Teringat Furkan Dogan di Hari Sumpah Pemuda

31 October 2010, 07:55.

oleh Dzikrullah W Pramudya

(Sahabatalaqsha.com): Selain pasangan yang riang gembira merekam adegan zinanya, dan tidak nampak rasa hina di wajahnya dengan kelakuannya itu, sudah pasti masih banyak pemuda dan pemudi Indonesia yang akhlaknya baik dan kepribadiannya bermutu.

Kalau judul tulisan ini menyebut nama seorang pemuda Turki berpaspor Amerika Serikat, janganlah disalahfahami, bahwa sudah tidak ada lagi yang pantas ditulis dari kalangan pemuda dan pemudi Indonesia, di Hari Sumpah Pemuda ini.

Ini semata-mata pengalaman subyektif. Sejak kami bebas dari penjara Zionis, sehabis kapal kemanusiaan Mavi Marmara yang kami tumpangi menuju Gaza diserang dan dibajak Zionis, setiap kali disebut kata “pemuda” entah kenapa wajah Furkan Dogan selalu terbayang.

Kalau masih hidup relawan Turki asal kota Kayseri itu sekarang berusia 19 tahun. Namun Allah punya rencana-Nya sendiri. Di pagi yang dahsyat itu, 31 Mei 2010, perairan internasional di Laut Mediterania yang masih gelap menjadi saksi mati syahidnya Furkan, sesudah ditembak berkali-kali di kepala, punggung, dada, dan kakinya dari jarak sangat dekat oleh tentara bajak laut Zionis.

Kata orang, masa muda itu sentimentil dan romantis. Setiap pemuda-pemudi punya cara pandang yang “gue banget” tentang apa yang dianggapnya indah, beautiful, tak terkecuali Furkan. Kira-kira apa yang dianggapnya sebagai sesuatu yang “indah”?

Izinkan saya mengutip kalimat-kalimat terakhir yang ditulis Furkan di diary-nya sekitar 6 jam sebelum peluru-peluru jahanam Zionis menembus wajah tampannya:

“Ini (ditulis) beberapa jam sebelum datang manisnya mati syahid, insya Allah.
Aku ingin tahu, adakah yang lebih indah dari itu?
Kalau ada (yang lebih indah dari mati syahid), itulah ibuku.
Tapi aku tak yakin juga; sungguh susah membandingkan keduanya.
Kabin (penumpang kapal Mavi Marmara) sudah hampir sepenuhnya kosong.
Tiba-tiba saja, keseriusan yang tadinya tidak ada di sini menyebar ke setiap orang…”

Diary itu terselip di sebagian kecil barang yang dipulangkan tentara Zionis kepada keluarganya, bersama sembilan jenazah para syuhada Mavi Marmara, termasuk jenazah Furkan dan paspor Amerikanya.

Furkan lahir di New York (anehnya, atau justru tidak aneh (?), pemerintah AS tidak melakukan pembelaan sedikitpun atas warganya yang dibunuh oleh tentara Zionis itu).

Catatan terakhir itu ditulis di kabin penumpang sekitar jam 11 malam, ketika berita tentang adanya kapal perang Israel yang membuntuti Mavi Marmara dan lima kapal kemanusiaan lainnya, pertama kali menyebar ke telinga para relawan.

Pemerintah penjajah Zionis berusaha menggunakan tulisan terakhir Furkan untuk menunjukkan, bahwa pemuda itu “memang berkeinginan mati sebagai martir di armada kapal itu”.

Kenapa ujung kehidupan pemuda bertubuh gagah 1,78 meter ini begitu mengesankan? Bukan karena ia lahir di New York dan ayahnya adalah seorang profesor, guru besar di bidang akuntansi di Turki.

Bukan juga karena ia lulus masuk fakultas kedokteran dengan nilai sangat tinggi di Universitas Cerrahpasha di Istanbul. Bukan juga karena ia digebukin habis-habisan (terekam oleh video) sebelum ditembaki dua orang serdadu Zionis.

