‘Diperkosa Serdadu Wanita Zionis’: Warga Palestina dalam Foto Sde Teiman yang Bocor Angkat Bicara

13 August 2024, 20:28.

Setelah menghabiskan delapan bulan di tahanan Zionis, Ibrahim Salem dibebaskan minggu lalu dan sekarang berada di Deir al-Balah, Gaza tengah. Foto: MEE/Mohammed al-Hajjar

(Middle East Eye) – Dengan mata ditutup, lengan di belakang kepalanya dan berdiri di dekat pagar kawat berduri kamp penahanan ‘Israel’ Sde Teiman.

Itu adalah salah satu foto pertama yang bocor dari pangkalan militer yang terkenal itu, tempat ribuan tawanan Palestina ditahan tanpa dakwaan dan disiksa tanpa henti.

Pria dalam foto itu, Ibrahim Salem, dibebaskan minggu lalu setelah hampir delapan bulan disekap.

Dia mengatakan kepada Middle East Eye (MEE) bahwa foto itu, yang pertama kali dipublikasikan oleh CNN, hanyalah puncak gunung es dari pengalaman mengerikannya di tahanan, yang meliputi pemerkosaan, sengatan listrik, dan pemukulan tanpa henti.

“Sebagian besar tawanan akan keluar dengan luka rektum [yang disebabkan oleh serangan seksual],” kata Salem, 36 tahun, kepada MEE.

Para tawanan akan saling memberi tahu bahwa itu adalah wasir, tambahnya, tetapi sebagian besar hanya menghindar untuk mengakui bahwa mereka telah diperkosa, terkadang oleh para serdadu wanita Zionis.

Dalam kisah saksi mata berikut, Salem mengingat pengalaman mengerikannya, mulai dari penangkapannya di sebuah rumah sakit di Gaza hingga pembebasannya.

Penculikan

Salem berada di unit perawatan intensif (ICU) di Rumah Sakit Kamal Adwan di Gaza utara ketika pasukan ‘Israel’ menyerbu fasilitas itu pada bulan Desember 2023.

Dia berada di samping anak-anaknya, yang terluka parah karena serangan ‘Israel’ terhadap rumah mereka.

Saudara-saudara kandungnya, bersama dengan beberapa anak mereka, syahid dalam serangan itu.

“Ketika serdadu datang, mereka meminta semua pria untuk turun ke lapangan,” kata Salem.

Namun, dokter menyerahkan laporan medis anak-anaknya dan memerintahkannya untuk tetap bersama mereka di ICU untuk menjelaskan kondisi kritis mereka kepada para serdadu jika mereka datang.

“Serdadu datang dan bertanya kepada saya: ‘Apa yang kau lakukan di sini?’ Jadi, saya memberikan laporan tersebut dan mengatakan kepada mereka dalam bahasa Arab: ‘Mereka adalah anak-anak saya; mereka tidak dapat bergerak di ICU.’ Dan mereka benar-benar koma, dua di antaranya dan yang ketiga terbakar,” jelasnya.

“Serdadu lain memegang laporan tersebut, membacanya, dan mengatakan kepada para serdadu ‘bawa dia’.”

Saat Salem dibawa bersama banyak pria lainnya, serdadu ‘Israel’ memerintahkan mereka untuk menanggalkan pakaian mereka sebelum dimasukkan ke dalam lubang besar di lokasi yang tidak diketahui.

Di sana, dalam kondisi hujan, para serdadu Zionis mulai memukuli dan menghina orang-orang Palestina, yang tangan dan kaki mereka diikat.

Gerombolan serdadu ‘Israel’ berjaga-jaga saat orang-orang dengan tangan diangkat dibawa keluar di dekat Rumah Sakit Kamal Adwan di Jalur Gaza utara (Cuplikan layar dari video serdadu ‘Israel’ yang dirilis pada 14 Desember 2023 melalui Reuters)

Salem mengatakan hinaan tersebut termasuk “kami meniduri Nukhba [unit elite di sayap militer Hamas]” dan “kami meniduri ibumu”.

“Mereka mendatangi pria di dekat saya dan berkata: ‘Angkat kepalamu.’ Jadi, dia melakukannya dan mereka berkata: ‘Katakan, aku anak pelacur. Katakan, saudara perempuanku pelacur.’ Dan hal-hal seperti itu, dan pria itu akan mengulanginya sesuai perintah mereka.”

Akhirnya, kelompok yang terdiri dari sekitar 100 pria itu dibawa ke pusat penahanan di gurun Negev.

Mereka dibiarkan mengenakan pakaian dalam saat hujan turun selama dua malam sebelum diberi pakaian terusan tipis dan dibawa ke barak, katanya.

“Tentu saja, tangan kami diikat di belakang punggung, kaki juga diikat dan mata kami ditutup.”

Di dalam sel, kaki para tawanan dilepaskan, tetapi mereka dibiarkan tanpa makanan selama dua hari. Satu botol kecil air dibagikan kepada mereka semua. 

Setelah itu, mereka dipanggil satu per satu untuk diinterogasi.

