ia melihat seorang tawanan yang enam bulan setelah penangkapannya, tubuhnya menjadi kurus kering dan wajahnya memar.

Tangkap pelaku genosida!

Pasal II(b) Konvensi 1948 tentang Pencegahan dan Hukuman Kejahatan Genosida dengan tegas menyatakan bahwa menyebabkan penderitaan fisik atau mental yang serius terhadap anggota kelompok dapat merupakan tindakan genosida sehingga dengan tegas menempatkannya dalam kerangka hukum kejahatan genosida.

Penyiksaan sistematis dan meluas yang dilakukan terhadap para tawanan Palestina di tahanan ‘Israel’ juga merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan berupa penyiksaan dan persekusi.

Al Mezan menyerukan kepada Jaksa Mahkamah Pidana Internasional (ICC) untuk segera mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap semua individu yang terlibat dalam melakukan dan/atau memerintahkan kejahatan mengerikan tersebut. 

Issam Younis, Direktur Jenderal Al Mezan, menyatakan, “Bukti dan kesaksian yang dikumpulkan oleh pengacara kami mengungkapkan tingkat pembalasan dendam dan penyiksaan yang tidak menunjukkan rasa kemanusiaan. Apa yang dilakukan ‘Israel’ terhadap tawanan Palestina merupakan bagian dari genosidanya terhadap rakyat Palestina. 

Sangat penting untuk menghentikan genosida ini dan memastikan akuntabilitas bagi mereka yang bertanggung jawab atas tindakan genosida yang keji. Jaksa Mahkamah Pidana Internasional harus segera mengeluarkan surat perintah penangkapan bagi mereka yang terlibat dalam kejahatan internasional sebagaimana didefinisikan oleh Statuta Roma, termasuk genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan berupa penyiksaan dan persekusi.”

Terakhir, Al Mezan menggarisbawahi tanggung jawab moral dan hukum komunitas internasional untuk mencegah dan menghukum kejahatan genosida, serta menegakkan kepatuhan ‘Israel’ terhadap hukum internasional dan kewajibannya sebagai kekuatan pendudukan.

Hal itu berarti melindungi para tawanan Palestina dan mengakhiri kebrutalan, tindakan sewenang-wenang, dan penyiksaan yang dilakukan terhadap mereka selama berada dalam tahanan ‘Israel’. (mezan.org) 

Update Kabar Al-Aqsha dan Palestina via Twitter @sahabatalaqsha
Berikan Infaq terbaik Anda. Klik di sini.


Posting ini berada dalam kategori : Kabar Al-Aqsha & Palestina

« LSM Turkiye dan Kuwait Kirimkan Kapal Bantuan Berisi Ratusan Ribu Kilo Perbekalan Penting ke Gaza
Lebih dari 9.000 Warga Palestina Masih Ditawan di Penjara Penjajah ‘Israel’, Termasuk 200 Anak  »