ADMSP Ungkap Tawanan Disiksa dan Dibiarkan Tewas Tanpa Penanganan Medis di RS Militer Suriah (#2) 

9 October 2023, 21:27.

Sumber: SNHR

SURIAH (Japan Times) – Aparat rezim diktator Suriah menganiaya dan membiarkan para tawanan mati di rumah sakit militer di Damaskus.  

Mereka menggunakan fasilitas kesehatan tersebut untuk menutupi penyiksaan terhadap para tawanan, kata kelompok hak asasi manusia dan mantan tawanan.   

Para tawanan yang dikirim ke Rumah Sakit Militer Tishreen di ibu kota Suriah untuk dirawat, jarang mendapat penanganan medis, menurut laporan yang dirilis Selasa (3/10/2023) oleh Association of Detainees and the Missing in Sednaya Prison (ADMSP), sebuah lembaga pengawas yang berbasis di Turkiye.   

Sebaliknya, petugas “keamanan”, bahkan staf medis serta administrator di rumah sakit itu, justru melakukan penyiksaan brutal terhadap para tawanan, termasuk kekerasan fisik dan psikologis, menurut laporan berjudul “Buried in Silence” itu.  

Laporan ini mendokumentasikan pelanggaran-pelanggaran sejak awal kekerasan rezim Suriah pada tahun 2011 hingga tahun 2020. Namun, para penulis yakin banyak dari praktik tersebut yang masih berlanjut hingga saat ini.   

Dibiarkan Tewas atau Dibunuh

ADMSP melaporkan, tawanan yang meninggal dalam ruang tahanan karena penyiksaan atau kondisi yang buruk, akan dibawa ke RS Tishreen, kemudian ke “kuburan massal” di dekat ibu kota.  

Tawanan yang tiba di rumah sakit pertama-tama ditahan di ruangan yang sama dengan tempat jenazah para tahanan dikumpulkan. Lalu para tahanan yang sakit itu dipaksa membantu mengangkut jenazah-jenazah tersebut, jelas laporan itu. 

Abu Hamza mengatakan, dia dipaksa bekerja keras selama berjam-jam–tanpa alas kaki dan dalam cuaca yang sangat dingin–memasukkan jenazah ke dalam kendaraan di Penjara Sednaya, kemudian menurunkannya di RS Tishreen di dekat penjara tersebut.  

Di sana, aparat rezim menuliskan nomor di jenazah atau di selembar kertas. Seorang fotografer kemudian akan mengambil gambar jenazah itu.  

Laporan ADMSP menyebutkan, tidak ada autopsi yang dilakukan. Rumah sakit juga sering mengeluarkan “surat kematian dengan informasi palsu”; di antaranya dengan menyebutkan serangan jantung, gagal ginjal, atau stroke sebagai penyebab kematian.  

Bahkan, tak jarang tawanan yang berada dalam kondisi antara hidup dan mati akan ditempatkan di antara mayat-mayat lalu dibiarkan mati atau langsung dibunuh, menurut laporan itu.  

Abu Hamza mengenang seorang tahanan yang sudah dalam keadaan kritis di penjara rumah sakit.  

“Mereka tidak membawa dokter. Sebaliknya, mereka membuangnya di antara mayat. Mereka membiarkannya mati,” katanya.  

Laporan tersebut mengatakan, petugas penjara terkadang membunuh tawanan yang sakit parah, atau memaksa tahanan lain untuk melakukannya. 

Terbangun di Antara Jenazah di Sudut Sel 

Rumah Sakit Tishreen memainkan “peran sentral dalam penghilangan paksa, menutupi penyiksaan, memalsukan penyebab kematian” dan pelanggaran lainnya yang merupakan “kejahatan terhadap kemanusiaan” ungkap salah satu pendiri Association of Detainees and the Missing in Sednaya Prison (ADMSP), Diab Serriya.  

Apa yang terjadi di dalam RS Tishreen dan rumah sakit militer lainnya adalah kebijakan sistematis yang diadopsi oleh pihak berwenang, tambahnya.  

Seorang dokter Suriah saat ini diadili di Jerman dengan tuduhan melakukan penyiksaan, pembunuhan, dan kejahatan terhadap kemanusiaan saat ia bekerja di rumah sakit militer di Suriah.  

Tuntutan hukum serupa juga telah diajukan di tempat lain di Eropa, Amerika Serikat, dan Mahkamah Internasional, yakni terhadap rezim dan pejabat Suriah atas tuduhan penyiksaan yang tak manusiawi.  

Mahmud* baru berusia 16 tahun ketika dia dipenjara pada tahun 2014 dan dikirim ke RS Tishreen, di mana dia mengatakan bahwa tahanan lain memukulinya dengan kejam.  

“Mereka mendorong saya ke tanah, menginjak saya dan menutup mulut saya… (sampai) saya pingsan,” ucapnya.  

“Saya terbangun beberapa saat kemudian dan menemukan diri saya berada di antara mayat-mayat di sudut sel,” jelas Mahmud, seraya menambahkan bahwa dia dibawa kembali ke Penjara Sednaya tanpa menerima perawatan medis apa pun.  

Selama sisa masa tahanan, ia mengalami trauma dan sangat takut untuk mengunjungi dokter, meski dirinya terkena TBC.  

Bahkan pada satu titik, “Saya tidak bisa lagi mengunyah makanan, tetapi saya tidak memberi tahu siapa pun agar mereka tidak membawa saya kembali ke rumah sakit Tishreen,” kata Mahmud. (Japan Times/Selesai)

Update Kabar Al-Aqsha dan Palestina via Twitter @sahabatalaqsha
Berikan Infaq terbaik Anda. Klik di sini.


Posting ini berada dalam kategori : Kabar Al-Aqsha & Palestina

« Hamas: “Kami Mengobarkan Taufan Al-Aqsha untuk Membela Martabat Al-Aqsha” 
Serdadu Suriah dan Rusia Serang 47 Permukiman Sipil di Idlib Dalam Sepekan, 36 Warga Tewas  »