Begini Cara ‘Israel’ Hancurkan Kemampuan Gaza untuk Penuhi Kebutuhan Pangannya Sendiri

5 July 2024, 17:25.

Oleh Mohammed Hussein dan Mohammed Haddad

(Al Jazeera) – Di awal musim panas, ladang-ladang di Gaza biasanya dipenuhi dengan tanaman dan buah-buahan yang matang dengan berbagai warna, aroma, dan ukuran.

Namun, hampir sembilan bulan setelah perang ‘Israel’ di Gaza, hasil panen yang melimpah telah berganti dengan kehancuran dan krisis kemanusiaan yang mengerikan.

Sebuah laporan PBB menyatakan bahwa 96 persen penduduk Gaza mengalami kerawanan pangan dan satu dari lima warga Palestina, atau sekitar 495.000 orang, menghadapi kelaparan.

Gambar satelit yang dianalisis oleh tim investigasi digital Al Jazeera, Sanad, menunjukkan bahwa lebih dari separuh (60 persen) lahan pertanian di Gaza, yang sangat penting untuk memenuhi kebutuhan pangan bagi penduduk yang kelaparan di wilayah yang dilanda perang tersebut, telah rusak atau hancur akibat serangan ‘Israel’.

‘Israel’ telah membunuh lebih dari 38.000 orang dan melukai lebih dari 87.000 orang lainnya dalam pengeboman, dengan menghancurkan layanan kesehatan yang seharusnya dapat menyelamatkan mereka, dan melalui kelaparan.

Dari utara ke selatan, tidak ada tempat dan manusia yang selamat.

Gaza Utara

Di Beit Lahiya, yang dulunya terkenal dengan stroberinya yang montok dan berair yang oleh penduduk setempat dengan penuh kasih disebut “emas merah”, buldoser dan alat berat ‘Israel’ secara sistematis telah menghancurkan ladang-ladang dan meratakannya menjadi tanah.

Sebelum perang, industri stroberi Gaza mempekerjakan ribuan orang. Pembibitan dan penanaman dimulai pada bulan September, dengan panen dari bulan Desember hingga Maret.

Seorang petani Palestina membawa sekotak stroberi di sebuah lahan pertanian di utara Gaza [Foto: Getty Images]

Menentang serangan ‘Israel’ yang terus berlanjut, para petani seperti Youssef Abu Rabieh menemukan cara untuk menanam makanan di antara gedung-gedung yang dibom – kebun darurat dari kontainer yang dialihfungsikan.

Petani Palestina Youssef Abu Rabieh meluncurkan proyek pertaniannya, meskipun ada serangan ‘Israel’ yang sedang berlangsung di Beit Lahiya, pada tanggal 28 April 2024 [Foto: Mahmoud Issa/Anadolu via Getty Images]

Kota Gaza

Kebun-kebun yang tumbuh subur dan pohon-pohon buah di pekarangan rumah pernah menghiasi Kota Gaza, yang sebelum perang menjadi rumah bagi sekitar sepertiga (750.000) dari 2,3 juta penduduk Gaza.

Di sebelah selatan Kota Gaza terdapat Zeitoun, sebuah lingkungan yang dinamai dari kata Arab untuk zaitun. Pohon zaitun sangat dicintai di Palestina, simbol ketahanan Palestina melawan penjajahan ‘Israel’.

Selama satu jeda singkat dalam pertempuran dari tanggal 22 November hingga 1 Desember, para petani Palestina bergegas untuk memanen buah zaitun mereka dan mengekstrak minyaknya, karena mereka tidak tahu cara lain untuk hidup, dan karena mereka membutuhkan hasil panen tersebut.

Budi daya zaitun sangat penting dalam perekonomian Palestina dan digunakan untuk segala hal, mulai dari minyak, buah zaitun, hingga sabun.

Para petani Palestina bekerja memeras tanaman zaitun untuk mendapatkan minyak selama jeda satu minggu di Kota Gaza, 27 November 2023 [Foto: Doaa Albaz/Anadolu via Getty Images]

Deir el-Balah

Sesuai dengan namanya yang berarti “Rumah Kurma”, provinsi Deir el-Balah merupakan salah satu produsen pertanian terbesar di Gaza, yang terkenal dengan jeruk, zaitun dan – tentu saja – kurma.

Panen kurma biasanya dimulai pada akhir bulan September dan berlanjut hingga akhir bulan Oktober.

Para pekerja pertanian Palestina mengumpulkan kurma di Deir el-Balah, Gaza, 30 September 2021 (Foto: AP/Adel Hana)

Khan Yunis

Khan Yunis di bagian selatan dulunya merupakan penghasil sebagian besar citrus di Gaza, termasuk jeruk dan grapefruit (limau gedang).

Dengan tanahnya yang subur dan sinar matahari Mediterania yang panjang, daerah ini memiliki iklim yang ideal serta banyak lahan. Khan Yunis merupakan provinsi terbesar di Gaza – sekitar 30 persen dari 365 km persegi (141 mil persegi) luas wilayah Jalur Gaza.

Para petani memetik buah jeruk di Khan Yunis pada 7 November 2022 [Foto: Majdi Fathi/NurPhoto via Getty Images]

Rafah

Rafah adalah distrik paling selatan di Gaza, dengan populasi sekitar 275.000 orang sebelum perang.

Rafah juga merupakan nama dari perbatasan dengan Mesir yang dulunya merupakan penghubung penting antara Gaza dan dunia luar sebelum dihancurkan oleh ‘Israel’ pada bulan Mei.

Di sebelah tenggara Rafah terdapat penyeberangan Karem Abu Salem (Kerem Shalom) tempat di mana barang-barang yang ditanam atau diproduksi di Gaza dikirim ke luar wilayah tersebut.

