‘Lebih Baik Mati daripada Pergi’ – Warga Menentang Perintah Evakuasi dari Penjajah Zionis

10 October 2024, 22:00.

Keluarga korban yang syahid dalam serangan serdadu Zionis terhadap sebuah rumah di kamp pengungsi Bureij berduka selama upacara pemakaman setelah jenazah dibawa dari kamar mayat Rumah Sakit Syuhada Al-Aqsa di Deir al-Balah, Gaza, pada 8 Oktober 2024 [Ali Jadallah – Anadolu Agency]

(Middle East Monitor) – Ketika serdadu Zionis kembali menggempur kamp pengungsi Jabalya di Jalur Gaza utara pada hari Ahad (6/10/2024), mereka mengeluarkan perintah evakuasi, sebagaimana dilansir Anadolu Agency.

Serdadu Zionis mengklaim operasi tersebut bertujuan untuk mencegah Hamas mendapatkan kembali kekuatan di Gaza utara.

Sebagai bagian dari serangan gencar tersebut, serdadu Zionis memerintahkan penduduk Palestina di Jabalya, Beit Hanoun, dan Beit Lahia untuk meninggalkan rumah mereka dan menuju ke selatan.

Namun, banyak warga Palestina mengatakan mereka tidak akan pergi.

“Kematian lebih baik daripada pergi,” Ibrahim Awda, 42, yang tinggal bersama keluarganya di sebuah tenda di kamp pengungsi Jabalya, mengatakan kepada Anadolu.

“Penjajah mencoba memaksa kami untuk bermigrasi dan pindah ke selatan setelah setahun bertahan di utara dan setelah kehilangan rumah dan pekerjaan kami,” katanya.

Awda, yang kehilangan dua putra dan rumahnya dalam serangan “Israel”, mengatakan penduduk Palestina di kamp Jabalya menolak untuk mengindahkan perintah evakuasi “Israel”.

“Kami tidak akan meninggalkan rumah kami di Gaza utara kecuali kami mati,” kata warga Palestina yang menentang itu.

Menurut wartawan Anadolu, serdadu Zionis telah melakukan pengepungan ketat di sekitar Gaza utara dari segala arah, memutusnya dari Kota Gaza.

Serangan militer di Jabalya adalah yang ketiga kalinya oleh serdadu Zionis di kamp pengungsi tersebut sejak terjadinya genosida di Gaza tahun lalu.

Ratusan warga Palestina terbunuh dan ribuan lainnya terluka akibat tembakan artileri dan serangan udara “Israel” di kamp tersebut dalam beberapa bulan terakhir, menurut otoritas kesehatan setempat. 

Tidak ada tempat yang aman

Awda mengatakan serdadu Zionis berusaha menipu penduduk Gaza utara dengan mengklaim bahwa wilayah selatan “aman” bagi mereka.

“Kejahatan Israel yang terus berlanjut dan pembunuhan yang disengaja terhadap warga sipil yang mengungsi mengungkap kebohongannya,” tambahnya.

Ia mengutip kematian sedikitnya 26 orang akhir pekan lalu dalam serangan “Israel” terhadap sebuah sekolah dan masjid yang menampung orang-orang yang mengungsi di pusat kota Deir Al-Balah.

“Pembantaian ini terjadi pada hari yang sama ketika serdadu Israel mengeluarkan perintah evakuasi bagi kami untuk menuju ke selatan,” kata Awda.

Mureed Ahmad, 26 tahun, memiliki pandangan yang sama.

“Kami menolak untuk meninggalkan rumah kami sejak hari pertama perang. Kami tidak akan menerima untuk pergi sekarang,” katanya kepada Anadolu.

Pemuda Palestina itu percaya bahwa serdadu “Israel” menggunakan “tekanan militer” untuk memaksa penduduk Jabalya mengungsi dan pindah ke selatan.

“Kebijakan ini telah terbukti gagal,” katanya. “Penduduk Palestina menolak meninggalkan rumah mereka, meskipun pasukan serdadu Israel semakin mendekat.”

Otoritas Palestina memperkirakan masih ada sekitar 700.000 orang yang tinggal di Gaza utara.

Pengepungan

Serdadu Zionis telah berulang kali mengeluarkan perintah bagi warga Palestina untuk melakukan evakuasi dari wilayah mereka sejak dimulainya perang pada 7 Oktober 2023.

Menurut pengamat, peta wilayah-wilayah yang menjadi sasaran selaras dengan rencana yang dirumuskan oleh mantan jenderal “Israel”.

Rencana tersebut, yang diungkapkan pada bulan September, menyerukan evakuasi menyeluruh dari Gaza utara, diikuti dengan pengepungan di wilayah tersebut untuk memaksa para pejuang Palestina di sana menyerah.

Pemerintah “Israel” belum secara resmi mengadopsi rencana tersebut, tetapi lembaga penyiaran publik “Israel”, KAN, mengatakan bahwa Kabinet Keamanan “Israel” sedang mempertimbangkan skema tersebut.

Jalur Gaza utara berada di bawah pengepungan ketat “Israel” yang telah membuat seluruh penduduk wilayah tersebut berada di ambang kelaparan.

As’ad Al-Nadi, seorang warga Jabalya, mengatakan ia telah berusaha mengungsi dari daerah itu bersama keluarganya menuju “zona aman” di bagian barat Kota Gaza.

“Namun, kami menjadi sasaran langsung, menyebabkan putra saya yang berusia 16 tahun terluka,” kenangnya.

Ia harus menggendong putranya di bahunya untuk dipindahkan dengan ambulans ke Rumah Sakit Baptis Al-Ahli guna mendapatkan perawatan medis.

Meskipun ia masih mengkhawatirkan keluarganya, Al-Nadi mengatakan ia tidak akan meninggalkan rumahnya di Jabalya dan pindah ke selatan.

“Saya mungkin pindah ke Gaza utara, tetapi saya tidak akan pernah pindah ke selatan,” tegasnya. “Semua orang yang mengungsi ke Gaza selatan saat perang pecah tidak dapat kembali ke Gaza utara hingga hari ini.”

“Israel” terus melanjutkan serangan brutalnya di Jalur Gaza, meskipun ada resolusi Dewan Keamanan PBB yang menyerukan gencatan senjata segera.

Serangan “Israel” telah menyebabkan hampir seluruh penduduk Jalur Gaza mengungsi di tengah blokade yang terus berlanjut yang menyebabkan kekurangan makanan, air bersih, dan obat-obatan.

“Israel” menghadapi kasus genosida di Mahkamah Internasional atas tindakan brutalnya di Gaza. (Middle East Monitor)

Update Kabar Al-Aqsha dan Palestina via Twitter @sahabatalaqsha
Berikan Infaq terbaik Anda. Klik di sini.


Posting ini berada dalam kategori : Kabar Al-Aqsha & Palestina

« Penjajah Zionis Memang Hancurkan Bangunan-bangunan di Gaza, tapi Gagal Membunuh Perlawanan 
PBB Tuduh Penjajah Zionis Lakukan Kejahatan ‘Pemusnahan’ di Gaza »