Menolak Lupa, 36 Tahun Pembantaian Sabra dan Shatila
20 September 2018, 17:39.

Foto: PIC
GAZA, Kamis (PIC | Hamas.ps): Pada 16 hingga 18 September 1982, para pengungsi Palestina di kamp pengungsi Sabra dan Shatila, Beirut, dibantai. Perkiraan jumlah korban beragam, tapi sekitar 3.000 pengungsi Palestina, sebagian besar wanita, anak-anak dan lansia dibunuh. Serangan berlangsung saat perang sipil Lebanon, beberapa bulan setelah invasi ‘Israel’ ke negara tersebut.
Anak-anak lelaki usia di atas 15 dipisahkan dari keluarga mereka dan dibariskan di dinding lalu ditembak. Pemeriksaan terhadap mayat-mayat lainnya, termasuk para wanita dan anak-anak, menunjukkan tanda-tanda bahwa mereka ditembak dari jarak dekat. Pada Desember 1982, Majelis Umum PBB mengecam pembantaian itu sebagai ‘genosida’.
Komite independen yang saat itu diketuai oleh Sean MacBride, seorang peraih Hadiah Nobel Perdamaian, setuju menyebut apa yang terjadi adalah genosida, dan menuding otoritas ‘Israel’ serta para serdadunya bertanggung jawab atas pembantaian dan pembunuhan lainnya yang terjadi di Sabra dan Shatila.
Komisi MacBride mempublikasikan temuannya pada tahun 1983. Pada tahun itu, Komisi Kahan ‘Israel’ juga menyatakan ‘Israel’ bertanggung jawab, kendati tidak secara langsung.
Setiap tahun, warga Palestina turun ke jalan-jalan di kota asal mereka untuk mengenang nyawa-nyawa yang terenggut selama pembantaian 1982 dan terus menuntut pengadilan bagi mereka yang sejauh ini diyakini telah lolos dari tuntutan pembunuhan.
Tahun ini adalah peringatan ke-36 pembantaian yang dilakukan gerombolan serdadu Zionis ‘Israel’ atas perintah menteri perang ‘Israel’ Ariel Sharon itu. Pembantaian yang bertujuan untuk menghalangi rakyat Palestina melawan penjajahan ‘Israel’. Dalam siaran pers yang dipublikasikan Senin (17/9) lalu, gerakan perlawanan Islam Hamas mengungkapkan, Sharon keliru telah mengira bisa meneror rakyat Palestina, menghancurkan keinginan mereka, dan memaksa mereka untuk menyerah.
Menurut Hamas, setelah 23 tahun, Sharon –yang dulu mengatakan bahwa ‘nasib Netzarim adalah nasib Tel Aviv– terpaksa menarik pasukannya dari Gaza dikarenakan tekanan kuat dari perlawanan rakyat Palestina.
Pembantaian Sabra dan Shatila akan selamanya menjadi kutukan yang menghantui ‘Israel’, dan aib bagi mereka yang terlibat dalam kekejaman seperti itu, ungkap Hamas dalam siaran persnya.
Rakyat Palestina akan memegang teguh hak-hak mereka dan akan terus berjuang melawan penjajahan karena kejahatan terhadap kemanusiaan seperti itu tidak akan terlupakan seiring berjalannya waktu.
Hamas menyesalkan bahwa pada peringatan pembantaian tragis Sabra dan Shatila Otoritas Palestina masih mempertahankan Perjanjian Oslo yang memalukan demi mengejar perdamaian yang rapuh.
Hamas menegaskan, meskipun rakyat Palestina mengalami pembunuhan, penangkapan sewenang-wenang, penghancuran rumah, dan pengusiran setiap harinya oleh para serdadu ‘Israel’ dalam upaya mengambil alih wilayah-wilayah Palestina dan membangun apa yang mereka sebut “Temple Mount” di atas puing-puing Masjidil Aqsha, Otoritas Palestina tetap mempertaruhkan hak-hak, kepentingan, dan keamanan rakyat Palestina dengan tetap berkomitmen pada Perjanjian Oslo.
Ironisnya, lanjut Hamas, peringatan insiden ini juga berlangsung di saat rakyat Palestina yang memilih perlawanan diburu, ditangkap, dan disiksa di penjara-penjara Otoritas Palestina yang bekerja sama dengan penjajah ‘Israel’. Semua itu dilakukan untuk menghalangi mereka melawan penjajahan Zionis, membela tanah air, dan hak-hak mereka.
Masih terus berlangsungnya demonstrasi yang dijuluki Great March of Return, dimana rakyat Palestina telah banyak berkorban, adalah bukti yang sangat jelas bahwa rakyat Palestina memilih perlawanan dalam memperjuangkan hak dan kebebasan mereka, tegas Hamas.
Oleh karena itu, dalam siaran persnya, Hamas memuji rakyat Palestina yang berada di Jalur Gaza, Jerusalem, Tepi Barat, dan di luar wilayah Palestina terjajah karena tetap teguh dalam menghadapi penjajah ‘Israel’ dan menjunjung tinggi hak-hak mereka.
Hamas juga menyerukan seluruh rakyat Palestina, kelompok-kelompok dan negara-negara terkait, khususnya pemerintah Lebanon, berusaha sekuat tenaga untuk menghukum para penjahat perang ‘Israel’ di Mahkamah Pidana Internasional (ICC).
Hamas kembali menegaskan bahwa semua pembantaian dan kekejaman yang dilakukan penjajah ‘Israel’ terhadap rakyat Palestina tidak akan menghancurkan keinginan mereka, dan tidak juga akan menghalangi mereka untuk melawan penjajahan sampai mereka mendapatkan kemerdekaan dan hak-hak nasional mereka, serta mendirikan negara merdeka mereka dengan ibukota Jerusalem.
Menurut Hamas, peringatan pembantaian Sabra dan Shatila ini membuktikan bahwa penjajah ‘Israel’ tidak percaya dengan perdamaian.
Oleh karena itu, Hamas menegaskan kembali pentingnya melanjutkan aksi “Great March of Return” dan memperbarui dukungan terhadap rakyat Palestina yang ikut serta dalam demonstrasi demi menuntut hak mereka untuk kembali ke tanah air dan dicabutnya blokade atas Gaza.
Terakhir, Hamas menyeru rakyat Palestina untuk bersatu di balik gerakan perlawanan Palestina karena Hamas percaya bahwa perlawanan adalah jalan menuju kebebasan dan kemerdekaan.* (PIC | Hamas.ps | Sahabat Al-Aqsha)
Berikan Infaq terbaik Anda. Klik di sini.
