‘Rakyat Palestina, Ummat Islam Perlu Hati-hati Soal Rencana Deklarasi Palestina Merdeka’

6 May 2011, 11:36.

JAKARTA, Jum’at (Sahabatalaqsha.com):
Haidar Idul Fitri, seorang professor pada Al-Aqsa University di Gaza, mengingatkan rakyat Palestina dan Ummat Islam agar berhati-hati menelaah rencana proklamasi Palestina merdeka September mendatang.

Melalui tulisannya di Electronic Intifada, Haidar menyampaikan, jangan sampai deklarasi kemerdekaan Palestina ini hanya menjadikan Palestina sebuah “Bantustan” baru.

Bantustan awalnya adalah lokasi perlindungan bagi kaum kulit hitam Afrika Selatan pada masa rezim Apartheid. Kata Bantustan kini sering digunakan untuk menggambarkan wilayah tanpa legitimasi nyata.

Solusi Dua Negara

Selama ini, deklarasi kemerdekaan, perjanjian damai, pengakuan akan negara Palestina telah melalui berbagai jenis negosiasi.

Berbagai macam konferensi, kesepakatan, dan lobi politik telah dilakukan.

Salah satunya adalah ketika isu mengenai deklarasi kemerdekaan ini dicetuskan oleh Organisasi Kebebasan Palestina (Palestine Liberation Organization/PLO) pada 1970-an.

PLO menawarkan “Solusi Dua-Negara” yang membentuk negara merdeka di Tepi Barat dan Jalur Gaza, dengan Yerusalem (Al-Quds) Timur sebagai ibu kota.

Skema ini memungkinkan para pengungsi untuk kembali ke negara Palestina, tetapi tidak ke rumah mereka yang diakui Zionis sebagai “negara” Israel.

Pada kenyataannya, hak-hak rakyat Palestina tidak jua dihargai di Tepi Barat dan Gaza.

Blokade selama empat tahun melumpuhkan sendi-sendi perekonomian dan kehidupan sosial rakyat Gaza.

Di Tepi Barat, terdapat 573 posko perbatasan dan pemeriksaan militer yang dibangun oleh Zionis.

Sebanyak 54 persen infrastruktur yang ada di Tepi Barat pun hanya boleh digunakan oleh kaum Yahudi.

Penuh Manipulasi

Pada Konferensi Madrid tahun 1991, Perdana Menteri “Israel” ketika itu bahkan tidak mengakui hak otonomi administratif bagi Palestina.

Perjanjian Oslo juga tidak lebih dari sebuah tawaran berupa nama negara belaka. Rakyat Palestina tetap tidak berhak mengontrol perbatasan, sumber air, bahkan hak kembali bagi para pengungsi.

Negosiasi yang hampir tidak ada bedanya dengan kondisi Palestina semacam inilah yang dikatakan Perdana Menteri ‘Israel’, Benjamin Netanyahu, mungkin akan ia setujui.

Perjanjian pemisahan dari PBB tahun 1947 hanya memberikan Palestina 47 persen dari tanah Palestina yang sesungguhnya, meski penduduk Palestina mencapai dua per tiga dari populasi yang ada saat ini.

Waspada

Haidar, yang juga konsultan Jaringan Kebijakan Palestina Al-Shabaka, menyampaikan yang namanya ‘Palestina merdeka’ di masa depan mungkin hanya akan mendapat hak 20 persen dari total lahan.

Karena itulah rakyat Palestina dan ummat Muslim di dunia harus waspada agar taktik Zionis untuk menyingkirkan 3,5 juta penduduk Palestina dengan membuat Bantustan baru ini tidak sampai terjadi.

Kebebasan Palestina bukan hanya sekadar membuat namanya diakui, melainkan pengembalian total seluruh hak yang telah semestinya menjadi milik Palestina.

Jangan sampai rencana deklarasi kemerdekaan ini hanya menawarkan sebuah ilusi bagi Palestina, seolah menjadi tanah air yang merdeka, padahal hanya sebuah Bantustan baru yang tersamarkan. (KKA/Sahabat Al-Aqsha)

Update Kabar Al-Aqsha dan Palestina via Twitter @sahabatalaqsha
Berikan Infaq terbaik Anda. Klik di sini.


Posting ini berada dalam kategori : Kabar Al-Aqsha & Palestina

« Akhirnya Tewas, Paramedis di Gaza yang Luka Saat Penyerangan 8 April
‘Gaza Memang Tempat Kami ‘Ngetes Persenjataan Baru’, Begitu Kata Jenderal Zionis »