Sde Teiman

Suatu hari, Salem mengeluh, bertanya kepada para serdadu mengapa dia ditahan dan apa yang mungkin telah dia lakukan.

Saat itulah dia dibawa ke Sde Teiman, pangkalan militer ‘Israel’ yang juga berfungsi sebagai kamp penahanan bagi warga Palestina yang diambil dari Gaza sejak ‘Israel’ melancarkan invasi darat ke daerah kantong yang dikepung itu pada bulan Oktober tahun lalu.

“Itu adalah mimpi buruk terburuk,” kata Salem tentang 52 hari yang dihabiskannya di Sde Teiman.

Para tawanan dihukum secara teratur di sana dan terus-menerus dihina oleh para penjaga, yang menurut Salem merupakan upaya untuk “melukai tawanan secara mental”.

“Siapa pun yang bergerak dengan cara tertentu akan dihukum. Jika kami meminta untuk pergi ke kamar mandi, kami akan dihukum,” jelasnya. 

“Kami berdiri dengan satu kaki selama dua jam, lalu mereka akan berkata: ‘Apakah kamu ingin saya membantumu?’ Dan ketika ada yang berkata, ya, mereka menyuruh dia untuk berkata, ‘Saya anak pelacur, saya saudara pelacur’. ‘Netanyahu meniduri saudari saya, am Yisrael chai [orang Israel hidup]. Sekarang ulangi perkataan saya, am Yisrael chai! Am Yisrael chai! Seratus kali’.”

Lantas, “Mereka akan berkata: ‘Tidak, saya tidak suka itu, ulangi sekali lagi.’ Dan sang tawanan terus mengulanginya ratusan kali dan kemudian tawanan menyadari bahwa ia telah berdiri selama dua jam, jadi semua itu sia-sia.”

Kemudian ada pemukulan, katanya.

“Saya ingat sebuah kursi patah di dada saya. Ketika saya diikat dan diborgol, dia membanting kursi [ke saya] dan kursi itu patah di dada saya. Saya tidak tahu [mengapa].”

Selama insiden itu, si serdadu sedang menelepon pacarnya, kata Salem.

Dia mengarahkan layar telepon ke arah Salem dan meminta pacarnya untuk menghinanya juga.

“Dia berkata kepada saya: ‘Kami akan bermain sepak bola dengan kepalamu di Gaza. Kami akan mengubah Gaza menjadi lapangan sepak bola untuk bermain dengan kepalamu dan kepala para wanitamu.”

Sengatan listrik 

Beberapa bentuk penyiksaan terburuk terjadi selama interogasi.

Suatu kali, ketika Salem mengonfrontasi seorang serdadu atas pembunuhan keponakannya yang masih muda, hukumannya adalah disetrum.

“Dia bertanya di mana roket-roket itu dan di mana para sandera. Anda bertanya kepada saya? Apa hubungan saya dengan para sandera itu dan bagaimana saya bisa tahu di mana mereka?”

“Saya berada di [Rumah Sakit] Kamal Adwan. Anda membunuh saudara-saudara saya; Anda mengebom rumah kami. Bagaimana saya bisa tahu di mana para sandera itu?”

Ketika Salem mengatakan hal ini kepada interogatornya, serdadu itu menjawab: “Kami tidak membunuh anak-anak.”

“Bagaimana dengan anak-anak saudara perempuan saya, yang berusia tiga dan lima tahun, apakah mereka tentara?” jawab Salem.

“Dia bukan tentara. Anak itu berusia lima tahun. Saudara perempuan saya hanya ingin memandikan anak-anaknya pada hari Jumat. Apakah dia seorang pejuang? Dan bagaimana dengan anak-anak saya? Apa yang mereka lakukan kepada Anda? Apakah mereka berpartisipasi dalam serangan 7 Oktober? Anda membunuh anak-anak.”

Serdadu itu kemudian membawa kursi, meminta seseorang untuk menutup mata Salem dan mengikat tangannya sambil bertanya mengapa dia berbicara seperti itu.

“Saya menyadari dia menempelkan sesuatu kepada saya. Kemudian saya mulai gemetar. Dia menyetrum saya.

“Dia menyetrum saya di titik-titik sensitif dan memukul saya di titik-titik tersebut.”

Diperkosa oleh serdadu wanita

Episode traumatis lain bagi banyak tawanan seperti Salem adalah pelecehan seksual.

Meskipun merajalela, para tawanan jarang membicarakannya kepada satu sama lain, katanya. Banyak yang malu mengakuinya, terutama ketika mereka diperkosa oleh serdadu wanita, yang terkadang berusia remaja.

Merupakan praktik umum bagi para serdadu Zionis untuk menelanjangi para tawanan, memasukkan benda ke dalam rektum mereka, dan memegang alat kelamin mereka secara agresif saat mereka berganti pakaian.

Ketika tersiar kabar bahwa seorang tawanan pria berusia 40-an diperkosa, Salem terus mendekatinya hingga ia menceritakan apa yang terjadi kepadanya.

“Ia mengatakan kepada saya bahwa ia diperkosa oleh seorang serdadu wanita,” kata Salem kepada MEE.

