Sejarah Singkat Retorika Bersifat Genosida di “Israel” Sebelum 7 Oktober 2023

27 October 2024, 20:48.

Yitzhak Rabin, pemenang Hadiah Nobel Perdamaian, pada tahun 1992 mengatakan, “Saya ingin melihat Gaza tenggelam di laut.” Foto: Reuters/The Jerusalem Post

Ditulis oleh Zachary Foster, Sejarawan Palestina

(Palestine Nexus) – Selama hampir satu abad, para pemimpin Zionis dan “Israel” telah membuat pernyataan-pernyataan bersifat genosida terhadap orang-orang Arab dan Palestina. Hal ini dimulai dengan tuduhan bahwa orang-orang Palestina sendiri memiliki sifat genosida dan karenanya disamakan dengan binatang, Nazi, atau Amalek.

“Tidak ada orang Palestina yang tidak bersalah di Gaza,” adalah frasa yang sudah ada jauh sebelum Oktober 2023.

Berikut ini sejarah singkat retorika bersifat genosida di Palestina dan “Israel” sebelum 7 Oktober.

Sejak tahun 1930-an, para pemimpin Zionis telah meyakinkan diri mereka sendiri bahwa orang-orang Arab Palestina memiliki sifat genosida. Yosef Hecht, pemimpin milisi Haganah dari tahun 1922–1931, menulis dalam buku hariannya:

“Kami selalu dianiaya [dan] dibunuh oleh mayoritas masyarakat ‘beradab’, atau [masyarakat] yang biadab dan kejam seperti bangsa Arab … Niat mereka terhadap kami bukan hanya untuk mempermalukan, tetapi juga untuk menghancurkan [kami] secara fisik.”

Zionis menyadari sejak awal bahwa cara terbaik untuk membenarkan kekerasan terhadap warga Palestina adalah dengan mengatakan bahwa hal itu untuk menghentikan mereka dari membunuh orang-orang Yahudi.

Pada bulan Agustus 1947, pemimpin komunitas Zionis di Palestina, David Ben Gurion, mengulangi poin ini. “Tujuan dari serangan Arab terhadap Zionisme bukanlah perampokan, teror, atau menghentikan pertumbuhan Zionisme, tetapi penghancuran total Yishuv.”

Mereka bukanlah “musuh politik”, tetapi “murid & guru Hitler, yang mengklaim bahwa hanya ada satu cara untuk menyelesaikan masalah Yahudi… pemusnahan total.” Faktanya, Hitler adalah orang yang paling sering dibandingkan dengan orang-orang Palestina, seperti yang akan kita lihat.

Perang 1948 meletus beberapa bulan kemudian dan mesin propaganda Zionis bekerja sangat keras. Militer “Israel” menyebarkan pamflet yang membandingkan musuh Arab dengan bangsa Amalek, bangsa yang diperintahkan di dalam Alkitab untuk dimusnahkan oleh bangsa “Israel”.  Para pemimpin Zionis menyebarkan klaim bahwa orang-orang Arab ingin “melempar orang-orang Yahudi ke laut.”

Namun, sejarawan “Israel”, Shay Hazkani, menghabiskan waktu selama 15 tahun untuk mencari klaim semacam itu dalam sumber-sumber berbahasa Arab dan tidak menemukan apa pun, tidak ada satu pun referensi yang menyebutkan upaya untuk membuang orang-orang Yahudi di Palestina ke laut.

Dia mengatakan, “Berdasarkan dokumen-dokumen yang saya kumpulkan untuk buku terbaru saya, klaim tentang rencana Arab untuk ‘melempar orang-orang Yahudi ke laut’ sebenarnya berakar pada propaganda resmi Zionis.

Propaganda ini dimulai selama perang, mungkin untuk mendorong para serdadu Yahudi agar menyisakan sesedikit mungkin warga Palestina di wilayah-wilayah yang akan menjadi bagian dari ‘Israel’.”

“Tunjukkan padaku insentifnya, dan aku akan tunjukkan hasilnya” adalah ungkapan yang seharusnya lebih populer dalam diskusi-diskusi mengenai retorika bersifat genosida di kalangan para pemimpin Zionis. Oleh karena itu, genosida terhadap warga Palestina merupakan mimpi yang menjadi kenyataan bagi Zionis: sebuah negeri tanpa rakyat, untuk rakyat tanpa negeri.

