Blokade Kejam Makan Korban Lagi
22 June 2010, 22:20.
Sejak blokade diberlakukan Zionis dan sekutunya terhadap rakyat Gaza sebagai “hukuman massal” karena mereka telah sukarela memilih Hamas dalam pemilu 2006 yang lalu, rakyat Gaza hanya memiliki satu jalan untuk mendapatkan berbagai kebutuhan pokok mendasar bagi keberlangsungan hidup 1,5 juta nyawa rakyat Palestina, yaitu melalui terowongan. Satu-satunya jalan tetapi dengan banyak resiko dan ancaman, termasuk nyawa.
Sahabatalaqsha.com-Rafah– Sore hari ini atau siang hari waktu setempat, seorang warga Palestina ditemukan telah meninggal dunia di dalam sebuah terowongan di distrik Rafah, selatan Jalur Gaza, karena sengatan listrik yang menimpanya ketika ia sedang melaksanakan tugasnya sebagai pekerja terowongan, guna memenuhi kebutuhan pokok rakyat Jalur Gaza.
Pekerja terowongan yang wafat itu bernama Abdullah Abu Hamad (22 tahun), berasal dari distrik Khan Yunis, dari kabilah Bani Sahila.
Para petugas medis yang bergegas ke tempat kejadian berhasil mengangkat jasad Abu Hamad yang sudah tidak bernyawa lagi, kemudian membawanya ke rumah sakit Abu Yusuf An Najjar.
Dinas Keesehatan mengatakan bahwa dengan meninggalnya Abdullah Abu Hamad, berarti telah tercatat 157 korban nyawa di terowongan-terowongan yang dibuat akibat blokade yang terus-menerus diberlakukan terhadap Jalur Gaza.
Terowongan adalah satu-satunya jalan bagi pemenuhan kebutuhan pokok bagi lebih dari 1,5 juta jiwa rakyat Gaza. Tidak ada pilihan lain.
Setiap pekerja terowongan harus siap dengan potensi ancaman apa pun yang akan ia hadapi di dalam terowongan, bahkan yang mengancam jiwanya sekalipun. Karena tidak ada pilihan dalam hidup mereka. Tersengat listrik, tertimpa longsoran terowongan akibat ulah pemerintah Mesir yang mengaliri terowongan dengan air laut, bombardir militer Zionis yang setiap hari menyasarkan bom dan tembakan senjata beratnya ke terowongan-terowongan itu, ataupun karena mengisap gas beracun yang disemprotkan pemerintah Mesir, salah satu sekutu Zionis yang sangat mengabdi pada bangsa penjajah tersebut.
Menyadari resiko-resiko itulah, salah seorang pekerja perowongan mengatakan bahwa setiap kali mereka akan melaksanakan tugas mulia itu, mereka selalu membaca basmallah, berdo’a kepada Allah dan menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah. Untuk kemudian mereka harus berada di dalam gelapnya terowongan berhari-hari, bahkan bisa sampai 5 hari, dan selama itu harus menahan lapar dan hanya mengandalkan tetesan air minum yang dialirkan melalui pipa kecil di sepanjang terowongan. av/sahabatalaqsha/ral.
Berikan Infaq terbaik Anda. Klik di sini.

