Setelah WFP Pangkas Jatah Pangan, Giliran Doctors Without Borders Terpaksa Kurangi Layanan Kesehatan
7 November 2023, 20:29.
BANGLADESH (Arab News) – Di saat perhatian dunia terfokus pada Timur Tengah, wajar jika kesulitan demi kesulitan manusia di belahan dunia lain semakin tidak terlihat. Krisis muhajirin Rohingya di Bangladesh adalah salah satu tragedi yang semakin terpinggirkan tersebut.
Selama bertahun-tahun, Medecins Sans Frontieres (MSF) menyediakan layanan medis penting bagi para muhajirin Rohingya.
Namun, pengabdian MSF itu kini telah mendekati titik akhirnya, dan ini akan memberikan dampak jangka panjang bagi etnis Rohingya serta beban yang lebih berat bagi Bangladesh.
Rohingya, kelompok minoritas Muslim dari Myanmar, telah menghadapi penganiayaan dan kekerasan selama puluhan tahun di tanah air mereka. Demi menyelamatkan nyawa, jutaan warga Rohingya mencari perlindungan di Bangladesh.
Ketika krisis ini terjadi, komunitas internasional bersatu untuk mendukung para pengungsi ini. MSF, juga dikenal sebagai Doctors Without Borders, adalah salah satu organisasi terkemuka yang memberikan bantuan dan berperan penting dalam memberikan layanan medis, termasuk layanan kesehatan ibu, pembedahan, pengobatan malnutrisi maupun penyakit menular.
Namun, kenyataan yang menyedihkan adalah krisis Rohingya tidak lagi menjadi perhatian utama dunia, dan konsekuensinya sangat mengerikan.
MSF terpaksa mengumumkan pengurangan layanannya, dengan alasan kurangnya pendanaan dan beban sumber daya yang sangat besar.
Keputusan tersebut terjadi setelah sebelumnya diberlakukan beberapa kali pemotongan bantuan pangan bulanan oleh Program Pangan Dunia (WFP) untuk muhajirin Rohingya, seolah ujian tak henti-hentinya menghampiri mereka.
Secara keseluruhan, kondisi ini menandakan bencana berbahaya yang akan segera terjadi bagi para muhajirin.
Dampak langsung dari pengurangan layanan kemanusiaan ini sudah jelas. Berkurangnya akses terhadap layanan kesehatan dan berkurangnya persediaan makanan diperkirakan akan menyebabkan lebih banyak penyakit yang tidak tertangani dan kekurangan gizi di kalangan muhajirin, terutama perempuan dan anak-anak.
Malnutrisi, khususnya, adalah pembunuh dalam diam (silent killer). Bahkan sebelum adanya pengurangan jatah pangan terakhir, tingkat kekurangan gizi di kalangan anak-anak Rohingya sudah sangat mengkhawatirkan.
Kondisi ini tidak hanya menghambat pertumbuhan fisik, namun juga dapat mengakibatkan gangguan kognitif jangka panjang.
Dengan semakin sedikitnya jumlah kalori yang dikonsumsi, semakin banyak anak yang akan menghadapi dampak malnutrisi seumur hidup sehingga menghambat kemampuan mereka untuk pulih dan membangun kembali kehidupan mereka ketika nanti kondisinya membaik. (Arab News)
*Disadur dari tulisan Dr. Azeem Ibrahim, salah seorang direktur di New Lines Institute for Strategy and Policy di Washington, D.C., yang juga penulis ‘The Rohingyas: Inside Myanmar’s Genocide’ (Hurst, 2017).
Berikan Infaq terbaik Anda. Klik di sini.
