Fortify Rights Ungkap Kekerasan dan Intimidasi Dalam Relokasi Muhajirin Rohingya ke Pulau Bhasan Char
31 January 2022, 20:54.

Sumber: Fortify Rights
BANGLADESH (Fortify Rights) – Pemerintah Bangladesh harus mencegah terjadinya pemaksaan dan kekerasan dalam relokasi Muhajirin Rohingya dari kamp pengungsian ke pulau terpencil Bhasan Char yang rawan bencana, sebut Fortify Rights, Ahad (30/1/2022).
Lembaga HAM internasional tersebut mewawancarai 10 Muhajirin Rohingya, termasuk 2 di Bhasan Char dan 3 Majhi (pemimpin komunitas) yang menghadiri pertemuan dengan pemerintah terkait proses relokasi pada bulan Desember 2021 dan Januari ini.
Dalam temuannya, di bulan Desember tersebut aparat memukul seorang Muhajirin dan menyita dokumen pribadi keluarganya – yang diperlukan sebagai syarat mendapat bantuan dan layanan kemanusiaan.
Aparat lalu mengikutkannya secara paksa pada relokasi waktu itu, hingga terpisah dengan istri dan anak-anaknya yang masih tinggal di kamp pengungsian Cox’s Bazar.
“Saya benar-benar gemetar ketakutan ketika mereka mengambil (dokumen) keluarga kami,” kata istri Muhajirin Rohingya tersebut.
Ia menambahkan bahwa ketika menjenguk sang suami di kantor polisi sebelum dipindahkan ke Bhasan Char, wajah suaminya telah babak belur akibat dipukuli aparat Bangladesh.
“Saya ingin suami saya dikembalikan ke rumah. Saya tidak mau jika harus diminta pindah ke Bhasan Char,” jelasnya.
Melanggar Kesepakatan
Fortify Rights menegaskan, kekerasan dan pemaksaan dalam proses relokasi ke Bhasan Char adalah pelanggaran atas kesepakatan yang ditandatangi pada 9 Oktober 2021 oleh pemerintah Bangladesh dan UNHCR.
Dari laporan internal peninjauan PBB ke Bhasan Char pada bulan ini – yang tidak dipublikasikan, Fortify Rights menyebutkan bahwa terdapat kekhawatiran akan perlindungan bagi para Muhajirin dan kurangnya kebebasan bergerak di sana.
Disebutkan bahwa anggota keluarga Muhajirin yang terpisah, kesusahan untuk tetap terhubung karena tidak ada akses keluar masuk, baik di Cox’s Bazar maupun Bhasan Char.
Mereka yang berusaha keluar – meski itu untuk bertemu keluarganya, akan dikenai hukuman tanpa mendapat hak pendampingan hukum.
Di antara Muhajirin Rohingya yang terpisah itu, terdapat anak-anak yang sebagiannya tidak memiliki pendamping di Pulau Bhasan Char.
Temuan berikutnya, pada tanggal 3 dan 4 Januari 2022, aparat penanggung jawab kamp (CiC) dan petugas dari Badan Intelijen Nasional (NSI) Bangladesh menemui para Majhi lalu mendesak mereka untuk membantu proses relokasi tanggal 6 Januari.
Salah seorang di antaranya menceritakan kepada Fortify Rights bahwa CiC sampai mengatakan “gunakan segala cara” untuk membujuk para Muhajirin, termasuk dengan mengatakan jika lembaga kemanusiaan hanya akan beroperasi di Bhasan Char, tidak lagi di kamp Cox’s Bazar.
Seorang Majhi yang lain mengatakan, aparat juga mengancam bahwa pasokan bambu dan bahan-bahan lain untuk membangun maupun memperbaiki gubuk mereka akan dihentikan, lalu toko-toko milik Muhajirin akan ditutup paksa jika para Muhajirin tidak mau dipindahkan ke Bhasan Char.
“Begitulah cara mereka mengancam dan memaksa kami untuk mau pergi ke Bhasan Char,” kata seorang Majhi.
Kerahkan Preman, Ancam Bakar Kamp
Kasus lainnya, tanggal 16 Desember 2021, pihak berwenang membagikan karung kosong kepada para Muhajirin di blok D1 dan D2 di kamp 25 lalu memerintahkan mereka untuk mengemasi barang-barangnya karena besok akan direlokasi.
Seorang Muhajirin berusia 27 tahun mengatakan, “Beberapa orang lari ketakutan, dan sebagian ada yang sampai dibawa ke rumah sakit karena trauma. Mereka (para petugas) membawa sejumlah preman; ada sekira 25 orang keseluruhan. Mereka membawa tongkat dan beberapa wanita juga dipukul.”
“Sebelum pergi, mereka berkata, ‘Kami akan membawa derek dan bensin jika besok kalian belum siap (untuk direlokasi). Kami akan menghancurkan gubugmu atau membakarnya, atau menarik langsung kalian ke truk.”
Fortify Rights mendapat kiriman video dari kamp pengungsian yang menunjukkan para Muhajirin berteriak dan melempar karung-karung dari petugas sebagai bentuk protes.
Seorang Muhajirin berusia 41 tahun yang tinggal di kamp 25 mengatakan, “Jika kami dipindahkan ke Bhasan Char, kami tidak bisa pergi ke mana-mana lagi, dan kami tidak memiliki saudara di sana. Kami pun tidak bisa berkomunikasi dengan saudara-saudara kami (di luar Bhasan Char) yang artinya sama saja kami menunggu mati di sana.”
Muhajirin lain yang direlokasi pada bulan Desember 2021 menceritakan, “Kalau saya bandingkan antara tinggal di Bhasan Char dengan di kamp di daratan utama, kehidupan di kamp lebih baik karena sanak keluarga saya masih berada di sana. Saya bisa bertemu mereka pagi maupun sore hari, namun sekarang saya tidak bisa bertemu mereka.”
Pada tahun 2020, Fortify Rights pun mendokumentasikan kekerasan dan pemaksaan yang dilakukan pihak berwenang kepada Muhajirin Rohingya dalam proses relokasi ke Bhasan Char.
“Dengan lokasinya yang memang terpencil, ditambah tidak diberikannya akses keluar masuk bagi Muhajirin dan berbagai pembatasan lain yang diterapkan ketat, praktis pulau Bhasan Char adalah pusat penahanan,” tegas Fortify Rights. (Fortify Rights)

Sumber: Fortify Rights

Sumber: Fortify Rights
Berikan Infaq terbaik Anda. Klik di sini.
