Menggapai Ujung Lorong Gelap Rohingya
27 December 2022, 05:00.

*Sinopsis buku Rohingya of The Arakan: Conflicts, Crisis, and Solutions
Pembersihan etnis atau genosida terhadap Rohingya di Burma atau Myanmar terus menjadi perhatian dunia internasional saat ini. Penindasan rezim Burma berjalan sistematis tanpa henti.
Berbagai pertemuan di tingkat PBB serta ASEAN hingga kini gagal menghentikan kekerasan dan memulihkan hak-hak Rohingya. Bahkan nama Rohingya masih tabu digunakan pejabat-pejabat ASEAN.
Karya monumental berjudul “Rohingya of The Arakan: Conflicts, Crisis, and Solutions” ini menyajikan kisah mendalam tentang krisis dan solusi jangka panjang atas penderitaan yang dialami Rohingya. Buku ini ditulis oleh Nurul Islam dan diterbitkan The Other Press di Kuala Lumpur pada tahun 2022.
Nurul Islam merupakan tokoh Rohingya dan juga pengacara yang menghabiskan lebih dari setengah abad untuk berjuang melayani warga Rohingya. Nurul Islam juga merupakan Presiden Arakan Rohingya National Organization (ARNO); yang kini tinggal bersama keluarganya di London, Inggris.
Rohingya of The Arakan menawarkan penjelasan komprehensif tentang krisis Rohingya dari konteks geopolitik dan sejarah. Karya setebal 290 halaman ini mengungkapkan konspirasi sistematis yang dijalankan rezim Burma, militer, dan aktor non-negara terhadap penduduk Rohingya.
Tindakan tersebut telah membuat warga Rohingya mengalami penganiayaan etnis, agama, dan politik yang sistematis. Tak pelak, kekerasan terhadap etnis Rohingya menjadi salah satu peristiwa genosida paling berdarah yang terjadi pada era modern.
Fakta-fakta tersebut menyebabkan krisis kemanusiaan yang belum pernah terjadi sebelumnya, kini menjadi pemandangan sehari-sehari. Ribuan warga Rohingya tak berdosa kehilangan nyawa dan sebagian besar mereka mempertaruhkan hidup mencari tempat berlindung di negara-negara tetangga. Situasi ini menimbulkan tantangan besar bagi negara-negara di kawasan dan komunitas internasional.
Sejarah Rohingya dengan Rakhine
Nurul Islam berhasil mengetengahkan tragedi bangsa Rohingya secara runut dan sistematis yang membuat pembaca memahami secara mudah sejarah dan perjuangan bangsa Muslim tersebut.
Buku ini mengungkapkan sejarah bahwa Rohingya dan Rakhine adalah dua masyarakat adat utama Arakan yang saling mengisi. Rohingya adalah mayoritas Muslim dan Rakhine sebagian besar beragama Buddha.
Dalam sejarahnya, kedua etnis ini hidup rukun dan damai. Mereka telah bersama-sama menjaga keutuhan wilayah kerajaan dan saling berbagi dalam memimpin pemerintahan.
Rohingya adalah keturunan dari penduduk yang tinggal di Arakan sejak zaman paling awal. Mereka berada di Arakan sejak awal abad ke-8 M. Namun, kehidupan damai tersebut berubah saat Perang Dunia II meletus. Kekerasan mematikan mencuat di antara kedua kelompok etnis yang sebelumnya bersahabat tersebut.
Arakan adalah monarki berdaulat independen selama berabad-abad yang diperintah oleh umat Hindu, Budha dan Muslim. Pada 1784, Burma melakukan invasi dan menduduki Arakan. Setelah 40 tahun pemerintahan tirani Burma, Inggris menduduki Arakan lewat perang Anglo-Burma Pertama tahun 1824-1826.
Setelah Burma mendapatkan kemerdekaan pada tahun 1948, Arakan menjadi bagian dari Republik Persatuan Burma yang baru tanpa plebisit.
Meskipun kaya akan mineral dan sumber daya alam, Arakan saat ini adalah salah satu negara bagian termiskin dan wilayah yang dilanda pusaran konflik di Burma. Masyarakatnya merasa terdiskriminasi dan hidup dalam ‘koloni tersembunyi’.
Sejak militer mengambil alih Burma tahun 1962, Rohingya telah menghadapi proses delegitimasi, persekusi, dan pelanggaran HAM berat yang berpuncak pada kejahatan terhadap kemanusiaan dan genosida.
Padahal pasukan pendudukan Burma sama sekali tidak memiliki hak untuk menolak keberadaan Rohingya di tanah air bersejarah mereka. Sebagaimana dikatakan peraih Nobel Profesor Amartya Sen, “Rohingya tidak pergi ke Burma, melainkan Burma yang datang kepada mereka.”
Burma kemudian berganti nama menjadi “Myanmar” yang dilakukan oleh rezim militer pada tahun 1989 sebagai bagian dari kebijakan kediktatoran militer untuk mengubah atau mentransliterasi ulang banyak nama dan gelar tempat.
Meski diakui PBB, istilah baru “Myanmar” masih diperdebatkan oleh sebagian warga dan sebagian besar partai oposisi etnis. Namun, dalam buku ini, Nurul Islam telah menggunakan istilah Burma dan Myanmar serta Negara Bagian Arakan dan Rakhine secara bergantian. (bersambung)
Berikan Infaq terbaik Anda. Klik di sini.

 
                         
                         
                         
                         
                        