Melainkan karena Furkan adalah jenis pemuda yang sukses meraih obsesi utamanya, ke Akhirat lewat mati syahid. Kita membutuhkan jutaan pemuda, miliaran pemuda yang obsesinya Akhirat, bukan mobil sport, motor gede, cewek cantik, apartemen mewah, atau rekening gendut.

Pemuda yang takut prestasinya jeblog di Akhirat akan berprestasi setinggi mungkin di dunia, seperti Furkan yang selalu naik kelas terbaik dan lulus terbaik, tapi siap setiap saat meninggalkan karir dunianya, begitu jendela mati syahid terbuka untuknya.

Di mata Furkan, menjadi dokter itu penting, tetapi bukan supaya mudah mencari uang. Menjadi dokter hanya salah satu jembatan yang mungkin digunakannya menyongsong Akhirat lewat mati syahid.

“…Aku ingin tahu, adakah yang lebih indah dari itu?
Kalau ada (yang lebih indah dari mati syahid), itulah ibuku…”

Indonesia memang memerlukan insinyur, politisi, dokter, birokrat, dosen, usahawan, menteri, presiden dan semua tenaga berkelas dunia di semua bidang pekerjaan, tetapi yang memenuhi sebuah syarat krusial: takut hanya kepada Allah, dan rindu hanya pada keindahan Akhirat.

Para pemuda dan pemudi yang takut hanya kepada Allah, dan memandang kehidupan Akhirat lebih indah daripada prestasi dunia apapun, tidak akan korupsi, tidak akan menerlantarkan keluarganya, tidak akan berzina seperti hewan –difilmkan lalu petantang-petenteng saat dicokok polisi, tidak akan merusak lingkungan hidup, tidak akan berdusta, tidak akan menjual rakyat dan negaranya kepada negara lain, tidak norak merasa membela kebebasan dengan membela kaum homoseks.

Para pemuda dan pemudi yang takut hanya kepada Allah, dan memandang indah kehidupan Akhirat berhati-hati menyusuri dan menikmati setiap detik kehidupannya, tenang, adem, tidak grusa-grusu tapi tegas dan pemberani, sistematis dan yakin.

Kita percaya, jumlah pemuda dan pemudi seperti itu di Indonesia masih banyak. Dan mudah-mudahan sebentar lagi mereka sudah berani mendeklarasikan Sumpah Pemuda yang baru.

Kami, pemuda-pemudi, berbangsa satu, bangsa manusia yang diciptakan Allah yang kemuliaannya hanya diukur dari ketaatannya kepada Allah

Kami, pemuda-pemudi, berbahasa satu, bahasa rahmat bagi seluruh alam agar semakin banyak orang yang mengikuti tuntunan Allah dan Rasul-Nya

Kami, pemuda-pemudi, bertanah air satu, tanah air bumi yang kelak akan dimintai Allah pertanggungjawabannya bagaimana kami mengelolanya

Kalau bunyi sumpahnya tidak begitu, rasanya tidak ada yang baru.

Sementara bagi Furkan, hidup masa muda itu indah dan harus dijalani dengan prestasi, tapi tidak ada yang lebih indah daripada menyongsong Akhirat lewat syahid fii sabiilillah.* (Sahabat Al-Aqsha)

Furkan (kiri) di kabin Mavi Marmara, beberapa waktu menjelang syahidnya. Foto: Electronic Intifada

Furkan setahun sebelum syahidnya di atas Mavi Marmara. Foto: Habertaraf.com

Furkan di usia 17 tahun. Foto: Habertaraf.com

Makam Asy-Syahid Furkan Dogan di Kayseri, Turki. Foto: www.furkandogan.com

Update Kabar Al-Aqsha dan Palestina via Twitter @sahabatalaqsha
Berikan Infaq terbaik Anda. Klik di sini.


Posting ini berada dalam kategori : Analisa - Menyapa Al-Aqsha & Palestina

« Jangan Pakai Lagi Istilah ‘Israel’, Sebut saja ‘Zionis’
Tentara Zionis Serang Petani dan Pengunjuk Rasa »