Tawanan Wanita Palestina, Lalui Ramadhan Dengan Kezaliman Penguasa Zionis

27 August 2009, 23:54.

(Alaqsa Voice)

(Alaqsa Voice)

Sahabatalaqsha.com -Laporan khusus- Tidak ada henti-hentinya kisah pedih yang dialami warga Palestina, baik pada bulan penuh rahmat, Ramadhan, maupun di bulan-bulan lainnya. Cara dan sarana, yang jumlahnya melimpah ruah, yang digunakan aparat penguasa Zionis untuk merenggut hak-hak mereka, sangat bervariasi dan berubah-ubah dari waktu ke waktu. Sekali waktu mereka merobohkan rumah, lain waktu melenyapkan jasad korban atau menguburnya.

Di antara ratusan ribu kisah penderitaan yang harus ditanggung warga Palestina demi kecintaan kepada tanah air mereka itu, ada satu kisah tentang seorang tawanan wanita yang baru dibebaskan, Shabirin Abu Ammarah, dari kota Nablus. Penguasa pendudukan membebaskannya belakangan ini. Masih sangat kuat ingatannya tentang betapa dahsyatnya intimidasi yang dilakukan penguasa pendudukan atas para tawanan wanita Palestina. Mereka, para tawanan wanita itu, tidak pernah selamat dari kelaliman penguasa Zionis. Shabirin menceritakan apa yang ia ingat pada saat penguasa pendudukan memasukkan dirinya ke dalam daftar tawanan wanita, tahun 2003 yang lalu.

Shabirin bercerita, “Mereka menangkap saya pada pukul 03.00 dini hari, dan itu adalah malam Idul Fitri, Hari Raya. Mereka membawa saya ke markas militer Hiwarah, lalu saya dibawa lagi ke tempat pemeriksaan Al Maskubiyah dan saya dibiarkan di sana selama 22 hari. Setelah itu mereka membawa saya ke penjara Ar Ramlah, di mana sudah ada saudari-saudari saya yang ditawan di sana.”

Penguasa pendudukan dengan seenak perutnya, mengeluarkan berbagai keputusan yang zalim terhadap Shabirin. Contohnya adalah masa 6 tahun yang harus ia jalani, jauh dari keluarga, rumah dan kebebasan. Ditambah lagi ditunda-tundanya proses pengadilan atas dirinya selama 8 bulan, sementara ia sama sekali tidak tahu apa kesalahan yang dituduhkannya kepadanya. Dan, tentu saja, ia ingat pula kepedihan yang ia alami selama bulan yang mulia (Ramadhan-pent) dalam penjara Hasyarun, di mana ia harus melalui masa hukuman di sana.

Ia melanjutkan, “Kami sangat ingin, di bulan Ramadhan, melaksanakan shalat tarawih bersama-sama, sesama para tawanan wanita, di halaman; namun, tentu saja,  pihak penjara menolaknya mentah-mentah. Ketika itu –setelah kami terus-menerus mendesak pihak penjara- mereka menyetujui  permintaan kami, bahwa kami akan berbuka puasa bersama-sama di sebuah sel khusus bagi kami, hanya dalam waktu setengah jam saja. Setelah itu kami akan membubarkan diri dan kembali ke sel kami masing-masing. Akan tetapi ternyata makanan yang diberikan sangat tidak layak untuk dimakan, karena semuanya selalu dalam keadaan sangat basi. Kami terpaksa harus membuangnya.”

Meski sudah sedemikian buruknya perlakuan seperti itu, ternyata itu bukan yang paling buruk. Pihak pengelola penjara selalu berupaya menekan dan melecehkan para tawanan wanita tersebut dengan segala cara. Termasuk apa yang terjadi pada tanggal 4 bulan ini (Agustus).

Shabirin berkata, “Para tentara (Zionis) mendatangi kami bersama para prajurit wanita yang hendak melakukan pemeriksaan terhadap kami dengan cara menelanjangi kami, tentu saja kami tolak keras. Akhirnya mereka pun kembali. Lalu, mereka memasukkan kami ke dalam sebuah sel sempit yang luasnya hanya beberapa meter saja. Kami tidak diperkenankan minum, bahkan bergerak sekalipun, selama 5 jam. Kemudian mereka berkata kepada kami bahwa kami akan menjalani pemeriksaan tersebut setiap bulan, dan bahwa hal itu adalah perintah panguasa pendudukan.”

Surat para tawanan wanita yang mereka berikan kepada Shabirin pada hari pembebasannya, dipenuhi dengan ungkapan kerinduan yang mendalam akan rumah-rumah mereka. Tapi meskipun begitu, mereka pun sempat memberikan nasihat-nasihat sekaligus menyampaikan harapan yang ditujukan bagi siapa saja yang punya kekuatan untuk membebaskan mereka dan mengembalikan mereka kepada keluarga-keluarga mereka.

Shabirin melanjutkan, “Para tawanan wanita itu menitipkan kepada saya, sebuah surat yang ditujukan kepada Gerakan Hamas. Mereka semua mengharapkan dapat bebas melalui pertukaran tawanan. Sejak ditawannya seorang tentara Zionis, Gilat Syalit, setiap orang dari mereka sangat menunggu-nunggu untuk dibebaskan, terutama mereka yang dijatuhi hukuman penjara dalam waktu yang lama, atau seumur hidup. Semua tawanan wanita itu sangat berharap bahwa ada kepedulian akan nasib para tawanan wanita.”

Cerita semacam itu terus berulang. Terlalu banyak bab-babnya yang dimiliki warga Tepi Barat, hingga seolah-olah semua orang mengalami hal yang sama. Hanya satu pesan yang disampaikan kondisi ini: selamatkanlah nyawa dan kehormatan, sungguh kesabaran kami rasanya sudah mencapai titik jenuh! ALAQSAVoice/RAL.

Update Kabar Al-Aqsha dan Palestina via Twitter @sahabatalaqsha
Berikan Infaq terbaik Anda. Klik di sini.


Posting ini berada dalam kategori : Kabar Al-Aqsha & Palestina

« Penguasa Pendudukan Zionis Tangkap 10 Warga Palestina Di Tepi Barat
Halayka: Penangkapan Anggota Parlemen Bertujuan Habisi Hamas »