Berusaha Lestarikan Sejarah dan Budaya, Sejumlah Penulis Uyghur Dijerat Hukuman Berat  

28 October 2023, 22:10.

Yalqun Rozi. Gambar di sebelah kanan berasal dari kesaksian putranya Kamalturk Yalqun di Youtube yang menyangkal video propaganda negara terhadap ayahnya.   

TURKISTAN TIMUR (The China Project) – Tujuh tahun lalu, pada bulan Oktober 2016, penulis dan kritikus sastra Uyghur ternama, Yalqun Rozi, hilang dari rumahnya di Xinjiang.  

Ketika Rozi muncul kembali dua tahun kemudian, tepatnya pada bulan Januari 2018, ia sudah berdiri di pengadilan Tiongkok di Turkistan Timur (yakni di Urumqi, ibu kota Xinjiang). 

Saat itu, hakim menjatuhkan hukuman 15 tahun penjara kepadanya dengan tuduhan sepihak bahwa ia telah mencoba “memecah belah” negara dan menyebarkan “ide-ide ekstremis” di kalangan anak-anak sekolah.  

Semua ini terjadi ketika istri dan anak-anak Rozi berada di Amerika Serikat, menunggu dia bergabung. Putra dan putrinya, Kamalturk Yalqun, 33, dan Tumaris Yalqun, 27, telah belajar di AS selama beberapa tahun. Sementara itu, istrinya, Zaynap Ablajan, berada di sana dengan visa turis.  

Dalam semalam, penangkapan dan hilangnya Rozi membuat mereka bertiga menjadi pengungsi. Kembalinya keluarga tersebut ke Xinjiang tidak mungkin dilakukan setelah Rozi resmi ditahan. 

Hukuman Berat 

Setelah ditangkap oleh rezim komunis, Rozi dan enam rekannya dari Uyghur Textbook Department di Xinjiang Education Press milik negara, semuanya ditangkap dengan tuduhan mencoba memecah belah negara.  

Di pengadilan pada tahun 2018, hakim menjatuhkan hukuman mati kepada pimpinan Rozi, Sattar Sawut, dengan penangguhan hukuman dua tahun.  

Wakilnya, Alimjan Memetimin, dijatuhi hukuman seumur hidup. Begitu pula Abdurazaq Sayim, wakil kepala Xinjiang Social Sciences Academy. Sementara itu, Rozi dan tiga rekan lainnya dijatuhi hukuman penjara yang berat. 

Rozi, yang ditunjuk oleh Xinjiang Education Department sebagai pemimpin redaksi buku pelajaran bahasa dan sastra Uyghur untuk sekolah dasar dan menengah, dijatuhi hukuman 15 tahun penjara, di mana keluarganya hanya diizinkan mengunjungi setahun sekali. 

“Pengakuan” yang Dipaksakan

Pada tahun 2021, Chinese Global Television Network (CGTN) yang dikelola rezim komunis, merilis sebuah film propaganda guna menjelaskan “kejahatan” Rozi dan rekan-rekannya terhadap generasi muda Uyghur.  

Dengan soundtrack yang menegangkan, CGTN menuduh Rozi dan penyunting lainnya telah memutarbalikkan fakta sejarah dan menggunakan “kekerasan, terorisme, dan separatisme” untuk “menghasut kebencian antaretnis dan memecah belah tanah air.”  

CGTN menyalahkan setiap kerusuhan dan serangan “terorisme” di Cina akibat “ide-ide” yang dituangkan Rozi dan rekan-rekannya melalui buku pelajaran Uyghur, dan menyebut mereka sebagai “musuh dari dalam.”  

Menghancurkan Sejarah Uyghur

Selama bertahun-tahun, cerita-cerita yang dipilih untuk buku pelajaran Uyghur telah diterima sebagai bagian dari sejarah dan budaya Uyghur tanpa ada keberatan dari rezim Cina, ujar Kamalturk Yalqun. Namun, kini buku-buku pelajaran yang baru justru diisi dengan ideologi politik dan propaganda. 

“Ini bukan buku pelajaran sastra. Itu adalah bahan pelajaran politik untuk anak-anak Uyghur berusia tujuh hingga delapan tahun, yang berisi transliterasi objek budaya dan sejarah Cina kuno dalam bahasa Mandarin,” sebut Yalqun.  

“Kebijakan asimilasi Cina mencoba menghapus (budaya dan sejarah Uyghur) dengan menghilangkannya dari buku-buku pelajaran dan menyebutnya subversif atau separatis bagi warga Uyghur untuk mempelajari bahasa ibu mereka sendiri dan sejarahnya. (Ini) sama saja seperti menghancurkan fondasi yang sudah ada sebelumnya.”  

“Membasmi Tokoh Uyghur”  

Penyair dan pendidik Uyghur, Abduweli Ayup, yang sekarang diasingkan di Norwegia, percaya bahwa tuduhan terhadap Rozi dan rekan-rekannya adalah “tuduhan yang tidak berdasar dan salah.”  

Ayup menekankan bahwa etnis Han dan Hui Cina juga bertugas di dewan redaksi buku pelajaran tersebut, namun tidak termasuk di antara mereka yang didakwa.  