Sikap “mereka-ingin-membunuh-kita-semua” mengakar kuat dalam masyarakat “Israel”. Pada tahun 1970, sebuah artikel di Davar, sebuah publikasi “sayap kiri Israel”, menyatakan: “Gerakan anti-semit, dalam semua manifestasi anti-Zionis dan anti-‘Israel’, membuktikan bahwa para pelakunya ingin menyelesaikan ‘solusi akhir’ yang digagas oleh Hitler melalui pembagian peran: Bangsa Arab akan melanjutkan genosida fisik….”

Tidak lain dan tidak bukan adalah “pembawa damai” Yitzhak Rabin yang menjadi terkenal dengan mempromosikan pesan kampanye bersifat genosida. Pada tahun 1992, ia berjanji untuk “menjauhkan Gaza dari Tel Aviv,” dan kemudian menambahkan, “Saya ingin melihat Gaza tenggelam di laut.”

Setelah kegagalan Proses Oslo dan pecahnya Intifadhah Kedua–lebih dari 3.000 warga Palestina dibunuh–retorika bersifat genosida menyebar dengan cepat. Semakin keras perlawanan warga Palestina terhadap supremasi Yahudi, semakin banyak pula retorika bersifat genosida yang muncul. Sebuah tren yang telah menjadi jelas sejak 7 Oktober, namun jauh sebelum itu juga sudah terlihat jelas.

Kaum religius sayap kanan memimpin gerakan tersebut pada tahun 2001, ketika Kepala Rabi “Israel”, Ovadia Yosef–mengacu pada orang-orang Arab–mengatakan, “Dilarang berbelas kasihan kepada mereka. Anda harus mengirim rudal kepada mereka dan memusnahkan mereka. Mereka jahat dan terkutuk.”

Pada tahun 2010, ia mengatakan bahwa Presiden Otoritas Palestina Mahmoud Abbas dan orang-orang “jahat” yang dipimpinnya harus “Lenyap dari dunia ini. Tuhan harus menghukum mereka dengan wabah penyakit, mereka dan orang-orang Palestina ini.”

Para rabi juga memiliki senjata rahasia yang dapat mereka gunakan: Alkitab. Pada tahun 2010, Kepala Rabi Safed, Shmuel Eliyahu, menerbitkan sebuah dekret keagamaan yang ditandatangani bersama oleh 50 penulis agama yang didanai oleh para pembayar pajak di “Israel”, yang mengutip sebuah ayat Alkitab yang bernada genosida dalam seruannya untuk tidak menyewakan tanah kepada orang Arab:

“Ketika Tuhanmu, Yahweh, membawamu ke tanah yang akan kamu miliki, Dia akan mengusir bangsa-bangsa lain … Yahweh akan menyerahkan mereka kepadamu, dan kamu akan mengalahkan mereka. Musnahkanlah mereka sepenuhnya, dan janganlah kamu mengadakan perjanjian dengan mereka. Janganlah kamu mengasihani mereka….”

Referensi Alkitab tersebut membuat mereka seolah-olah memiliki alasan yang kuat untuk hal yang sebenarnya hanyalah seruan genosida terhadap warga Palestina dari puluhan rabi yang dibayar oleh pemerintah “Israel”.

Pada tahun 2010, Rabi Yitzhak Shapira dan Yosef Elitzur menerbitkan sebuah panduan hukum yang membenarkan pembunuhan massal. Buku tersebut menegaskan perintah untuk tidak membunuh “hanya merujuk pada orang Yahudi yang membunuh orang Yahudi lainnya, dan bukan pada orang Yahudi yang membunuh orang non-Yahudi, bahkan jika orang non-Yahudi tersebut adalah salah satu orang yang benar.”

Seperti halnya para rabi lain yang menganjurkan genosida, Shapira dan Elitzur juga tidak dimintai pertanggungjawaban.

Pembenaran religius untuk genosida yang datang dari para pemimpin spiritual “Israel” sejalan dengan pembenaran politik dan militer yang datang dari pemerintah “Israel”.

Selama Perang Gaza pada November 2012, aktivis partai politik liberal “Israel” Kadima, Gilad Sharon, menyerukan kepada serdadu “Israel” untuk “meratakan seluruh Gaza”.

“Keinginan untuk mencegah bahaya bagi warga sipil yang tidak bersalah di Gaza,” tulisnya di Jerusalem Post, “pada akhirnya akan merugikan mereka yang benar-benar tidak bersalah: penduduk ‘Israel’ selatan. Penduduk Gaza bukannya tidak bersalah. Mereka memilih Hamas… mereka melakukannya atas kehendak mereka sendiri dan mereka harus menerima konsekuensinya.”

