JALUR GAZA, Selasa (Sahabat Al-Aqsha): Ketujuh relawan kita seperti tersihir. Ceritanya begini. Baru hari kedua tim kita tiba di Jalur Gaza, mereka diundang ke rumah seorang pengusaha untuk makan siang di rumahnya di tengah kota. Hujan musim dingin masih belum berhenti turun. Beberapa orang yang menyambut kami baru saja mengajak tim kita duduk-duduk di ruang tamu di lantai atas rumah besar tapi sederhana itu. Semua menunggu makan siang yang sedang disiapkan.
Nama-nama baru saja diperkenalkan. Pengalaman hidup di Gaza baru saja mulai dipertukarkan. Kopi di cawan-cawan mungil yang baunya khas dan rasanya kuat baru saja dibagi-bagikan. Asapnya harum.
Tiba-tiba saja pria bertubuh tinggi tegap itu masuk ke tengah ruangan. Berjaket hitam, ber-sweater abu-abu, memasuki ruangan. Wajah semua orang yang hadir terperangah lalu tersenyum lebar. Pria yang baru datang ini Ismail Haniyah, Perdana Menteri Palestina, salah satu orang yang paling ingin dibunuh oleh zionis, datang bergabung dengan kami, sendirian!
Sebenarnya tidak sendirian sama sekali. Para pengawalnya menunggu di lantai bawah dan di dekat kendaraan yang ditumpanginya. Sedangkan Ismail Haniyah naik dan masuk tanpa pengawalan. “Dia tak ingin pengawalan menggangu kita,” kata tuan rumah yang kawan lamanya.
Tanpa canggung, pria yang telah memimpin Palestina sejak tahun 2005 itu justru berkeliling mendatangi kami satu per satu, menyalami dan memeluk kami, sambil saling memperkenalkan diri.
Salah seorang relawan kita berteriak, tapi suaranya tercekat di tenggorokan, yang keluar tidak sekeras biasanya kalau sedang orasi di jalan, “Allahu Akbar…” Bergetar karena kegirangan. Matanya berkaca-kaca.
Sesudah selesai bersalaman, kami dan PM Ismail Haniyah, dan beberapa orang tamu Palestina lain diajak naik ke lantai yang lebih tinggi. Sebuah meja besar sudah menunggu. Ismail Haniyah duduk di ujung meja, tim kita duduk di sisi kanan meja, sedangkan Direktur Al-Sarraa Foundation tuan rumah kami dan tamu-tamu lain di sisi kiri meja itu.
Makan siang dengan nasi kebuli dan ayam bakar itu diiringi sayuran mentah segar yang dikucuri lemon dan ditemani secangkir yoghurt. Ditutup dengan Knafeh Arabiy, sejenis manisan khas yang ditaburi kacang-kacangan.
Di dekat kamera Kak Bimo termangu merenungi, “Baru dua hari di sini kok sudah makan siang dengan perdana menteri…” Salim A. Fillah pun termenung. Di ujung meja PM Ismail Haniyah mendengarkan penjelasan tentang amanah-amanah rakyat Indonesia untuk Tim Amanah Indonesia. foto: Sahabat Al-Aqsha
Sambil makan, Direktur Al-Sarraa Foundation yang saling menyapa dengan Abul ‘Abd (nama kuniyah Ismail Haniyah) dengan panggilan akrab, menjelaskan apa saja yang sudah dikerjakan Sahabat Al-Aqsha sejak tahun 2007.
“Rasanya malu, belum berbuat apa-apa tapi diceritakan begitu panjang lebar,” kata Ketua Tim Relawan kita.
Ismail Haniyah menyimak dengan sungguh-sungguh, sambil berkali-kali berkata, “Masya Allah… Terima kasih. Semoga Allah balas kebaikan kalian dan rakyat Indonesia dengan kebaikan yang lebih berlimpah…”
Sesudah tuntas makan siang dan mencicipi Knafeh Arabiy, biasanya orang Palestina menutup undangan makan siang dengan secawan mungil kopi panas tanpa gula. Ismail Haniyah dengan halus menolak. “Maaf ya, saya sudah ditunggu… Jangan marah,” katanya dengan rendah hati kepada tuan rumah yang berusaha membujuk.
Tapi kita semua tahu diri. Pemerintahan Palestina di bawah kepemimpinan PM Ismail Haniyah adalah kepemimpinan darurat yang menghadapi kejahatan zionis dan para pendukungnya yang tak henti-hentinya mengerahkan makar. Sejak tahun 2005 sampai hari ini serangan-serangan militer besar dan kecil silih berganti tak henti-henti.
Sabotase ekonomi yang mematikan ratusan ribu lapangan kerja, penghancuran pabrik-pabrik, teror yang menghancurkan jaringan listrik dan telefon, makar intelijen untuk membunuh para pemimpin, sumber-sumber air minum yang diracuni, bom-bom fosfor yang mengakibatkan kanker, rumah-rumah sakit yang kehabisan obat, petani-petani yang diserang, nelayan-nelayan yang dirampas kapalnya…
Di tengah berbagai kegawatdaruratan itu, Ismail Haniyah bersedia diminta membelokkan mobilnya, hanya untuk makan siang dengan Tim relawan Indonesia yang kerjanya hanya seujung kuku di hadapan Jihad rakyat Palestina!
