Utusan Khusus PBB: “Rusia, Cina, dan Serbia Pasok Senjata untuk Junta Militer Myanmar”

23 February 2022, 21:39.

MYANMAR (OHCHR) – Utusan khusus PBB untuk HAM di Myanmar, Tom Andrews, mengeluarkan laporan yang mengidentifikasi negara mana saja yang memasok senjata kepada junta, khususnya setelah kudeta militer. Ternyata dua anggota tetap Dewan Keamanan (DK) PBB termasuk di antaranya.

Dokumen berjudul “Enabling Atrocities: UN Member States’ Arms Transfers to the Myanmar Military” tersebut dikeluarkan pada selasa (22/2/2022), sebagai laporan kepada Dewan HAM PBB.

Andrews meminta agar negara-negara pengekspor senjata menahan dulu aktivitasnya dan mendesak agar DK segera membuat resolusi.

Setidaknya untuk menghentikan pasokan senjata kepada militer Myanmar, yang tak lain digunakan untuk menyerang warganya sendiri.

“Tidak boleh ada lagi perdebatan, pasokan senjata yang digunakan untuk menyerang rakyat sipil di Myanmar harus dihentikan,” kata Andrews.

“Menghentikan kekejaman dan kejahatan junta harus dimulai dengan menutup akses senjata mereka. Semakin dunia menunda hal tersebut, semakin banyak warga tak bersalah, termasuk anak-anak, yang kehilangan nyawa di Myanmar.”

Ia menyebut Rusia, Cina, dan Serbia sebagai negara anggota PBB yang sejak kudeta terus mengirim pasokan senjata kepada junta militer Myanmar.

“Meski sudah terbukti jelas bahwa junta militer melakukan kejahatan secara sewenang-wenang sejak kudeta tahun lalu, Rusia dan Cina yang merupakan anggota DK PBB terus memasok junta militer Myanmar dengan pesawat-pesawat tempur maupun kendaraan perang. Rusia bahkan telah menjanjikan pasokan senjata lebih banyak lagi.”

“Pada saat yang sama, Serbia telah menyepakati pengiriman roket dan persenjataan kepada militer Myanmar,” tegasnya.

Juni tahun lalu, Majelis Umum PBB telah membuat resolusi agar negara-negara anggotanya bisa mencegah pasokan senjata bagi militer Myanmar. Akan tetapi, resolusi tersebut gagal memberikan dampak signifikan bagi warga sipil Myanmar.

“Masyarakat Myanmar meminta PBB untuk segera bertindak,” jelas Andrews.

“Mereka berhak mendapat voting oleh DK, untuk membuat resolusi yang bisa menghentikan penjualan senjata yang digunakan untuk membunuh mereka.”

Berdasarkan laporan Andrews, beberapa negara anggota PBB juga terlibat dalam pengadaan senjata sejak tahun 2018, di mana kekejaman militer Myanmar terhadap etnis minoritas Rohingya sudah diketahui dunia.

Andrews bahkan memerincikan apa saja tipe dan jumlah senjata yang dikirim ke Myanmar pada saat itu.

“Sangat penting bagi negara-negara anggota dan juga DK PBB untuk segera bertindak menghentikan perdagangan senjata ke junta militer. Nyawa manusia dan kredibilitas DK PBB, sudah menjadi taruhannya.”

Laporan tersebut juga menyeru negara-negara anggota PBB untuk melakukan aksi bersama dalam memutus jalur pemasukan finansial militer, sebagaimana yang telah dikampanyekan warga Myanmar untuk memboikot perusahaan-perusahaan yang terkait dengan junta.

“Meski disebut oleh pimpinannya sebagai sebuah kekuatan, besarnya militer (Myanmar) juga merupakan kelemahan karena mereka membutuhkan sumber daya yang banyak untuk mendukung dan mempertahankannya. Apabila sumber-sumber pemasukannya berkurang, kemampuan junta untuk menyerang dan meneror warga Myanmar juga akan meredup.” (OHCHR)

 

 

Update Kabar Al-Aqsha dan Palestina via Twitter @sahabatalaqsha
Berikan Infaq terbaik Anda. Klik di sini.


Posting ini berada dalam kategori : Kabar Al-Aqsha & Palestina

« Dua Remaja Rohingya Ditembak Orang Tak Dikenal di Kamp Pengungsian Lambashia
Perempuan Suriah Tewas Ditabrak Kendaraan Serdadu Rusia di Deir Ez-Zor »