Kemudian, pada Juni 2014, Netanyahu menyebut para anggota Hamas yang menculik dan membunuh tiga remaja “Israel” sebagai “human animals (binatang manusia)”. Para pemimpin “Israel” menggunakan peristiwa tersebut sebagai alasan untuk mengumpulkan dan menangkap ratusan pejabat Hamas di Tepi Barat, yang secara efektif menyatakan perang terhadap organisasi tersebut.

Hanya dalam beberapa minggu, “Israel” menyatakan perang besar-besaran terhadap Gaza, membunuh 2.251 warga Palestina, sebagian besarnya adalah warga sipil, dalam serangan selama 51 hari pada bulan Juli 2014.

Selama agresi ke Gaza, anggota parlemen “Israel” Ayelet Shaked, seorang anggota partai senior dalam koalisi pemerintah, mengunggah sebuah status di Facebook yang menggambarkan seluruh rakyat Palestina sebagai target yang sah:

“Tentara musuh bersembunyi di antara penduduk, dan hanya dengan dukungan penduduklah mereka dapat berperang. Di belakang setiap teroris ada puluhan pria dan wanita, yang tanpa mereka, dia tidak dapat melakukan terorisme. Para pelaku dalam perang ini adalah mereka yang menghasut di masjid-masjid, yang menulis kurikulum pembunuhan untuk sekolah-sekolah, yang memberikan tempat berlindung, yang menyediakan kendaraan, dan semua orang yang menghormati serta memberi mereka dukungan moral. Mereka semua adalah pejuang musuh, dan mereka akan membayarnya.”

Kemudian dia juga mengatakan bahwa ibu-ibu Palestina melahirkan ular, yang secara efektif merupakan seruan untuk membantai ratusan ribu wanita Palestina di Gaza yang berada dalam usia melahirkan anak.

Sementara itu, para pemimpin “Israel” terus menyamakan warga Palestina dengan Nazi. Pada tahun 2015, Perdana Menteri “Israel” Netanyahu, mengemukakan sebuah teori sejarah yang baru, dengan menyatakan bahwa orang Palestina, Amin al-Husseini, adalah yang memberikan ide kepada Hitler untuk memusnahkan orang-orang Yahudi di Eropa.

Tidak ada sejarawan yang memercayai hal ini, tetapi fakta-fakta yang ada tidak pernah menjadi terlalu penting ketika menggambarkan orang Palestina sebagai pelaku genosida.

Faktanya, Netanyahu memiliki rekam jejak dalam menggunakan terminologi era Nazi ketika membahas masalah Palestina. “Yudea dan Samaria tidak boleh menjadi Judenrein,” kata orang kepercayaan Netanyahu mengutip ucapannya kepada Frank-Walter Steinmeier. Judenrein adalah istilah yang digunakan oleh Nazi untuk merujuk pada pembersihan Jerman dari orang-orang Yahudi.

Pada tahun 2018, eselon tertinggi dalam lembaga politik “Israel” sekarang secara terbuka bersikap mendukung genosida. Seperti yang terjadi pada tahun 2012 dan 2014, retorika bersifat genosida muncul dalam konteks perlawanan Palestina terhadap penjajahan.

Menanggapi gerakan protes Gaza tahun 2018 yang dikenal sebagai Great March of Return, sebuah perjuangan tak bersenjata untuk mendapatkan kebebasan, Menteri Perang “Israel” Avigdor Lieberman berkata, “Anda harus memahami, tidak ada orang yang tidak bersalah di Jalur Gaza. Semua orang memiliki hubungan dengan Hamas.”

“Tidak ada orang yang tidak bersalah di Jalur Gaza.” Itu adalah kata-kata Menteri Perang “Israel”, pada tahun 2018.

Sejak 7 Oktober, retorika bersifat genosida telah berpindah dari pinggiran ke setiap sudut dan celah arus utama “Israel”. Kita sekarang membutuhkan basis data hanya untuk melacak ratusan pernyataan bersifat genosida yang dibuat oleh media, lembaga politik dan militer “Israel”. Seandainya saja ada tanda-tanda peringatan. (Palestine Nexus)

Update Kabar Al-Aqsha dan Palestina via Twitter @sahabatalaqsha
Berikan Infaq terbaik Anda. Klik di sini.


Posting ini berada dalam kategori : Kabar Al-Aqsha & Palestina

« Tak Mampu Beli, Orang Tua di Gaza Memotong Bajunya Agar Bisa Dipakai Anak-anaknya
Bayi di Gaza Alami Kelaparan Sejak Hari Pertama Dilahirkan (#2)  »