Jadi kalau PM Ismail Haniyah tidak ikut menyeruput kopi yaaaa….. tahu diri deh.
Salah seorang relawan kita bernama Muhammad, biasanya sangat menikmati hidangan Arab, kali ini terlihat makan hanya sedikit. Ditanya, kenapa Mas makan sedikit? Jawabnya, “Speechless… (Tak bisa berkata apa-apa).”
Semoga Allah selalu melindungi beliau dan seluruh pejuang serta seluruh rakyat Palestina sampai Masjidil Aqsha dan tanah suci Palestina merdeka.
Kejutan Kedua di Gang Sempit
Sehari sesudah makan siang kejutan itu, ada kejutan berikutnya. Tim kita diterima secara resmi di rumah beliau di tengah sebuah kamp pengungsi. Sehabis solat Jum’at di Masjid Al-Gharbiyah di tengah kamp Asy-Syathi’ yang padat lagi-lagi secara mengejutkan PM Ismail Haniyah menjumpai Tim kita. Saat itu para relawan sedang berkenalan dengan sebuah delegasi dari Yordania.
Tiba-tiba perdana menteri yang hafal Al-Quran 30 juz itu datang dan menyalami.
Ketua Tim Amanah Indonesia berjinjit mencium kening Ismail Haniyah. Beliau lalu mengajak dua delegasi itu berjalan menyusuri gang-gang di kamp pengungsian itu… ke rumahnya!
Ketua Tim Amanah Indonesia untuk Gaza dan Al-Aqsha (SA2Gaza) mencium kening PM Ismail Haniyah di kamp pengungsi Asy-Syati’. foto: Sahabat Al-Aqsha
“Sejak kantor perdana menteri dihancurkan rata dengan tanah bulan Nopember lalu, saya terpaksa menerima tamu-tamu di sini,” katanya.
Di ruangan berukuran besar itu terpampang foto para Syuhada utama Palestina, diantaranya Syeikh Ahmad Yasin, Dr. Abdul Aziz Al-Rantissi, dan Insinyur Yahya Ayyasy.
Sesudah menerima sambutan ketua delegasi dari Yordania, ketua Tim kita diminta duduk di sebelah beliau menyampaikan hajatnya.
Ketua Tim Amanah Indonesia menyampaikan salam dari para Ulama, pemimpin, dan jutaan rakyat Indonesia. Salam persaudaraan yang sehangat-hangatnya.
Lalu Ketua Tim kita juga menyampaikan niatan Sahabat Al-Aqsha untuk meningkatkan terus hubungan persaudaraan antara rakyat Indonesia dan saudara-saudaranya di Palestina.
“Ulama, pemimpin, pelajar, mahasiswa, ibu rumah tangga, guru, para profesional, pedagang, pegawai negeri, Indonesia dan Palestina harus semakin sering bertukar kunjungan dan pengalaman,” kata Ketua Tim kita kepada PM Ismail Haniyah. “Kita ingin agar Masjidil Aqsha dan seluruh tanah suci Palestina segera merdeka.”
“Namun kami sadar, bantuan yang kami bawa ini sangat sedikit dibandingkan keberkahan Allah atas perjuangan rakyat Palestina yang akan kami bawa pulang ke tanah air. Justeru kami yang harus banyak belajar dari kalian…,” tegas Ketua Tim kita.
“Kami ingin belajar dari kalian bagaimana memperkuat ruh ibadah, ruh Al-Quran, dan ruh jihad supaya bangsa Indonesia semakin baik keadaannya di hadapan Allah. Supaya keberkahan turun dari langit dan muncul dari bumi di tanah air kami, sebagaimana yang telah kalian alami di sini,” kata Ketua Tim kita.
PM Ismail Haniyah menjawab, “Alhamdulillah, delapan hari serangan zionis (Nopember lalu) kepada kami justeru membuat kami semakin kuat. Tawakkal kami kepada Allah justeru mengundang keberkahan yang besar.”
“Musuh ingin menghancurkan kekuatan kami. Tapi karena kami yakin kekuatan kami hanya dari Allah, justeru Allah yang menghancurkan makar mereka. Dan itu semua tidak bisa dilepaskan dari doa-doa kalian di Indonesia,” kata Ismail Haniyah.
Ismail Haniyah menegaskan, “Insya Allah kita akan terus bersama-sama, sampai Masjidil Aqsha, kota Al-Quds, dan seluruh tanah suci Palestina dibebaskan bersama-sama oleh seluruh umat Islam. Kami dan kalian sama-sama di shaf pertama.”
Jemari yang mengetik laporan ini gemetar. Bukan karena tusukan hawa musim dingin. Tapi karena perasaan bergelora yang insya Allah karena cinta berlandaskan iman semata… Semoga Allah terus membimbingnya.* (Sahabat Al-Aqsha)