Sektor pertanian Gaza sebelum perang

Seorang petani Palestina memetik tomat untuk diekspor ke ‘Israel’, di sebuah lahan pertanian di Deir el-Balah pada 11 Maret 2015 [Foto: Ibraheem Abu Mustafa/Reuters]

‘Israel’ telah memberlakukan blokade darat, udara dan laut di Gaza sejak tahun 2007, namun para petani di daerah kantong tersebut masih berhasil membangun sektor pertanian yang dinamis, yang sebagian besar bersifat subsisten, sebelum serangan terbaru ‘Israel’.

Dihadapkan dengan kurangnya input karena ‘Israel’ mengendalikan impor dan ekspor, para petani tetap bisa membuatnya berhasil.

Seperti Mohammed Abu Ziyada, 30 tahun, yang sangat bangga dengan hasil panen pertama jagung merah yang ia tanam dengan menggunakan benih dari Tiongkok.

Abu Ziyada, yang bertani di Beit Lahiya, memutuskan untuk mencoba jagung merah karena jagung ini membutuhkan lebih sedikit air dan input pertanian dibandingkan varietas jagung lainnya.

Abu Ziyada dengan jagung merahnya [Foto: Arsip Mustafa Hassona/Anadolu via Getty Images]

Pada tahun 2022, para petani Gaza mengekspor produk senilai $44,6 juta, menurut Kementerian Pertanian Palestina, tetapi pembatasan ‘Israel’ membatasi penjualan ke beberapa negara tetangga.

Sebagian besar hasil bumi ini (79 persen) dijual ke Tepi Barat yang terjajah, menghasilkan sekitar $35,4 juta, diikuti oleh $8,4 juta ke ‘Israel’ (19 persen), $661,975 ke Dewan Kerja Sama Teluk (GCC) dan sisanya sebesar $138,868 ke negara tetangga, Yordania.

Di antara ekspor Gaza pada tahun 2022 berdasarkan nilai perdagangan, sepertiga di antaranya (32 persen) adalah stroberi, 28 persen tomat, dan 15 persen mentimun.

Ekspor lainnya meliputi: terong (9 persen), paprika (6 persen), zukini (3 persen), cabai (2,5 persen), kentang (1 persen), dan ubi jalar (0,5 persen).

Para nelayan mempertaruhkan nyawa mereka

Nelayan Palestina mencoba menangkap ikan dengan perahu dayung dan pancing di lepas pantai Kota Gaza. Bangunan yang rusak dan hancur terlihat di belakang mereka pada 26 Mei 2024 [Foto: Dawoud Abo Alkas/Anadolu via Getty Images]

Sebanyak 4.000 nelayan Gaza memainkan peran penting dalam ketahanan pangan Palestina, memasok protein hewani yang penting melalui hasil tangkapan laut yang mereka peroleh dalam radius 12 mil laut (22 km) yang diizinkan oleh ‘Israel’.

Pada tahun 2021, Gaza menghasilkan sekitar 4.700 ton ikan menurut Biro Pusat Statistik Palestina.

Sejak 7 Oktober, banyak nelayan yang tidak dapat mengakses laut, sedangkan yang lain mempertaruhkan nyawa mereka untuk mendapatkan makanan, yang sangat berdampak buruk pada kemampuan Gaza untuk memenuhi kebutuhan pangannya.

Asap membubung setelah serangan udara ‘Israel’ terhadap kapal-kapal nelayan di Pelabuhan Gaza pada 12 Oktober 2023 [Foto: Ashraf Amra/Anadolu]

Sumur, lumbung, lahan pertanian, dan rumah kaca hancur

Kerangka bangunan berdiri di Gaza, di tengah serangan ‘Israel’ yang terus berlanjut di daerah kantong Palestina, 25 Juni 2024 [Foto: Amir Cohen/Reuters]

Pada bulan Februari, Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (FAO) meninjau kerusakan pertanian dan peternakan di seluruh Gaza.

Mereka menemukan kerusakan yang signifikan pada:

-626 sumur

-307 lumbung

-235 peternakan ayam

-203 peternakan domba

-119 tempat penampungan hewan

Selain itu, mereka memperkirakan bahwa 27 persen – 339 dari 1.277 hektare (3.156 acre/ekar) – rumah kaca di Gaza rusak akibat serangan ‘Israel’.

Kerusakan tanah dalam jangka panjang

Warga Palestina menutupi perahu nelayan mereka dengan pasir untuk melindunginya dari bom fosfor yang dijatuhkan oleh ‘Israel’, 17 Desember 2023 [Foto: Mohammed Talatene/Picture Alliance via Getty Images]

Para ahli mengatakan bahwa peralatan militer dan bom telah merusak tanah subur Gaza selama bertahun-tahun.

“Akan ada kerusakan selama bertahun-tahun karena material yang digunakan dalam bahan peledak dan bom fosfor yang digunakan di sana, hal ini akan berdampak pada tanah dan air dalam jangka panjang,” kata konsultan pertanian Saad Dagher kepada Al Jazeera. (Al Jazeera)

Update Kabar Al-Aqsha dan Palestina via Twitter @sahabatalaqsha
Berikan Infaq terbaik Anda. Klik di sini.


Posting ini berada dalam kategori : Kabar Al-Aqsha & Palestina

« Penjajah Serang Kamp Pengungsian Nur Shams di Tulkarem, Sedikitnya 200 Rumah Rusak
Pembebasan Dr. Abu Salmiya Ungkap Kebohongan ‘Israel’ tentang Rumah Sakit di Gaza »