Ketika ia bertanya kepadanya bagaimana hal itu terjadi, tawanan itu menjelaskan bahwa hal itu terjadi di hadapan seorang serdadu lain di sebuah ruangan.

Tawanan itu membungkuk di atas meja dengan tangan diletakkan di depannya, diborgol.

Serdadu wanita, yang berdiri di belakangnya, akan memasukkan jari-jarinya dan benda lainnya ke dalam rektumnya.

Saat dia bereaksi atau bergerak mundur, si serdadu yang berdiri di depannya akan memukul kepalanya dan memaksanya untuk membungkuk lagi.

Itu adalah salah satu dari banyak cerita yang dia dengar di tahanan, jelas Salem.

Salem mengatakan dia juga disentuh di bagian pribadinya oleh seorang serdadu wanita dan ada benda yang dimasukkan ke dalam rektumnya di beberapa titik. 

‘Mengungkap wajah asli penjajah’

Salem menghabiskan 52 hari di Sde Teiman, beberapa malam di penjara Ofer di Tepi Barat terjajah, dan sebagian besar masa penahanannya di Negev.

Ia dibebaskan bersama 14 tawanan lainnya minggu lalu. Mereka ditinggalkan di sebuah pos pemeriksaan dekat Deir al-Balah di Gaza tengah.

Awalnya, ia mengira perang mungkin sudah berakhir, tetapi seorang serdadu mengatakan kepadanya: “Perang tidak akan berakhir sampai kami membunuh kalian semua.”

Mereka diperingatkan bahwa siapa pun yang menoleh ke belakang akan ditembak dan para serdadu mulai menembak ketika Salem memperlambat lajunya untuk membantu seorang wanita yang dibebaskan.

Mereka akhirnya sampai di Rumah Sakit Syuhada al-Aqsa di Deir al-Balah.

Ketika ditanya tentang foto yang menjadi viral, Salem mengatakan foto itu diambil selama hukuman lima atau enam jam yang ia jalani karena ia mendengar bunyi klik kamera pada saat itu.

Ia berdebat dengan seorang serdadu setelah mereka membiarkan seorang tawanan mengencingi dirinya sendiri karena melarangnya menggunakan kamar mandi. 

Salem dipaksa untuk tetap berada dalam posisi itu selama berjam-jam, hukuman yang, katanya, tidak cukup untuk menggambarkan cobaan berat yang dihadapinya dalam tahanan.

“Ada hukuman yang lebih berat, pemukulan yang lebih berat,” katanya.

“Tidak ada yang lebih memalukan daripada saat mereka menyuruh saya melepas pakaian saya, atau saat mereka memasukkan benda ke dalam bokong saya, atau saat seorang serdadu wanita muda terus [menyentuh penis saya].”

“Namun, bagus juga bahwa orang-orang melihat realitas penjajah dan saya bersikeras mengungkapnya.

“Ini adalah pesan dari setiap tawanan yang saya ajak bicara.”

Awal minggu ini, kelompok hak asasi manusia ‘Israel’ B’Tselem mengatakan bahwa pemerintah ‘Israel’ telah melakukan kebijakan penyiksaan yang dilembagakan terhadap semua tawanan Palestina sejak 7 Oktober.

Penyiksaan tercatat di fasilitas-fasilitas penahanan sipil dan militer di seluruh ‘Israel’, yang menyebabkan kematian sedikitnya 60 warga Palestina saat berada dalam tahanan ‘Israel’ dalam waktu kurang dari 10 bulan.

Sifat sistematis dari penyiksaan di semua fasilitas tidak menyisakan “ruang untuk meragukan kebijakan yang terorganisasi dan dinyatakan oleh otoritas penjara ‘Israel’”.

Kebijakan tersebut secara efektif telah mengubah penjara-penjara ‘Israel’ menjadi “kamp penyiksaan,” kata kelompok hak asasi manusia tersebut. 

Dalam laporan setebal 182 halaman, B’Tselem mengatakan penyiksaan yang dihadapi para tawanan meliputi: “tindakan kekerasan berat dan sewenang-wenang yang terus-menerus terjadi; penyerangan seksual; penghinaan dan merendahkan martabat, kelaparan yang disengaja; kondisi tidak higienis yang dipaksakan; perampasan hak tidur, pelarangan, dan tindakan hukuman bagi yang beribadah; penyitaan semua barang milik bersama dan pribadi; dan penolakan perawatan medis yang memadai.”

Pelanggaran ‘Israel’ terhadap tawanan Palestina merupakan kejahatan perang dan bahkan kejahatan terhadap kemanusiaan, kata B’Tselem. (Middle East Eye/Mohammed al-Hajjar dan Nader Durgham)

Update Kabar Al-Aqsha dan Palestina via Twitter @sahabatalaqsha
Berikan Infaq terbaik Anda. Klik di sini.


Posting ini berada dalam kategori : Kabar Al-Aqsha & Palestina

« Mereka yang Selamat Mengenang Kembali Pembantaian ‘Israel’ di Sekolah Al-Tabin
Dokter Kanada Beri Kesaksian untuk Kasus Kejahatan Perang yang Ditujukan kepada ‘Israel’ »