Aktivis Uyghur: 28 Orang Anggota Keluarga Saya Dipenjara

8 August 2024, 09:00.

(VOA) – Tahir Imin, aktivis Uyghur berusia 42 tahun, kini tinggal di Amerika Serikat (AS). Mantan tahanan politik di Cina ini mengatakan kepada Voice of America (VOA) bahwa enam mantan rekan bisnisnya di Turkistan Timur (Xinjiang) dijatuhi hukuman karena dituduh berusaha memecah belah negara.

“Saya mengetahui dari dua sumber bahwa hukuman dijatuhkan di awal tahun 2024 oleh Pengadilan Menengah Rakyat Urumqi terkait hubungan mereka dengan saya. Yang satu dihukum 15 tahun, sedangkan yang lain 12 tahun,” kata Imin.

Informasi di wilayah Cina dikontrol ketat sehingga sangat sulit untuk mendapatkan perincian mengenai proses pengadilan. Imin yang juga pendiri Uyghur Times dan anggota Uyghur Human Rights Project yang berbasis di Washington mengatakan bahwa sumbernya itu tidak dapat membagikan dokumen karena takut akan keamanannya.

Pengadilan tersebut berada di Urumqi, ibu kota wilayah Xinjiang yang merupakan rumah bagi hampir 12 juta warga Uyghur. AS dan negara-negara lain menuduh rezim komunis Cina telah melakukan genosida terhadap etnis yang mayoritas beragama Islam tersebut, antara lain dengan menahan lebih dari 1 juta orang di kamp-kamp konsentrasi.

Rezim komunis Cina berkilah bahwa langkah tersebut diperlukan untuk memerangi ekstremisme, terorisme, dan separatisme. Yang jelas, banyak warga Uyghur yang ditahan karena menjalankan agama atau karena berkomunikasi dengan orang-orang di luar negeri.

Ketika dimintai komentar mengenai kasus ini, Liu Pengyu, juru bicara Kedutaan Besar Cina di Washington, mengatakan kepada VOA bahwa dia belum mendengar tentang kasus yang disebutkan oleh Imin.

Ikatan Keluarga

Menurut Tahir Imin, apa yang menimpa rekan-rekannya adalah bagian dari represi transnasional rezim Cina terhadap aktivis seperti dirinya. Dan hal seperti ini bukan pertama kalinya terjadi.

“Sebelumnya, 28 anggota keluarga saya dijatuhi hukuman penjara hanya karena berkomunikasi dengan saya. Saya sangat prihatin, putri saya jadi mencela (aktivitas) saya. Sementara itu, istri jadi terpisah dengan saya,” kata Imin.

Imin mengaku sudah bertahun-tahun tidak mendengar kabar dari istri atau putrinya dan tidak tahu apakah mereka masih hidup atau tidak.

“Itu membuat saya terus-menerus merasa bersalah dan sedih,” katanya.

Adapun enam rekan bisnis Imin yang dihukum adalah Ismail Kerim, Elqem Ilham, Dawut Osman, Yashiq Ahmed, Nurmemet Imin, dan Rashidin Gheyret. Imin dan teman-temannya ini pernah mendirikan perusahaan bernama Xinjiang Ottuz Oghul Import Export Trading pada tahun 2014.

Imin sendiri meninggalkan Cina pada Maret 2017. Setelah menetap di AS, ia kehilangan kontak dengan rekan-rekannya. Setelah Imin banyak bersuara tentang dugaan pelanggaran di Xinjiang, rekan-rekannya memutuskan kontak dengannya. Itulah sebabnya dia tidak dapat melacak nasib perusahaan yang pernah dirintis bersama rekan-rekannya itu.

Berdasarkan penelusuran VOA, perusahaan ekspor-impor tersebut terdaftar di administrasi Kota Urumqi pada tanggal 14 Mei 2014. Tahir Imin tercatat sebagai perwakilan dan ketua. Sementara itu, rekan-rekan lainnya yang dihukum itu menjalani peran administratif.

Elqem Ilham adalah keponakan Kaiser Abdukerim, wakil ketua Daerah Otonomi Uyghur Xinjiang, yang telah lama menjadi pendukung kebijakan rezim Cina di Xinjiang. Di PBB pada tahun 2018, ia menyebut apa yang dilakukan oleh pemerintah adalah untuk kemajuan sosial. Pada bulan Maret 2023, Abdukerim menyatakan bahwa kritik internasional terhadap Xinjiang adalah upaya untuk mencampuri urusan dalam negeri Cina.

Akses Terbatas

Menurut informasi yang terhimpun di Basis Data Korban Xinjiang, rekan-rekan Tahir Imin ditangkap oleh aparat pada Juli 2021 atas tuduhan pergaulan yang bermasalah. Mereka kemudian disidang pada bulan Maret 2023.

Menurut Gene Bunin, kurator Basis Data Korban Xinjiang, akses terhadap putusan pengadilan dan dokumen hukum sangat dibatasi. Pemerintah Cina kini mewajibkan pengguna yang ingin mengaksesnya untuk menggunakan platform Cina, seperti WeChat atau AliPay.

“Meskipun dapat diakses, mereka (otoritas Cina) pada umumnya tidak memuat satu pun kasus sensitif, yang merupakan sebagian besar kasus kriminal di Xinjiang,” kata Bunin kepada VOA.

Berdasarkan penelitian yang dia lakukan pada tahun 2018, hanya 7.000 dari 70.000 kasus di Xinjiang yang sudah dijatuhi hukuman. Artinya, sebagian besar lainnya tidak diproses pengadilan atau tidak diketahui detail perjalanan kasus hukumnya.

“Angka ini, yaitu sekitar 10%, merupakan yang terendah di Cina, karena di sebagian besar provinsi/daerah, setidaknya 60-70% dari putusan telah dijatuhkan. Dari 7.000 kasus yang diketahui, hampir semuanya merupakan kejahatan standar, seperti mengemudi dalam keadaan mabuk, pencurian, perampokan, pemerkosaan, pembunuhan, dan pada dasarnya tidak ada kasus politik/agama,” jelas Bunin. (VOA)

Update Kabar Al-Aqsha dan Palestina via Twitter @sahabatalaqsha
Berikan Infaq terbaik Anda. Klik di sini.


Posting ini berada dalam kategori : Kabar Al-Aqsha & Palestina

« 5 dan 6 Agustus, Penjajah Zionis Bunuh 12 Warga Baitul Maqdis
Turkiye Resmi Ajukan Permohonan ke Mahkamah Internasional; Gugat Zionis ‘Israel’ Dalam Kasus Genosida   »