Dokter Suriah yang Bekerja di Jerman Pulang Kampung Kuatkan Ahlu Syam
21 April 2025, 11:52.

Ahli jantung asal Suriah, Ayman Sodah (paling kanan) berada di Hama di awal April untuk melakukan operasi kompleks yang jarang dilakukan di Suriah. Foto: Ayman Sodah, SGMA
SURIAH (DW) – Misi medis terbaru dari Jerman memungkinkan Mohammed Qanbat untuk tetap bertahan hidup. Pria berusia 55 tahun dari kota Hama di Suriah itu menjalani operasi jantung terbuka pada bulan April.
Prosedur tersebut tak bisa dilakukan di Suriah saat ini karena sistem kesehatan sangat memburuk akibat kekerasan rezim selama 14 tahun di negara itu, di samping biayanya yang sangat mahal.
Namun, baru-baru ini, dokter Suriah yang datang dari Jerman memasukkan Qanbat ke dalam daftar pasien yang paling membutuhkan.
“Saya tidak dapat mengungkapkan betapa bahagia dan bersyukurnya saya,” ucap Qanbat.
“Ini tidak dapat diungkapkan dengan kata-kata. Kami telah menunggu begitu lama agar anak-anak kami datang dan membantu kami,” lanjutnya, mengacu pada fakta bahwa banyak tenaga profesional Suriah, termasuk dokter, meninggalkan negara mereka selama perang.
“Namun, mereka tidak melupakan kami. Mereka kembali untuk membantu kami.”
Masih belum jelas berapa banyak dokter Suriah yang meninggalkan negara itu selama perang. Menurut World Bank, terdapat sekira 30.000 dokter yang melayani penduduk Suriah pada tahun 2010, setahun sebelum demonstrasi damai tahun 2011 yang dijawab dengan senjata oleh rezim diktator Bashar Assad dan memicu kekerasan belasan tahun di sana.
Pada tahun 2020—satu-satunya tahun PBB dapat kembali mengumpulkan data—kurang dari 16.000 dokter yang tersisa. Tenaga medis lainnya, seperti perawat, apoteker, dan dokter gigi juga turut mengungsi.

Physicians for Human Rights mengatakan lebih dari 900 pekerja medis Suriah kehilangan nyawa mereka akibat serangan rezim Assad dan Rusia terhadap fasilitas medis di Suriah. Foto: Muhammad al-Rifai/NurPhoto/IMAGO
Statistik menunjukkan lebih dari 6.000 dokter Suriah bekerja di Jerman, sebagian besar di rumah sakit, tetapi itu baru mencakup mereka yang masih memegang paspor Suriah.
Faktanya, mungkin ada lebih dari 10.000 dokter Suriah di Jerman. Hanya saja sekarang mereka sudah memegang paspor Jerman sehingga tidak terhitung sebagai tenaga kerja asing.
Misi Pertama di Suriah
Setelah digulingkannya diktator Assad di awal Desember tahun lalu, sejumlah dokter Suriah itu berkumpul untuk mendirikan Syrian German Medical Association (SGMA).
Semuanya bermula dari grup WhatsApp kecil berisi dokter-dokter yang ingin tahu bagaimana mereka dapat membantu, jelas Nour Hazzouri, seorang dokter senior spesialis gastroenterologi yang bekerja di Rumah Sakit Helios di Krefeld, Jerman barat.
Ia memberi tahu bahwa grup WhatsApp itu lalu berkembang menjadi laman Facebook. Kemudian pada pertengahan Januari, SGMA resmi didirikan. Sekarang asosiasi itu memiliki sekira 500 anggota.
“Bahkan kami benar-benar terkejut melihat betapa cepatnya grup itu berkembang,” ungkap Hazzouri.
Bulan ini, delegasi SGMA melakukan misi pertama mereka ke tanah air mereka. Sejak awal April, sekira 85 dokter Suriah dari SGMA telah berada di Suriah untuk memberikan seminar, menilai keadaan sistem perawatan kesehatan Suriah, sekaligus melakukan operasi penting di seluruh negeri Syam itu.