“Hanya orang Uyghur yang dituduh,” jelas Ayup. “Tujuan utama tuduhan tersebut adalah untuk memusnahkan tokoh-tokoh Uyghur,” katanya. 

Lebih dari 1 juta warga Uyghur ditangkap untuk menjalani “pendidikan ulang”. Banyak dari mereka, termasuk lebih dari 400 penulis dan akademisi, dijatuhi hukuman penjara jangka panjang, dan ratusan ribu lainnya tersebar di seluruh Cina untuk melakukan kerja paksa bagi perusahaan-perusahaan Tiongkok. 

Dilarang dan Dibakar  

Banyak penulis Uyghur mendapat serangan dari rezim komunis Cina selama bertahun-tahun. Buku-buku yang berfokus pada tanah air Uyghur dan literatur kuno Uyghur dilarang pada tahun 1990.  

Sejarah Uyghur versi Turghun Almas tahun 1989 dalam bukunya yang berjudul “Uyghurlar”, menunjukkan bahwa bangsanya adalah pemilik yang sah atas tanah Turkistan Timur dan berhak atas negara merdeka mereka sendiri.  

Atas “kejahatan” ini, rezim komunis melarang buku tersebut dan menjadikan Almas sebagai tahanan rumah di Urumqi hingga kematiannya di usia 76 tahun pada tahun 2001.  

Penyair Uyghur di pengasingan, Aziz Isa Elkun, menganggap karya Almas penting untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat Uyghur tentang asal usul mereka.  

“Inilah sebabnya karyanya dilarang dan mengapa dia sangat tidak populer di kalangan rezim Cina,” kata Elkun.  

Pada tahun 2000, Tiongkok melarang buku karya Ablet Abdureshit Berqi yang menceritakan sosok Abduhalik Uyghur, seorang penulis yang mencoba menyadarkan martabat bangsa Uyghur melalui puisi dan pendidikan sebelum ia dieksekusi di usia 32 tahun pada tahun 1933.  

Karena tidak dapat menerbitkan buku tersebut di Cina, Berqi berhasil untuk menerbitkannya dalam bahasa Turkiye di Turkiye.  

Setahun kemudian, pada tahun 2001, tanggapan AS terhadap serangan 9/11 menjadi kedok bagi rezim komunis Cina untuk meningkatkan kampanyenya melawan kaum Muslimin, khususnya di Turkistan Timur, untuk memulai “perang melawan teror”.  

Sejak tahun 2002 dan seterusnya, Tiongkok terus memperkuat praktiknya dalam menghapus karya-karya Uyghur.  

Pada tahun 2002, rezim komunis membakar puluhan ribu buku Uyghur. Kashgar Uyghur Publishing House milik rezim membakar 128 eksemplar “A Brief History of the Huns” karya Turghun Almas, dan “Ancient Uyghur Literature”.  

Tiongkok juga membakar 32.320 eksemplar “Ancient Uyghur Craftsmanship,” sebuah buku yang berisi instruksi kerajinan, seperti pembuatan lilin, tenun karpet, maupun pembuatan kertas, karena dianggap pemicu separatisme. 

Pada tahun 2017, para penulis Uyghur diburu di seluruh wilayah dalam upaya untuk mengendalikan mereka semua. Ketika rezim menemukan Ablet Abdureshit Berqi pada tahun 2019, mereka menjatuhkan hukuman 13 tahun penjara dan melarang semua bukunya.  

Jumlah judul-judul yang dilarang semakin deras pada bulan Februari 2017, ketika rezim komunis Cina menangkap sebagian besar penulis di Xinjiang dan satu demi satu dijatuhi hukuman penjara jangka panjang.  

Karya-karya mereka dilarang. Siapa pun yang menyimpan salinannya secara otomatis akan dimasukkan ke dalam apa yang disebut “pendidikan ulang”.

Pelarangan buku hanyalah salah satu bagian dari upaya rezim komunis Cina untuk secara sistematis membungkam berbagai pandangan kritis dan berlawanan dari ranah publik, jelas Amnesty International di Inggris.  

Zumretay Arkin, juru bicara World Uyghur Congress mengatakan pemerintah Cina terlibat dalam kampanye sistematis untuk memberantas budaya, agama, serta bahasa Uyghur. Operasi yang menargetkan kaum intelektual dilakukan dengan melenyapkan kelompok orang paling berpengaruh.

“Dengan melarang buku-buku mereka, pemerintah menghentikan pewarisan ilmu pengetahuan kepada generasi mendatang, menghancurkan kekhasan budaya Uyghur, dan mengasimilasi mereka ke dalam bangsa Cina yang homogen,” ujar Arkin. (The China Project)

Update Kabar Al-Aqsha dan Palestina via Twitter @sahabatalaqsha
Berikan Infaq terbaik Anda. Klik di sini.


Posting ini berada dalam kategori : Kabar Al-Aqsha & Palestina

« Cina Terpilih Kembali sebagai Anggota Dewan HAM PBB, 51 Negara Mengecam 
Kementerian Kesehatan: 110 Dokter dan Staf Medis Gugur di Gaza »