Salah satu tantangannya adalah peralatan yang sudah tertinggal zaman, sebut Ayman Sodah, seorang dokter senior dan ahli jantung di Rhön Klinikum di Bad Neustadt, Bavaria.
“Jelas bahwa selama (15) tahun terakhir, tidak ada yang diperbarui,” katanya.
“Sebelum perang, Suriah adalah negara berpenghasilan menengah dengan indikator kesehatan yang relatif baik,” lapor Brookings Institution, sebuah lembaga strategis yang berbasis di Washington.
Namun, selama belasan tahun kekerasan, rezim Assad dan sekutunya Rusia secara konsisten menargetkan fasilitas kesehatan. Sistem kesehatan kemudian memburuk lebih lanjut karena sanksi dan ekonomi yang terus menghimpit.
Namun, tidak ada seorang pun yang membicarakan keterpurukan itu, Ahad (13-4-2025) lalu, di sebuah aula di ibu kota Suriah, Damaskus.
Sekira 300 orang, termasuk mahasiswa kedokteran, pemerintah daerah, dan organisasi masyarakat sipil, berkumpul untuk mendengarkan pidato delegasi SGMA, dengan suasana yang penuh harapan dan optimisme.
“Saya merasa sangat gembira,” ujar Mustafa Fahham, seorang dokter senior di departemen nefrologi dan dialisis di Rumah Sakit Bremerhaven, Jerman utara.
“Setiap warga Suriah, di dalam benak mereka, memiliki rasa takut yang berhubungan dengan Assad. Sekarang rasa takut itu telah hilang. Jadi, saya merasa kondisi membaik, dan saya senang berada di sini di Damaskus, saya akhirnya dapat membantu mendukung sistem kesehatan Suriah,” lanjutnya.
“Ide untuk misi baru-baru ini selama liburan muncul karena banyak dokter ingin mengunjungi keluarga mereka di Suriah, beberapa di antaranya bahkan sudah 14 tahun tidak mereka temui,” ucap Hazzouri.
“Hal ini kemudian memicu ide untuk menggunakan waktu ini untuk memberikan bantuan medis juga.”
Rindu Pulang
Sebagian besar relawan medis SGMA akan tetap kembali bekerja di Jerman. Namun, survei terbaru oleh Syrian Association for Doctors and Pharmacists di Jerman menemukan bahwa 76% anggota mereka mempertimbangkan untuk pulang ke tanah airnya secara permanen.
Dalam wawancara terbaru dengan media Jerman, dokter-dokter Suriah secara konsisten mengungkapkan kekhawatiran tentang meningkatnya sikap sayap kanan dan anti-imigran, serta betapa sulitnya bagi sebagian orang untuk diterima sepenuhnya di Jerman.
Namun, kepergian para dokter Suriah ini akan berdampak buruk pada layanan kesehatan Jerman. Meskipun dokter Suriah hanya berjumlah 2% dari semua dokter di Jerman, mereka memainkan peran yang jauh lebih besar di rumah sakit dan klinik yang kekurangan staf di Jerman timur.
“Kami masih memikirkan Jerman, dan tentu saja, tidak semua dokter akan pergi sekaligus,” kata Fahham, dokter Rumah Sakit Bremerhaven, “di sisi lain, kami juga merasa loyal kepada Suriah. Namun, saya yakin kami dapat membuat semacam rencana bahwa kami dapat membantu di sini, dan layanan kesehatan Jerman tetap terpenuhi.”
Faktanya, seminar SGMA di Suriah tidak hanya membahas perkembangan medis terkini. Sebagian juga memberikan nasihat kepada mahasiswa kedokteran atau dokter yang mungkin ingin bekerja di Jerman, ungkap Muaz al-Moarawi, seorang dokter yang bekerja di Gelsenkirchen, yang berada di Damaskus mewakili SGMA.
“Suriah membutuhkan banyak bantuan saat ini untuk membangun kembali layanan kesehatannya. Namun, Jerman juga membutuhkan dokter dan tenaga medis Suriah,” jelas al-Moarawi.
“Yang kami inginkan adalah menjadi jembatan antara Suriah dan Jerman, jembatan yang dapat menguntungkan kedua belah pihak.” (DW)
Berikan Infaq terbaik Anda. Klik di sini.